Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
The Clash of Fundamentalisms Crusades, Jihads and Modernity
Penulis: Tariq Ali
Penerbit: Verso, London
Cetakan: 2003
Tebal: xxxii + 428 hlm.
Istilah benturan (clash) senantiasa mengingatkan kita pada tesis Samuel P. Huntington. Satu ihwal tak terelakkan tentang konflik antarperadaban (clash of civilization). Dalam artikelnya di majalah Foreign Affairs musim panas 1993, guru besar Universitas Harvard ini menegaskan, masa depan politik dunia akan didominasi konflik antarbangsa yang berbeda peradaban. Barat menemukan seteru dengan adanya kolaborasi Islam dan Konfusianisme. Islam dan Konfusius diprediksi sebagai entitas kultural yang bisa merekatkan perpecahan antara keduanya, tetapi juga bisa bekerja sama untuk menangkal hegemoni Barat.
Banyak kalangan dengan tegas menolak ide benturan peradaban. Namun pecahnya tragedi Black Tuesday 11 September 2001 yang menelan ribuan korban manusia tak berdosa seolah menjadi bukti legitimasi tesis Huntington. Penyerangan gedung World Trade Center dan Pentagon, simbol kekuasaan ekonomi dan kedigdayaan militer Amerika Serikat (AS), dipersepsi sebagai wujud perang peradaban antara Islam dan Barat. Sebuah pandangan yang simplistis sekaligus reduktif.
Tariq Ali dalam buku ini mengemukakan tesis yang serupa, tapi tak sama dengan Huntington. Ia menegaskan terjadinya benturan yang tak terelakkan antara fundamentalisme Islam dan fundamentalisme AS, bukan antara peradaban Islam dan Barat.
Fundamentalisme Islam biasanya dilatarbelakangi oleh pemahaman keislaman yang tekstual, rigid, dan sempit. Bahkan mereka sering menggunakan jalan pintas untuk mencapai tujuan. Terorisme merupakan sisi ekstrem dari fundamentalisme, yang menghalalkan cara kekerasan demi meraih tujuan.
Tapi fundamentalisme Islam tidak lahir di ruang hampa. Ia produk modernitas. Fundamentalisme Islam adalah respons terhadap berbagai patologi modernitas yang sangat mengerikan seperti dalamnya jurang ketimpangan sosial, wabah konsumerisme, kedangkalan spiritual, penyimpangan seksual (homoseksual), dan aborsi.
Perkembangan zaman juga turut membidani lahirnya gerakan fundamentalis radikal. Kendati agama menjadi ideologi dominan dalam beberapa gerakan fundamentalisme, hal itu tidaklah cukup untuk menggerakkan seseorang melakukan aksi kekerasan seperti teror, pengeboman, atau aksi bunuh diri.
Fundamentalisme juga muncul karena adanya dominasi, hegemoni, penindasan, ketidakadilan, dan marginalisasi, sehingga melahirkan gerakan resistensi. Era globalisasi kian meneguhkan hegemoni negara adidaya terhadap negara Dunia Ketiga yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kapitalisme mutakhir kian mengukuhkan kekuasaan pasar bebas (single market). Dominasi ideologi kapitalisme menajamkan ketimpangan sosial. Kesewenang-wenangan dan ketidakadilan di Palestina, Irak, dan Afganistan juga turut mendukung merebaknya gerakan fundamentalis radikal.
Tekanan ekonomi politik merupakan faktor dominan bagi lahirnya gerakan fundamentalisme. Seseorang yang ditindas akan berusaha bersabar selama ia mampu. Tapi, jika tekanan itu melampaui ambang batas kesabaran, muncullah upaya perlawanandengan menggunakan segala carauntuk meraih pembebasan. Tanpa ragu, nyawa pun dipertaruhkan. Tanpa gentar, mereka melakukan jihad sampai titik darah penghabisan (battle in the way of God).
Sementara itu, fundamentalisme AS adalah wajah lain dari imperialisme dan hegemoni kekuasaan negeri Abang Sam. Fundamentalisme Amerika adalah perpaduan dari kepentingan ekonomi, politik, militer, dan juga agama (fundamentalisme Kristen dan Yahudi). Fundamentalisme imperial bertujuan mendisiplinkan dunia, mengukuhkan AS sebagai satu-satunya negara superpower, kaisar dunia tanpa tanding. Demi menjaga kelangsungan kekuasaan imperial, AS menggunakan kreasi prioritas ekonomi dan strategi kontrol.
Invasi Irak adalah bentuk nyata dari fundamentalisme Amerika. Setidaknya, ada tiga alasan yang membidani invasi ini (hlm. xv). Pertama, untuk menguasai lahan minyak Irak karena negeri seribu satu malam itu berada di luar kontrol AS. Kedua, kekuatan militer Irak adalah ancaman bagi Israel, anak emas sekaligus sekutu AS. Ketiga, adanya agenda domestik, yakni memenangkan kepentingan kelompok Zionis pro-Yahudi di Partai Demokrat dan fundamentalisme Kristen di Partai Republik yang selalu memihak Israel.
Dalam perkembangan mutakhir, AS kian mengukuhkan wajahnya yang fundamentalis. Secara psikologis, kekaisaran AS telah mengkonstruksi musuh baru, yakni terorisme Islam, sebagai setan dan ancaman global yang dapat meledakkan bom di mana saja dan kapan saja. Secara politis, AS telah menggunakan tragedi 11 September untuk memetakan kembali dunia sekaligus mengontrolnya. Di bidang militer, AS terus mengukuhkan militernya dengan menempatkan pasukan di 120 negara dari 189 negara anggota PBB. Di bidang ekonomi, secara langsung maupun tidak, AS telah menguasai jaringan perekonomian global melalui berbagai agen korporasinya.
Dalam buku ini Tariq Ali mengajak kita menelusuri jejak-jejak historis sebab-musabab benturan fundamentalisme. Editor New Left Review yang juga seorang novelis dan pembuat naskah film ini menelisik fundamentalisme dengan segala konsekuensinya, sembari mengajak kita menyimak fenomena Islam di negara muslim seperti Arab, India, Pakistan, sampai Indonesia.
Buku ini semestinya menjadi referensi bagi negara Baratterutama AS, Inggris, dan sekutunyauntuk melihat kembali sekaligus melakukan koreksi terhadap berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan. Jika AS tetap bersikukuh pada pendiriannya untuk menguasai dunia, akibatnya bisa sangat fatal. Makin banyak korban manusia tak berdosa yang menjadi tumbal.
Yang pasti, fundamentalisme Islam dan fundamentalisme AS adalah wujud dua kepentingan yang sangat berbeda. Kedua kepentingan ini sulit dicari titik temunya. Jika AS tetap bersikukuh pada pendiriannya, benturan antara keduanya adalah hal yang tak terelakkan, dan akibatnya sungguh mengerikan.
Imam Cahyono
Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), peneliti al-Maun Center for Islamic Transformation, Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo