Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Glenn Fredly, Potret Seorang Artis dan Aktivis

Glenn Fredly seperti sosok yang digambarkan Chairil Anwar dalam puisi "Diponegoro": "Sekali berarti, sudah itu mati."

18 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penyanyi Glenn Fredly tampil dalam konser tunggal bertajuk “Menanti Arah” di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu, 17 Oktober 2015./TEMPO/STR/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Glenn Fredly memiliki komitmen besar terhadap eksistensi kebudayaan Nusantara.

  • Glenn memiliki gagasan, pandangan hidup, dan jiwa nasionalisme yang besar.

  • Sekalipun Glenn merupakan artis papan atas dan memiliki popularitas luar biasa, uang dan kemewahan bukan tujuannya utamanya.

EMPAT tahun lalu, saya mengundang Glenn Fredly tampil dalam Toraja International Festival (TIF) 2016 di Desa Kete Kesu, Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Semenjak Kementerian Pariwisata dipegang Arief Yahya, TIF berjalan dengan dana yang sangat minim, walaupun turis yang berkunjung ke Toraja Utara sejak adanya TIF pada 2013 telah meningkat sebanyak 300 persen. Kete Kesu, desa yang menjadi lokasi TIF, bahkan mendapat penghargaan sebagai obyek wisata terbaik di Toraja tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena dana kami tidak cukup untuk membayar honor Glenn sebagai artis papan atas, saat itu saya berkata, “Datang sendiri aja, ya, Glenn, nyanyi pake gitar aja.” Sebelumnya, saya memberikan alasan mengapa Toraja sangat penting dalam konstelasi budaya Nusantara. Tanpa adanya masyarakat Toraja yang masih menjalankan tradisi budaya berusia ribuan tahun, Indonesia tidak bisa mengklaim diri sebagai negara yang memiliki peradaban kuno dan mapan sejak dulu kala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah mendengarkan penjelasan saya, Glenn berucap, “Tenang aja, Bung, aku pasti datang ke Toraja.” Pada hari-H, 17 Agustus pagi, tiba-tiba anggota staf saya berkata, “Glenn sudah mendarat di Makassar dengan The Bakuucakar. Dia sedang menuju Toraja naik bus. Krunya 18 orang!” Mendengar itu, saya melongo, karena dana yang saya berikan sebenarnya hanya cukup untuk membeli enam tiket pesawat Jakarta-Makassar. Datang ke Toraja International Festival bersama The Bakuucakar dengan format tur besar, sedikitnya ia harus merogoh kocek sendiri sebesar Rp 300-an juta.

Penampilan Glenn dalam TIF 2016 membuat ribuan penonton dari dalam dan luar negeri histeris. Manifestasi dari budaya bernyanyi masyarakat Maluku sangat terasa di panggung Glenn. Daya tarik vokal, gaya penampilan, dan aransemen musiknya yang dikemas dengan mantap oleh The Bakuucakar menjadikan dia salah satu artis pertunjukan musik live terbaik di negeri ini.

Pada akhir konsernya, Glenn berkata kepada Kalatiku Paembonan, Bupati Toraja Utara, “Tolong jaga kebudayaan di Toraja, Pak Kala.” Sulit membayangkan ada artis pop Indonesia yang memiliki komitmen begitu besar terhadap eksistensi kebudayaan Nusantara.

Glenn memang memiliki gagasan, pandangan hidup, dan jiwa nasionalisme yang besar. Sekalipun ia artis papan atas dan memiliki popularitas luar biasa, uang dan kemewahan bukan tujuannya yang utama. Keseharian hidupnya dipenuhi dengan kegiatan mewujudkan semua gagasan besarnya. Glenn dicintai banyak orang bukan hanya karena lagu-lagunya, tapi juga lantaran, untuk merealisasi gagasan-gagasannya, ia banyak bersinggungan dengan masyarakat dari berbagai kalangan.

Selama beberapa tahun saya bekerja sama dengan Glenn, kami banyak bertemu dengan berbagai kelompok: cendekiawan, rohaniwan, politikus, pejabat, pengusaha, organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat, dan lain-lain. Dalam konteks itulah sebenarnya saya melihat Glenn sebagai sosok aktivis dan pemimpin yang menggunakan popularitasnya sebagai strategi untuk menunjukkan keprihatinannya di bidang budaya, sosial, dan politik di negeri ini.

Peristiwa di Toraja yang saya saksikan sendiri adalah manifestasi dari kepeduliannya akan kelangsungan hidup lapisan budaya Nusantara yang paling tua. Di bidang sosial, ia berjuang keras untuk meningkatkan kesejahteraan rekan-rekan artis lain dengan cara menggalang persatuan artis di seluruh Nusantara dalam organisasi Kami Musik Indonesia dan mendorong lahirnya undang-undang yang dapat memberikan para pemusik hak hidup yang layak.

Berangkat dari pengalamannya di Ambon, Glenn sangat prihatin atas munculnya banyak konflik di Tanah Air yang bersumber dari agama. Di Ambon, ia berusaha menggunakan musik dan film untuk menyatukan masyarakat Ambon kembali dengan cara menjalin hubungan yang substansial antara para tokoh Islam dan Kristen. Manifestasinya adalah lahirnya film Cahaya dari Timur: Beta Maluku dan berdirinya Pusat Studi Musik Islam di Institut Agama Islam Negeri Ambon, yang ia gagas bersama saya dan para dosen di IAIN Ambon. Walhasil, terlaksanalah konferensi internasional musik Islam pertama di Indonesia pada 2019 di IAIN Ambon dengan tema “Islam, Music and Peace” yang dibuka oleh Menteri Agama pada waktu itu, Lukman Hakim Saifuddin.

Di bidang politik, sudah lama ia bergerilya meminta pemerintah pusat memberikan perhatian yang layak terhadap wilayah Indonesia timur. Untuk itu, ia banyak melobi pejabat tinggi dari tingkat menteri hingga presiden. Pemberdayaan terhadap masyarakat, terutama para seniman, dari wilayah ini menjadi perhatian utama Glenn. Sayangnya, strategi yang sudah dia pikirkan untuk melaksanakan gagasan ini belum ia sampaikan kepada saya. Glenn hanya sempat berucap, “Kunci dari permasalahan ini adalah kebijakan dari pemerintah pusat, Bung!”


 

Jika kita ingin berbicara secara proporsional, kapasitas Glenn melebihi kapasitas semua penyanyi pop di Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Bahkan para artis top dunia, seperti Bob Dylan, Bob Geldof, atau Peter Gabriel, tidak memiliki kapasitas sosial, budaya, dan politik sebesar Glenn di negara masing-masing.

 


 

Salah satu gagasan yang secara konsisten ia kerjakan di bidang musik ataupun lingkungan hidup, budaya, sosial, dan politik adalah membangun ekosistem. Ia yakin Indonesia akan menjadi negara besar jika ekosistem di segala bidang dapat terbangun. Tapi tentu saja ini merupakan pekerjaan besar yang tidak dapat ia lakukan sendiri. Karena itulah banyak waktunya dialokasikan untuk melobi ke mana-mana.

Selama 17 tahun belajar di Amerika Serikat dan mengajar di Kanada dan Singapura, negara-negara yang terbilang sangat maju, saya paham benar apa yang Glenn pikirkan. Sistem memang selalu harus diubah. Tapi, tanpa adanya sistem yang kukuh, segala gagasan dan pekerjaan harus dilaksanakan dengan banyak trial and error. Inilah yang membuat negara-negara berkembang sulit mengatasi ketertinggalannya dari negara maju.

Pada 8 April lalu, Tuhan memanggil Glenn Fredly kembali ke haribaan-Nya. Semua yang saya paparkan mengenai Glenn tersebut laiknya tidak datang dari seorang penyanyi pop yang banyak mendendangkan lagu cinta dan memiliki jutaan fan.

Jika kita ingin berbicara secara proporsional, kapasitas Glenn melebihi kapasitas semua penyanyi pop di Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Bahkan para artis top dunia, seperti Bob Dylan, Bob Geldof, atau Peter Gabriel, tidak memiliki kapasitas sosial, budaya, dan politik sebesar Glenn di negara masing-masing. Sering kali hal semacam ini tidak terlihat karena hegemoni budaya Barat membuat kita luput menilai diri sendiri secara proporsional. Mudah-mudahan suatu saat Glenn bisa mendapat penghargaan, sesuai dengan kontribusinya membangun budaya bangsa Indonesia di era modern ini.

Dalam mimpi, tadi malam Glenn datang kepada saya dan meminta maaf karena ia pergi terlalu cepat. Ia berkata, “Bung tidak perlu khawatir karena masih banyak orang besar di negeri ini.” Tentu saja seketika saya menggelengkan kepala. Saya tahu Glenn hanya mencoba membesarkan hati saya karena ada banyak gagasan yang sedang kami realisasi bersama. Salah satunya merancang strategi untuk mengangkat kehidupan budaya di wilayah Indonesia timur.

Namun, seperti kata pepatah Latin, ars longa, vita brevis: hidup manusia singkat, tapi karya seni abadi. Karya-karya Glenn sudah pasti akan kita kenang selalu. Tapi Glenn juga seperti sosok yang digambarkan Chairil Anwar dalam puisi "Diponegoro": “Sekali berarti, sudah itu mati.”

Itulah Glenn Fredly, segala sisi kegiatan dalam hidupnya memberikan arti yang signifikan bagi negeri ini. Selamat jalan, Pahlawan Budaya!

Franki Raden, Komposer dan Pengamat Musik
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus