Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Cinta di Antara Dera Kolera

Kali ini luangkan waktu Anda untuk film yang tengah diputar di bioskop ini. Sebuah persembahan tentang cinta di tengah penyakit kolera di Cina.

6 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THE PAINTED VEIL Sutradara: John Curran Skenario: Ron Nyswaner Pemain: Edward Norton, Naomi Watts

Shanghai 1925

Nun di sebuah perkampungan terpencil jauh di luar Shanghai yang tengah didera kolera, Kitty Fane (Naomi Watts) terseok-seok mengikuti sang suami. Walter Fane (dengan penampilan bagus, Edward Norton) memandang istrinya dari kejauhan dengan dingin dan hati yang sudah membatu. Kepadanya, Walter mengatakan dia berniat mencegah penyebaran epidemi di kampung ini. Sang suami, ahli bakteri itu, punya agenda lain yang tak pernah terucapkan. Sebuah keinginan fatal: pembalasan kepada dirinya sendiri yang “begitu bodoh karena jatuh cinta kepada seorang istri yang tak akan pernah mencintainya” dan berharap kolera akan menewaskan keduanya.

Jatuh cinta pada perempuan yang tak akan mencintainya? Itu dimulai dengan musik minor Eric Satie, yang mampu menerjemahkan spektrum perasaan yang ekstrem: dari dinginnya es hingga panasnya matahari. Bagi Kitty, Walter adalah tiket untuk kebebasannya keluar dari cengkeraman ibunya yang dominan. Dan ongkos dari keputusannya itu adalah menghadapi suami yang luar biasa mencintainya, sementara dia sendiri merasa bosan dan mudah jengkel. Perkenalan Kitty dengan diplomat licin Sydney Townsend (Live Schreiber) yang berujung pada perselingkuhan yang panas itulah yang kemudian membawa pasangan ini ke Shanghai. Menuju maut.

Diangkat dari novel karya Somerset Maugham, film yang mengambil seting tahun 1920-an ini bukan hanya menggambarkan penderitaan dalam sebuah perkawinan, melainkan desa di Shanghai yang miskin dengan penduduknya bergelimpangan satu per satu di setiap pojok dihajar kolera itu menyajikan sebuah sinematografi yang berjodoh dengan musik Eric Satie. Pedih, sekaligus indah.

Itu pula emosi yang ditampilkan Naomi Watts sebagai Kitty yang perlahan berubah, dari istri yang dingin, egois, dan manja menjadi perempuan dewasa yang mencoba merebut perhatian dan kepercayaan suaminya kembali. Edward Norton sebagai suami yang jujur, simpatik, dan hampir hancur dimakan dendam selalu saja berhasil menjadi “aktor bunglon” yang mampu tampil berbeda. Menyaksikan Norton selalu membuat kita menghargai seni peran sebagai sebuah seni yang meniupkan nyawa ke dalam sebuah film.

Inilah film yang justru berhasil mengembangkan novel aslinya, yang menggambarkan tokohnya jauh lebih detail dan mendalam. John Curran (sutradara We Don’t Live Here Anymore) memang seorang master dalam mengaduk emosi, digabung dengan penulis skenario Ron Nyswaner (Philadelphia), film ini akan berhasil menggantikan rasa rugi setelah menyaksikan rentetan film bodoh yang merampas waktu dan uang Anda (dan ini termasuk film-film horor Indonesia yang belum selesai juga masa penayangannya!).

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus