Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERANG TROYA TIDAK AKAN MELETUSKarya | : | Jean Giraudoux | Sutradara | : | Suyatna Anirun | Kelompok | : | Studi Klub Teater Bandung | Tempat | : | Taman Budaya Jawa Barat | |
Maka, para aktor STB yang berperan sebagai serdadu Troya berteriak-teriak mencari perwira Yunani itu. Gerbang berganda Troya yang tergembok rapatkarya perupa Tisna Sanjayadijengkangkan. Balatentara Troya dengan tombak siap menghadapi serbuan legiun Yunani. Tetapi, ketika pintu terbuka, terpampanglah sebuah pemandangan yang mengasyikkan. Helena (Alit Sulastri), Ratu Yunani yang diculik Paris (Dedi Warsana), sang Pangeran Troya, tengah berpeluk cium dengan Troilus (Kemal), pemuda Troya berusia 15 tahun. Para pemain STB bersorak. Dari sisi kanan panggung mereka berhamburan membawa spanduk bertuliskan: Share Love, Not War.
Dengan akhir demikian, STB ingin menggumpalkan semangat cemoohan Giraudoux atas perang. Sebelumnya, lebih dari 44 pemaindalam sebuah seting dengan empat pilar dan patung-patung ala Yunaniterlibat dalam dialog-dialog panjang. Kali ini hanya ada tiga pemain senior STB yang mendukung pementasan: Mohamad Sunjaya (raja Athena) dan Yati S. (Hekuba, istri Hektor).
Melalui naskahnya ini, dramawan Prancis Giraudoux (1886-1946) ingin menyindir Perang Dunia I. Ia melakukan semacam reecriturepenulisan kembali atas kisah penculikan Helana dari Iliad karya Homerus. Dalam babon aslinya kita tahu perang kemudian berlangsung selama 10 tahun. Fokus Giraudoux adalah hari-hari menjelang keputusan perang. Itulah hari-hari saat para panglima Yunani yang dikirim oleh Menelaos untuk mengambil istrinya Helenayang diculik Paris ketika mandi di lautdengan melakukan negosiasi dengan para panglima Troya.
Giraudoux mengangkat sikap hipokrit kepahlawanan dalam naskahnya yang penuh dialog dan argumentasi moral tentang perang. Pada dasarnya Perang Troya tercipta bukan soal Helena semata. Penculikan sang ratu adalah suatu blessing in disguise bagi Yunani untuk menganeksasi Troya yang kaya raya. Ulyses, panglima Yunani, adalah figur cerdas dan suka berdiplomasi. Hector penuh filsafat perdamaian. Demokos, sang penyair, menghubungkan perang dengan harga diri. Sementara itu, Busiris adalah ahli hukum, pakar soal hak-hak suatu negara berperang. Melalui sejumlah karakter inilah, Giraudoux mendedahkan uraian-uraian filsafatnya.
"Naskah lengkapnya sangat verbal," tutur Suyatna. Dua puluh tiga tahun lalu STB pernah memainkannya berdasarkan naskah terjemahan Jim Adilimas yang lengkap. Menurut Suyatna, saat itu STB tak berhasil memindahkan bahasa sastra ke dalam bahasa peristiwa. Kala itu Jim Lim berjanji bahwa nanti naskah ini akan dipentaskan lagi. Tapi baru sekarang STB dapat menebus janji itu.
Karena itu, Suyatna tak ingin terjebak pada argumentasi berlarat-larat itu. Naskah tiga jam diperas menjadi dua jam. "Dulu kami begitu takut mengubah sebuah naskah," tutur Suyatna. Alhasil, alur peristiwa di panggung mengalir lancardialog-dialog mudah dicerna penonton. Tetapi irama lamban STB yang terkenal itu toh tidak hilang total. Lampu yang terasa konstan sepanjang pertunjukan dan bloking-bloking serta koor penduduk Troya yang ditata konvensional menyumbangkan kondisi itu. Atmosfer Romawi sering tak terpegang sebagai risiko tak melakukan adaptasi. Contohnya saat Dewi Iris muncul di langit, sang aktor berdiri di atas kubus hitam beroda berhias gambar seperti awan untuk mengesankan ia berjalan di mega-megasungguh janggal.
Bukan masalah bila aktor-aktor itu memakai baju zirah. Yang penting, saat Uep, Sunjaya, Yusef, Ayipemeran Demokos, Priamos, Hektor, Ulysesyang mengenakan kostum pasukan ala "Benhur", terlibat dalam baku dialog, terasa persoalan yang dibincangkan juga persoalan kita semua. Di situlah keberhasilan realisme. Tetapi, saat penampilan sang aktor lemah, dengan kostum itu para aktor Indonesia itu tengah berpura-pura melakonkan sesuatu yang asing. Pemeran Helena termasuk kategori yang belakangan. Demikian pula pemeran penduduk Troya. Masalahnya, ini adalah bagian dari program regenerasi yang tengah diselenggarakan di dalam STB. Para pemain muda adalah hasil gojlokan Acting Course, sebuah pelatihan drama yang diselenggarakan STB secara rutin. Tanpa penampilan mereka, kaderisasi yang tangguh pada teater modern tertua di Indonesia ini tak akan tercipta, meski itu harus sedikit mengorbankan nuansa.
Seno Joko Suyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo