Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
What Money Can't Buy: The Moral Limits of Markets
Pengarang: Michael J. Sandel
Penerbit: Farrar, Strauss and Giroux, New York, 2012
Halaman: 244 + viii
BERAPA harga keperawanan bagi Bupati Aceng? Berapa harga yang mesti dibayar per kepala untuk peserta demonstrasi? Berapa tarif untuk lolosnya peraturan dan undang-undang? Berapa ongkos yang mesti dibayar untuk membeli sahabat follower di Twitter? Berapa tarif untuk serangkaian upacara dan doa? Semua urusan diukur dengan uang! Buku Michael J. Sandel, What Money Can't Buy, mencoba mengungkap merosotnya dunia publik akibat berkuasanya uang di segala bidang kehidupan.
Ada puluhan contoh diajukan Sandel untuk menegaskan bagaimana uang menggantikan semua hubungan sosial. Salah satunya adalah praktek di Amerika: setiap tahun, ratusan bayi lahir dari ibu yang kecanduan narkoba. Untuk melindungi anak, seorang tokoh mengusulkan pendekatan insentif berbasis pasar: memberikan 300 dolar kepada setiap perempuan yang kecanduan narkoba asalkan mau mensterilkan kandungan. Akibatnya, bukannya mengurangi perempuan pecandu narkoba dan melindungi bayi, insentif ini malah "mensubsidi" pembelian narkoba di kalangan perempuan (Sandel, halaman 43).
Di sini, bagi Sandel, insentif dan suap sukar dibedakan. Suap dan insentif memiliki efek yang sama: mem-bypass dan menggantikan dimensi persuasif dan aspek intrinsik dari tindakan. "You don't care enough about your own well-being.... You do it because, I'll pay you!" Di Amerika, uang dan insentif menggantikan semua basis legitimasi dari tindakan.
Akibatnya, praktek politik kontemporer semakin menyingkirkan moral publik. Moral publik di sini tak berurusan dengan agama, tapi common goods, kebersamaan dalam kemanusiaan. Orang makin mengukur legitimasi tindakan berdasarkan formulasi pasar, semua sah apabila "harga cocok", semua bisa lancar asalkan insentifnya jelas. Menurut Sandel, ini merusak. Mengapa? Sandel mengajukan dua alasan, yakni ketaksetaraan dan korupsi!
Dalam masyarakat dengan segala hal for sale, hidup akan makin menyulitkan bagi mereka yang tak mampu. Semakin banyak hal yang diukur dengan uang, semakin tersingkir orang miskin dari kehidupan. Kedua, Sandel mengatakan bahwa pasar memiliki dimensi yang korosif. Menyematkan harga pada semua hal mendorong orang ke arah korupsi. Pasar tak hanya mengalokasikan benda, tapi juga mengekspresikan perilaku tertentu terhadap benda tersebut. Membayar pecandu narkoba untuk sterilisasi kandungan barangkali bisa menolong bayi, tapi tak membuat orang tersebut menghargai kehidupan. Menyuap sekolah untuk kursi mahal buat anak barangkali bisa menjamin masa depan anak, tapi selain mencuri kesempatan dari orang yang lebih berhak, praktek itu merusak karakter anak sendiri.
Sandel melanjutkan dengan menegaskan bahwa akibat krisis di Amerika dan Eropa kini, era kedigdayaan ekonomi pasar sebenarnya sudah rontok. Namun kerusakan yang ditimbulkannya telanjur merasuk. Sandel membedakan ekonomi pasar dengan market society atau masyarakat pasar. Ekonomi pasar adalah sebuah sistem yang masih bisa dikontrol, sementara masyarakat pasar adalah transformasi sosial ketika seluruh bidang kehidupan telah menjadi pasar dan dapat dikomodifikasi. Masyarakat pasar kontemporer, bagi Sandel, membawa modus kehidupan kontemporer—secara etis—sama dengan zaman perbudakan: menilai dan mengklaim bisa membeli manusia dengan uang.
Ia mengatakan ada bidang-bidang kehidupan yang tak bisa bahkan tak boleh diukur dengan uang. Sandel menggemakan kembali temuan empiris pemikir sosial Inggris, Richard Titmuss, mengenai gift relationship. Titmuss membandingkan praktek donor darah di Inggris yang nonkomersial dan di Amerika yang komersial. Sistem donor darah yang dikomersialkan menghasilkan kualitas darah yang jauh lebih rendah, lebih banyak tertular penyakit, dan lebih banyak yang mubazir. Titmuss membuktikan bahwa kesukarelaan lebih mampu menjamin kualitas kehidupan. Temuan Titmuss ini diteruskan oleh Sandel di buku ini.
Sandel memang tak menguraikan lebih terperinci model normatif dan kebijakan sosial bagaimana yang mampu menahan kerusakan akibat komodifikasi segala bidang kehidupan. Ia sengaja mengabaikan pertanyaan soal teknis-kebijakan dan mengajak menjawab pertanyaan dasar mengenai esensi dari kehidupan bersama. Apakah kita hendak hidup dalam masyarakat dengan semua relasi, urusan, pikiran, serta perasaan yang diukur dan diatur oleh uang? Ataukah kita mau membentuk masyarakat dengan kepedulian, civic goods, persahabatan, kesukarelaan, dan kasih sayang menjadi dasar?
Indonesia dianggap memiliki demokrasi yang kokoh, tapi pada saat yang sama politik kita sebenarnya makin merosot. Akibat invasi pasar, kita semakin sulit membedakan mana pranata politik dan mana pasar. Semua hal, yang prinsip sekalipun, bisa dibeli-dijual dalam politik. Pada titik ini, buku Sandel bisa membantu kita memikirkan upaya membersihkan politik dan mengembalikannya pada makna asalnya sebagai upaya untuk mencapai kebaikan umum.
Robertus Robet, pengajar sosiologi UNJ
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo