SADALI bagaikan seorang sufi, yang memandang hidup dan
kehidupan ini dari satu titik di mana ia tidak lagi tersapa
oleh hal-hal yang bersifat sementara dan beserba", tulis Ajip
Rosidi dalam katalogus pameran Ahmad Sadali di ruang pameran
TIM -- 10 s/d 16 Maret yang lalu. Ketua Dewan Kesenian ini
memuji Sadali sebagai salah seorang pelukis yang dianggapnya
terpenting dewasa ini. Anak Garut dan Guru Besar pada Departemen
Senirupa I.T.B. ini dianggapnya sangat produktif, dan kini
cenderung memancarkan soal-soal keagamaan dalam
kanvas-kanvasnya. "Suasana yang ditimbulkan oleh penggunaan
warna emas pada dasar hitam kecoklatan memberikan efek
keheningan dan ketenteraman, keagungan dan kesahduan" tulis
Ajip.
Sejumlah 47 lukisan abstrak Sadali dari tahun 1975--1976,
semuanya menghamburkan warna emas. Membuat suasana ruang
pameran seperti tempat untuk bersemedi. Pelukis yang pernah
muncul dengan bantal-bantal kecil dalam pamerannya yang lalu,
kali ini masih sempat menampilkan sisa bantalnya yang diberi
judul Relief & Lelehan Emas Oker dan Relief Biru & Lelehan Emas.
Selebihnya adalah tema "gunungan" -- simbul kehidupan, kata
orang yang berbentuk segitiga dengan torehan garis vertikal dari
puncaknya. Lukisan-lukisan yang bernilai sekitar Rp 25.000
sampai Rp 250 .000 ini, terdiri dari bermacam-macam format. Yang
paling besar di antaranya berukuran 150 x 200 Cm dengan judul
Gunungan. Kanvas yang berlatar kelam ini, menampilkan bidang
segiempat yang ditumpangi oleh segi tiga keputihan, bagaikan
segi tiga pengaman, dengan sapuan kwas besar dan tekstur yang
kasar. Lukisan yang terbilang salah satu dari yang terbaik dalam
pameran ini terasa membawa kita pada suasana baheula tidak
saja berhasil dengan efisien mengisi format besar itu sehingga
terasa dalam dan padat. Ia juga melantunkan suasana bersahaja
yang sangat sungguh-sungguh. Ia menangkap segi-segi yang bening
dalam hidup, sehingga membuat kita terpaku lalu terasa sesuatu
yang kudus meruap dari kanvas itu.
Hasrat Besar
Suasana luhur dengan kuat pula terpancar dari lukisan Gunungan
(3) yang berlatar biru dengan sebuah gunungan yang ditoreh oleh
garis merah yang menyala. Dari sisi atas kanvas terlihat guratan
garis merah yang putus-putus dan samar-samar pula -- seakan-akan
mau nyambung dengan garis di tengah gunungan. Kalau boleh
ditafsirkan, ini seperti hasrat besar untuk menggapai sesuatu
yang jauh dengan keterbatasan manusia sebagai bebannya. Dalam
suasana yang sama. Lukisan yang bernama Tiga Jalur Emas 1976
Pada Tablet (11) dan kemudian Gunungan (4) yang juga
berdasarkan bidang segi tiga, ditoreh tengahnya -- lalu beberapa
kepingan menjadi kelam dan bersatu dengan latarnya yang dalam.
Tiba-tiba gunungan ini seperti gerbang, membersitkan rasa rindu
paa Yang Esa. Segalanya telah selesai dan pasti, tak ada
pergulatan dan kebimbangan lagi, tinggal memasuki saja gerbang
itu atau memanjat garis ke puncak segi tiga.
Begitu juga halnya dengan lukisan-lukisan yang lain. Semuanya
hampir menyuarakan sesuatu yang sama, yang telah selesai. Hanya
komposisinya memang mengalami variasi. Kadangkala menonjol
peranan torehan emas dibuat dengan tekstur yang kasar,
kadangkala hanya sapuan bidang dengan kwas besar yang
transparan, dengan latar belakang bidang yang seakan-akan
cakrawala. Sempat pula kita teringat pada Srihadi karena ada
kesan-kesan garis horison pelukis ini muncul dalam kanvas
Sadali. Tapi Sadali memiliki sesuatu yang klas, yang akan
segera membedakan ia dengan pelukis-pribumi lain, yakni
garis-garis menyilang yang kadangkala serupa tanda "kali"
kadangkala tanda "tambah". Di samping itu, ia ternyata sulia
mempergunakan sedikit warna dalam satu kanvas --sehingga
lukisannya memberikan tekanan pada nuansa warna yang sejenis.
Pada beberapa lukisan yang berformat kecil misalnya, Sadali
menempatkan segi tiganya dalam guyuran warna putih. Bahkan
torehan-torehan emasnyapun digulat oleh warna keputihan.
Lukisan-lukisan tersebut menjadi pucat. Selintas hanya
memancarkan kesan samar yang lembut tapi kemudian tampak
tekstur, dan sapuan bidangnya yang spontan menjadi kaya dengan
asosiasi. Kalau seorang Rembrandt katanya pernah bilang bahwa
dalam gelap ada warna dan dalam hitam ada warna, mungin bisa
dilanjutkan: dalam sunyi dan pucat versi Sadali ini ada suara
dan gerak. Dengan kata lain, lewat tema dan bentuk yang sejenis,
bahkan kadangkala warna yang itu-itu juga muncul, Sadali toh
sudah memberikan sesuatu yang lain dalam setiap kanvasnya.
Paling sedikit kelainan dalam intensitas pendekatannya pada
tema.
Dalam hal itu boleh diulang apa yang dikatakan oleh pelukis
Zaini. Ia menganggap adalah mustahil mengharapkan dari
pelukis-pelukis yang sudah menemukan bentuknya yang mantap,
untuk setiap kali muncul kembali dengan bentuk-bentuk lain. Hal
ini katanya memang merupakan ciri dari mereka yang sedang ngebet
untuk mencari-cari atawa membuat eksperimen. "Seperti juga
mustahil untuk mengharapkan Affandi selalu berubah-ubah sesudah
sampai pada tarafnya yang sekarang", kata pelukis yang suka
melukis perahu itu.
Pernyataan Zaini tentunya tidak bermaksud mengatakan bahwa
setiap pelukis akan pensiun sesudah sekali menemukan bentuknya
yang dia suka. Ia hanya mengutarakan bahwa proses pencarian
kemudian beralih pada kadar intensitas penampilan di dalam
kanvas. Barangkali ini pula resepnya yang cocok untuk menikmati
lukisan-lukisan Sadali, yang bodohnya saja: tidak lebih dari
pulasan emas, bantal-bantal kecil garis-garis silang dan sapuan
besar yang spontan. Ditambah sebuah lukisan kaligrafi yang tidak
istimewa (21).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini