Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meraih Mimpi
Produksi: Kalyana Shira Films, Mediacorp Raintree Pictures, Infinite Frameworks, Scorpio East Pictures, Media Development Authority Indika Pictures, 2009
Sutradara: Phil Mitchel
Penulis naskah: Phillip Stamp (bahasa Inggris) dan Nia Di Nata (Indonesia)
Pengisi suara: Gita Gutawa, Surya Saputra, Indra Bekti, Jajang C. Noer
DANA (Gita Gutawa), gadis belia yang cerdas dan penuh mimpi. Kepandaiannya mengalahkan siswa siswa lelaki di sekolahnya. Harapannya setinggi langit: ingin mendapat beasiswa, lalu membebaskan desanya dari kemiskinan. Namun, apa daya, Dana ”cuma” seorang wanita.
Ya, hidup di desa dan keluarga yang sangat kolot, perempuan hanya warga kelas dua: menikah dan mendekam di rumah. Titik. Bahkan ayahnya (Uli Herdinansyah)—penemu ala Lang Ling Lung dalam kisah Donal Bebek—berprinsip: ”ide bahwa perempuan bisa melakukan apa saja itu gila dan omong kosong”. Untunglah ada sang nenek (Jajang C. Noer), yang diam diam menyuntikkan semangat kepada Dana: Kamu pasti bisa meraih mimpi mimpimu.
Suatu hari, warga dikejutkan kehadiran Pairot (Surya Saputra). Pengusaha itu menyodorkan surat wasiat: dialah ahli waris tanah di kampung itu. Penduduk dipaksa hengkang karena rumah mereka akan dirobohkan. Pairot berhasrat menyulap desa yang berlatar di Batam, Kepulauan Riau—berbatasan dengan Singapura—itu menjadi pusat perjudian.
Situasi seperti ini membutuhkan seorang pahlawan. Dan, sejak awal sudah bisa ditebak, siapa yang kelak menjadi penyelamat kampung. Bukan dengan senjata atau kekuatan fisik, tapi dengan kecerdasan!
Film animasi musikal ini diangkat dari novel Sing to the Dawn karya Minfong Ho, novelis kelahiran Myanmar yang besar di Thailand. Film ini dibuat oleh animator Indonesia di studio animasi Infinite Frameworks (IFW) di Nongsa, Batam. Sejak awal, film ini memang dirancang untuk dua versi: bahasa Inggris dan Indonesia. Film Sing to the Dawn diluncurkan lebih dulu di Singapura pada 2008 dan kini Meraih Mimpi di Tanah Air.
Karena dibuat oleh animator lokal, film ini berlatar hutan dan desa di Batam. Karakter karakternya juga menunjukkan warna Indonesia. Misalnya tokoh Pairot yang berpenampilan ala A. Rafiq dan berlogat Rhoma Irama.
Para bintang hadir sebagai pengisi suara. Tak hanya di deretan pemain utama, tapi juga karakter pendukung: hewan. Ria Irawan (kadal), Shanty (burung gagak), Cut Mini (burung kakaktua), Tike Priatnakusumah (beruang), dan Nina Tamam (kelelawar). Mereka tampil dengan karakter yang kuat serta dialog yang lancar dan kocak.
Ria, misalnya, menjadi kadal beraksen Tegal. Atau Cut Mini, burung kakaktua yang kabur dari kebun binatang Singapura sehingga logatnya pun Melayu (”spesialisasi” baru Cut Mini setelah sukses memerankan Ibu Mus dalam Laskar Pelangi). Juga Tike yang begitu menyatu dengan tokoh Tante Bear. Hewan hewan inilah selingan yang menghibur—di antara dialog yang terkadang ”melelahkan” di antara tokoh tokoh manusia.
Memang, tak terhindarkan, animasi berlatar hutan plus hewan yang menyanyi dan menari mengingatkan kita akan adegan film Madagascar (2005). Sulit untuk tak membayangkan adegan dansa ”I like to move it…, move it...” saat melihat para hewan di hutan Batam itu menari. Begitupun dengan sekumpulan lebah yang membentuk diri menjadi anak panah untuk menunjukkan arah—mirip adegan ikan ikan kecil yang memberikan petunjuk dalam Finding Nemo.
Selain sebagai hiburan keluarga, film ini mencoba menebarkan nilai nilai kesetaraan gender pada anak anak. Gita Gutawa sebagai tokoh utama hadir lewat dialog yang ”feminis”. Sebagian bisa dibuat santai dan mengalir, namun ada satu dua yang terasa ”berlebihan” untuk ukuran gadis belia di kampung. Gita si kecil yang lemah gemulai menjelma menjadi tokoh feminis dalam film ini.
Pemutaran film ini di bioskop berbarengan dengan Geng Pengembaraan Bermula. Film animasi musikal buatan Malaysia ini menampilkan Upin dan Ipin. Dua tokoh kartun negeri tetangga itu lumayan tenar di Indonesia karena stasiun TPI menayangkan versi serial film ini. Mari kita saksikan pertarungan animator Indonesia dan Malaysia di bioskop.
Andari Karina Anom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo