Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Wuppertal: tari, pantomim d.l.l.

Wupertal grup tari dari jerman main di teater terbuka taman ismail marzuki pada tgl 28-29 januari 1979. grup ini lebih maju dari grup inggris, australia dan prancis.

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENTANG perkembangan tari di negara Jerman, kita di Indonesia memang tak banyak tahu. Oleh sebab itu, kedatangan grup Wuppertal dua malam berturut-turut (28-29 Januari 1979) di Teater Terbuka, Taman Ismail Maruki, tak terlalu menggiring banyak penonton. Ternyata mutu Wuppertal tak di bawah rombongan-rombongan tari dari Inggeris, Australia dan Perancis yang muncul di TIM tahun-tahun sebelumnya. Bahkan dalam beberapa hal, grup ini justru lebih maju. Tiga nomor tari yang dipertunjukkan, seluruhnya ditata berdasarkan musik Igor Stravinsky. Komponis kesohor bangsa Rusia itu memang banyak menciptakan karya musiknya sebagai pengiring ballet. Itulah makanya acara malam itu disebut Malam Stravinsky. Tetapi walaupun musiknya musik pengiring ballet, tontonan yang disuguhkan rasanya tak kena lagi disebut ballet. Garapan Pina Bausch (sutradara dan penata tari Wuppertal) cenderung merupakan interpretasi baru terhadap karya-karya Stravinsky dengan ekspresi gerak yang lebih sesuai dengan jamannya. Tafsiran itu masih pula disertai dengan ekspresi khas Pina Bausch yang gerakan-gerakannya kuat, tegas dan keras. Di samping itu, ada kalanya Pina dengan manis mematut-padukan unsur-unsur seni pertunjukan yang lain seperti drama, pantomim, komedi dan lain-lain, sehina pada tahun kedua memimpin Wuppertal (1974) nama ballet digantinya dengan "teater-tari" (tanztheater). Nomor pertama The Wind From The West digarap berdasarkan Cantatan Stravinsky yang diciptakan pada tahun 1951 berdasarkan puisi-puisi Inggeris abad ke 15. Puisi-puisi itu merupakan paduan antara motif-motif yang sekuler dan religius yang kemudian mewujud kempal sebagai semangat personal Stravinsky yang tinggi. Dengan musik semacam ini, Pina Bausch menampilkan sebuah komposisi yang kelabu: nyanyian sendu dari sebuah usaha mengatasi kedukaan yang hampa, frustrasi dan kesepian yang mendalam sampai kemudian timbul harapan. Suasana Berat Warna musiknya sendiri memang sendu. Dan tiupan angin dari Barat itu terasa, bukan sebagai angin kencang melainkan angin sepoi yang gemulai. Barangkali karena temanya yang demikian maka tak begitu banyak variasi dan aksen yang tampil dalam nomor pembukaan ini. Penataan gerak yang tidak keras tetapi mengalir dan mengalun perlahan dengan pengulangan di sana-sini, membawa ingatan orang kepada karya-karya Erick Hawkins: Wujud Barat dengan nafas-nafas Timur. Suasana yang berat ini nyaris membuahkan monotoni. The Second Spring nomor kedua, digarap sebagai komedi. Dari sudut penggarapan tema, tari semacam ini memang sulit. Sekalipun demikian Pina Bausch telah berhasil mengungkapkannya dengan cerdik dan apik. Digambarkan tentang sepasang suami-isteri yang di usia tua masih menyala-nyala api asmaranya. Ada saat-saat pengalaman romantis masa muda yang terlewatkan, merayapi keduanya. Secara lincah kita lihat perwujudan nostalji kedua pasangan tersebut: mengenang dan kadang-kadang mengulangi kembali tingkah-tingkah mesra masa muda. Secara cerdik diselipkan pula selingan-selingan adegan khayal mereka ketika bermesraan dengan pasangan "lain" masing-masing (yang boleh saja terjadi sebelum, sesudah atau semasa dengan saat-saat pacaran mreka sendiri). Sebuah bumbu penyedap lagi adalah konflik antara hasrat yang menyala untuk memadu kasih, dengan usia tua yang seringkali membuatnya "rikuh." Secara keseluruhan nomor ini merupakan hidangan segar yang berbeda dengan nomor pembukaannya yang kelam. "Sebuah drama tari lucu yang berhasil digarap tidak secara naratif," ujar pelukis Rusli. Sesungguhnya menata komedi-tari memang bertolak belakang dengan menata sebuah komposisi tari yang serius. Sering kali ketaksinambungan dan ketaklogisan justru dikehendaki agar dapat mengusik hati penonton lewat cara-cara Jenaka. Iringannya misalnya, merupakan gabungan karya-karyl pendek Stravinsky yang dipakai sekedar sebagai latar belakang. Bukan sebuah karya cipta yang utuh. The Second spring barangkali boleh ditafsirkan sebagai "Masa Mekar yang Kedua," yang tentu saja hanya dapat dibayangkan oleh mereka yang telah mengalaminya. Yang paling mengesan dari penampilan rombongan ini, pada hemat saya, adalah nomor terakhir. Sebuah penafsiran baru dari karya besar Igor Stravinsky Le Sacre du Printemps yang diciptakan pada tahun 1912 - 13 atas permintaan Serge Diaghilev untuk digarap oleh penari, penata tari kenamaan Vaslav Nijinski. Koreografi yang kemudian selama berpuluh-puluh tahun menjadi repertoire utama pertunjukan-pertunjukan ballet di seluruh penjuru dunia. Pina benar-benar telah memasuki wilayah penjelajahan yang baru dengan nomor ini. Di tangannya "The Rite of Spring" (atau "Le Sacre du Printemps") lebih kena rasanya diberi judul "The Spring Sacrifice." Inti masalahnya memang tetap sama yakni menggambarkan sebuah upacara Musim Semi dari sekelompok orang-orang lusia di masa lalu, tetapi pendekatan garapannya nampak sangat berbeda sehingga dengan demikian muncul pula hal-hal lain yang menarik. Pendekatan Pina yang khas ini bertolak dari usaha mengungkapkan: bagaimana sikap dan perasaan seseorang yang terpaksa harus mati di luar maunya sebagai korban untuk kepentingan "bersama." Rasa ketakutan, ketegangan dan penuh iba telah dengan berhasil melibat penonton selama 35 menit. Diamdiam Pina Bausch telah menggelitik nurani kita. Ia berhasil memaksa kita seakan-akan ikut bertanggung jawab atas "kematian yang disepakati" dari gadis korban upacara tersebut. Sal Murgiyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus