"YANG paling salah sekarang di Indonesia, adalah menyamakan
aliran abstrak dengan nilai yang lebih tinggi", kata drs. Anam,
pendiri dan pimpinan Sekolah Tinggi Seni Rupa Nasional Jakarta.
Ia berkata dalam Ruang Pameran Museum Pusat ketika
diselenggarakan pameran 5 mahasiswanya yang nyaris merenggut
gelar Sarjana Muda. Walaupun kerepotan yang berlangsung tanggal
21 sampai 25 Pebruari itu tidak juga bisa dikatakan sebagai
gerakan anti lukisan abstrak.
"Abstrak hanya salah satu cara saja. Kami mengarahkan para
mahasiswa kepada naturalis dulu. Abstrak nanti gampang, asal itu
karena kesadaran. Ini memang bertentangan dengan yang dilakukan
anak-anak di TIM", ucap alumnus IKIP Yogya itu selanjutnya. Yang
dimaksudnya dengan anak-anak TIM adalah para mahasiswa Akademi
Seni Rupa LPKJ. "Lebih baik mereka menjadi ilustrator biasa
daripada seniman gadungan".
Untuk Pambangunan
Sekolah ini nampaknya cukup bangga memiliki predikat sekolah
tinggi seni rupa tertua (terdaftar pada Departemen PTIP - No
47/B SWT/P/62). Tetapi dengan usia perguruan yang 15 tahun, para
mahasiswa yang tampil kali ini (Ar. Soedarto, A. Syatori Hamdu,
Bambang Suryanto, Purnawarman dan Santoso Utomo) tidak
membayangkan kematangan almamater mereka. Bisa jadi karena
pameran ini pameran wajib, sebagai syarat melewati ujian. Di
samping segala sesuatu tampak sederhana sekali nilai-nilai yang
hendak digapai karya-karya tersebut tampaknya enteng-enteng
saja. Mungkin juga sudah terlalu terjebak oleh motto perguruan
mereka yang berbunyi: Seni rupa llntuk pendidikan, pembangunan
dan masyarakat. Atau mungkin karena bakat para mahasiswanya.
Tetapi bisa juga karena kwalitas para pengarahnya. Mari kita
lihat.
Soedarto menjejerkan 12 karya dengan judul yang sama: Mosaic.
Hampir semuanya merupakan sikutan pengaruh pelukis Sadali. Di
sana kita melihat segala sesuatunya bermula dari segitiga.
Garis-garis diagonal, yang kadangkala putus-putus. Untung saja
tidak dipergunakan warna emas, sehingga kita tidak usah terlalu
kasar untuk mengatakan pelukis ini telah menyia-nyiakan dirinya
menjadi epigon, pada saat ia nyaris sarjana muda. Soedarto
sesungguhnya memiliki ketrampilan teknis yang bagus, sayang
sekali hal tersebut tidak ditukikkannya ke dirinya sendiri. Di
samping karya-karyanya menjadi komposisi-komposisi yang baik,
tak terasa ada tuntutan apa-apa. Belum ada isi yang merasuk ke
dalam.
Ciliwung Yang Coklat
Lebih gawat lagi pada Syatori Hamdu, yang memamerkan 10 lukisan
dengan judul-judul puitis. Mahasiswa ini jelas sedang tenggelam
dalam kesibukan untuk mencoba segala macam gaya dan cara dalam
rangka menemukan diri. Ia melukis dengan gaya abstrak,
ekspresionis, realis, juga membuat disain textil. Pada beberapa
buah lukisan ia mencoba memainkan textur. Tetapi tak sempat
mantap - baik sebagai percobaan memanfaatkan teknik maupun
sebagai usaha mencuatkan suasana air terjun dan bukit yang
menjadi objek.
Tapi itu juga terjadi pada Santoso Utomo, yang jelas punya
ketrampilan melukis molek macam Basuki Abdullah, tetapi
menyia-nyiakan diri dengan melukis objek-objek yang dangkal.
Seperti Orangdari seberang misalnya, yang memperlihatkan sebuah
kepala dengan bau musik pop. Ia sesungguhnya menguasai anatomi,
warna, dan punya imajinasi yang kuat. Seperti terpantul dari
karyanya yang bernama Kalut, yang mirip suasana impian dalam
lukisan-lukisan Basuki Abdullah.
Bambang Suryo dengan beberapa buah lukisan abstrak
memperlihatkan sesuatu yang lebih dinamis dalam soal warna dan
masalah. Toh tidak lebih dari komposisi-komposisi comotan dari
beberapa pelukis Bandung yang pernah pameran di TIM. Barangkali
dalam pameran ini baru Purnawarman vang bisa banyak
diperhitungkan. Dia melukis secara naturalis. Gambar bentuknya
secara teknis sudah menampilkan suasana, irama dan juga emosi
pelukisnya. Demikian ia sempat melukis Sungai Ciliwung yang
coklat, Rumah Nelayan di lingkungan pohon kelapa yang berhasil
menangkap suasana setempat. Juga pelabuhan dengan perahu-perahu
layar dan suasana sunyi yang mengharukan. Pilihan warna, sudut
pandangan dalam melukis, memperlihatkan kesederhanaan dan
kejujuran. Meski ia juga belum benar-benar mantap, di antara
kawan-kawannya yang masih gelisah mencari, mahasiswa ini
kelihatannya telah mendapat jalur.
Selain lukisan, dalam pameran juga dipamerkan disain textil dan
interior rumah yang tidak begitu menarik. Tetapi bahwa ini
sebuah usaha swasta yang telah berumur 15 tahun, serta sebentar
lagi akan menempati sebuah gedung yang berharga 20 juta sebagai
tanda simpati Gubernur, memang menarik.
PW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini