Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
|
Tujuh puluh delapan seniman Amerika yang masing-masing memamerkan satu lukisan aslinya (bukan reproduksi) sungguh suatu peristiwa langka. Apalagi di Erasmus Huis, Pusat Kebudayaan Belanda, digelar pula pameran puluhan lukisan Bali "kuno". Dan di Hotel Borobudur dipamerkan 105 lukisan dari 17 pelukis Rusia, yang juga menandai 50 tahun persahabatan Indonesia-Rusia. Jakarta pun semarak. Indonesia yang sedang dalam krisis ekonomi yang parah memerlukan kegiatan kebudayaan yang demikian untuk bisa terpanggil kembali menekuni jati dirinya. Dengan cara begini, sedikit demi sedikit kita bisa menaruhkan cermin di depan wajah kita.
Seniman besar Amerika yang mengambil bagian antara lain Christo, Roy Lichtenstein, dan Robert Rauschenberg. Dengan teknik litograf, Christo bersama Jeanne Claude menampilkan Orange Store Front, Project, rancangan bangunan sebuah etalase, yang persis desain seorang pemborong bangunan. Roy Lichtenstein, dengan teknik litograf/screenprint, memamerkan Landscape with Boats, pemandangan danau dengan perahu dalam suasana "pointilistis". Sedangkan Robert Rauschenberg, dengan teknik screenprint, memamerkan LA Uncovered, yang terdiri atas kolase beberapa obyek bangunan (salon kecantikan, tempat praktek dokter gigi, restoran Cina, dan lain-lain) di sisi jalan raya yang khas Amerika.
Karya lain yang menarik adalah lukisan Jon Meyer yang menggunakan komputer, Ice Mountain, yang menggabungkan berbagai unsur pop art, suasana surealistis, dengan sifat bermain-main yang mengasyikkan. Sedangkan Words Mistaken for Gold, lukisan cat pada kanvas karya Squire Broel, membimbing kita pada suasana Zen. Ikan itu seperti sedang menangkap getaran dari seluruh rasa danau atau sungai tempat ia hidup. Sementara itu, Red Passion, dengan teknik intaglio, karya Jim Dine, terasa sufistik. Pada lukisan dengan suasana merah ini, bidangnya dibagi oleh burung merah dan hati merah yang memperlihatkan lambang dari keyakinan yang tegas akan suatu kebenaran yang dihayati sang pelukis. Con Edison Men, karya Yan Hsia, dengan cat di atas linen, merupakan catatan akan waktu yang merambah sampai pada saatnya melibas manusia.
Dalam kata pengantarnya, penyelenggara pameran ini, Meridian International Center, Washington, menyatakan bahwa pameran ini merupakan gambaran keadaan seni lukis yang mewakili berbagai daerah di Amerika pada fajar milenium baru. Dan mungkin karena itulah pameran ini akan berkeliling di seluruh Asia Tenggara dan Cina.
Setelah suguhan Paul Taylor Dance Company pada Desember 1999, pameran ini mengingatkan kembali akan peran kebudayaan Amerika Serikat di negara-negara berkembang. Berkenaan dengan pameran ini, penontonjika boleh dikira-kiraterbelah menjadi tiga bagian menurut selera masing-masing. Kelompok pertama terdiri atas sejumlah perupa dan dosen seni rupa yang menyukai pameran ini karena membawa angin segar. Kelompok kedua terdiri atas sejumlah perupa yang menyatakan pameran ini berada di bawah standar. Sedangkan kelompok ketiga, yang terdiri atas para cendekiawan, menyatakan inilah pameran silaturahmi Presiden Bill Clinton kepada Indonesia.
Danarto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo