Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dari Kandang Tiada Pelanggan

Bisnis peternakan ayam mandiri makin terpuruk. Belum sembuh digempur surplus pasokan pada 2019, harga kini makin anjlok dihajar dampak pandemi.

18 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang memilih ayam potong untuk dijual dikawasan Kalimalang, Jakarta, 16 April lalu./Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pandemi Covid-19 menggerus pasar ayam peternakan rakyat.

  • Harga jeblok seiring dengan turunnya permintaan.

  • Pemerintah menggandeng BUMN dan perusahan peternakan terintegrasi untuk menyerap surplus ayam.

LEBIH dari dua pekan terakhir, Guntur Rotua dan istrinya mondar-mandir ke kawasan Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Peternak ayam mandiri di Bogor, Jawa Barat, ini memerlukan waktu dan tenaga empat kali lipat untuk menjual 20-an ribu ekor ayam ternaknya. “Biasanya tiga atau empat hari selesai,” kata Guntur, Kamis, 16 April lalu.

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan bapak tiga anak itu kehilangan pelanggan. Sejak hotel stop beroperasi, restoran menutup gerai, dan warung pecel ayam berhenti berjualan, pasar ayam seperti lenyap. Beberapa peternak lain, kolega Guntur, terpaksa banting harga demi menghabiskan ayam di kandang. “Ada yang jual Rp 10 ribu per ekor saja, orang enggak datang.”

Lesunya bisnis peternakan ayam sebenarnya telah dirasakan sejak 2019 karena suplai berlebih. Kala itu, pasokan ayam diperkirakan mencapai 80-an juta ekor per pekan. Padahal kebutuhan hanya sekitar 55 juta atau maksimal 70 juta saat permintaan tinggi seperti pada masa Ramadan, Lebaran, Natal, dan perayaan tahun baru.

Kini, kondisi makin parah dengan adanya wabah virus corona. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional mencatat, hingga Jumat, 17 April lalu, rata-rata nasional harga daging ayam hanya Rp 28.550 per kilogram, anjlok 13 persen dalam sebulan.

Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia Singgih Januratmoko mengatakan penghentian operasi hotel, restoran, dan mal membuat omzet bisnis unggas menyusut sekitar 30 persen. Selain itu, pemendekan jam buka pasar tradisional turut mengoreksi 10 persen. “Jadi secara keseluruhan turun 40-an persen,” ucap anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar ini.

Singgih berbisnis peternakan ayam di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut dia, sudah dua pekan harga ayam di tingkat peternak berkisar Rp 5.000-10.000 per ekor, jauh di bawah harga patokan yang ditentukan pemerintah. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen menetapkan harga batas bawah pembelian daging ayam ras di tingkat peternak sebesar Rp 19 ribu per kilogram. Sedangkan batas atasnya Rp 21 ribu.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dalam rapat kerja dengan Komisi Pertanian DPR, Kamis, 16 April lalu, menegaskan bahwa pemerintah telah berkomunikasi dengan perusahaan peternakan terintegrasi—biasa disebut mitra atau integrator—untuk mencegah peternak mandiri gulung tikar akibat Covid-19. Hasilnya, dia menjelaskan, perusahaan mitra akan membeli ayam hidup dari peternak mandiri minimal pada harga batas bawah peraturan Menteri Perdagangan. Peternak mandiri yang dimaksud tak mencakup peternak binaan perusahaan.

Kementerian Pertanian akan memfasilitasi penyewaan infrastruktur pendingin (cold storage) yang diperlukan perusahaan integrator untuk menyimpan ayam tersebut dalam bentuk karkas. Kementerian juga memfasilitasi biaya distribusi karkas itu ke pasar atau konsumen. Perusahaan mitra pun, Syahrul melanjutkan, berkomitmen mengolah sebagian ayam dari peternak mandiri menjadi beberapa produk turunan, seperti chicken nugget atau produk lain yang menarik konsumen.

Pada hari yang sama, masalah harga ayam ini juga dibahas dalam rapat koordinasi tentang pangan di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian. Hasilnya, pemerintah memerintahkan dua badan usaha milik negara, yakni PT Berdikari (Persero) dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), menyerap surplus ayam milik peternak rakyat. “Berdikari dan PPI akan mendapat penugasan penyerapan ayam hidup dan disimpan dalam bentuk karkas,” tutur Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian Musdalifah Mahmud kepada Tempo, Jumat, 17 April lalu.

Guntur menyambut baik kebijakan tersebut. “Kalau benar seperti itu, akan sangat membantu. Peternak rakyat bisa selamat, minimal tidak bangkrut,” ujarnya.

Sebab, menurut Guntur, selama ini masalah justru berada di Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Pasal 12 peraturan itu mewajibkan pelaku usaha yang memproduksi ayam ras potong (live bird) dengan kapasitas minimal 300 ribu ekor per pekan mempunyai rumah potong hewan unggas berfasilitas rantai dingin. Guntur menilai, semestinya kapasitas pendingin yang wajib dimiliki perusahaan juga disesuaikan dengan kapasitas produksi. “Jangan peternak kecil dan perusahaan besar disamakan ketentuan kapasitas pendinginnya.”

RETNO SULISTYOWATI, EKO WAHYUDI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus