Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panggung begitu minimalis. Hanya ada garis putih yang mengelilingi lantai, dua papan, dan sebuah pintu. Itu pun hanya sesekali digunakan. Tiga pemain, Tetsuro Koyano, Sae Namba, dan Ayako Araki, menjadi tiga pemburu muda yang kelaparan.
Terhuyung-huyung diterjang "badai", mereka menemukan restoran di tengah hutan: The Mountain Cat Inn Restaurant. Suara pemiliknya yang tak berwujud mengajukan berbagai syarat sebelum mereka dapat menikmati daging dan kemewahan. Tanggalkan: jaket, topi, dan senapan. Lumuri tubuh dengan cuka dan garam.
Inilah The Restaurant of Many Order yang disajikan Hiroshi Koike. Koike adalah dedengkot Pappa Tarahumara. Dua kali ia membawa pentas Pappa ke Jakarta. Pada 2001, dalam Art Summit ke-3 di Taman Ismail Marzuki, ia menyajikan Love Letter. Ia membawa mobil-mobilan di panggung yang dikendalikan remote control. Pertunjukan ini ditutup dengan adegan laki-laki dengan punggung ditempeli baling-baling duduk termangu menghadap patung-patung kecil bersosok perawat, polisi, dan tentara.
Kemudian Three Sisters, di Salihara, Jakarta Selatan, pada 2009, yang lebih ringan dan kocak. Nomor ini diinspirasikan Three Sisters karya dramawan Rusia, Anton Chekov. Di panggung kita lihat juga selotip putih ditempel membentuk ruang persegi empat. Ketiga perempuan itu seolah-olah remaja yang ingin menerabas semua aturan. Mereka berlarian sembari membawa sumpit mengelilingi panggung, berjumpalitan, menjengkangkan badan, mengisap rokok, meniup balon, meraih mikrofon, menyanyi rock dalam bahasa Jepang, dan meluncurkan scat singing, rentetan kalimat tanpa makna.
Dua pertunjukan itu sama sekali tak naratif, dan sangat urban. Pentas energetik, "semrawut", seolah-olah tanpa pola atau desain, tapi mengalir enak dilihat. Kini Pappa, yang didirikannya pada 1982, dibubarkannya. Ia membentuk Koike Hiroshi Bridge Project, yang agaknya menoleh pada tema non-urban. Tragedi tsunami dan kebocoran nuklir Fukushima pada Maret 2011 yang membuat Koike berbuat demikian. Ia terguncang karena kampung halamannya, Ibaraki, porak-poranda. Rumahnya hanya terletak sepuluh kilometer dari reaktor nuklir di Tokaimura. Bencana ini membuatnya banyak berpikir tentang hubungan manusia dengan alam.
Dengan kelompok barunya itu, Koike hendak mengeksplorasi isu yang berkenaan dengan relasi alam dan manusia. "Setelah tragedi tersebut, saya hendak menentukan arah baru," ujarnya di Teater Salihara, 19 Oktober lalu. Proyek pertama yang digarapnya adalah The Restaurant of Many Orders, yang diangkat dari kisah fabel yang ditulis sastrawan Jepang era Showa, Kenji Miyazaki. Ini adalah satu dari tiga tulisan Miyazaki yang direncanakan Koike dipentaskan tiga-empat tahun ke depan.
"Kisah Miyazaki banyak membandingkan hubungan dua dunia, baik dunia ini dengan dunia lain, manusia dengan binatang, maupun manusia dengan alam," katanya. Sepanjang pementasan yang berlangsung sekitar satu setengah jam ini, ketiga aktornya (Tetsuro Koyano, Sae Namba, dan Ayako Araki) bertransformasi menjadi berbagai sosok, dari manusia, binatang, hingga sosok mistis pemilik restoran. Tetsuro Koyano, pemain yang pernah mempelajari kesenian Bali, menyuntikkan elemen dari daerah ini dengan melantunkan macapat seperti yang digunakan dalam Arja, pertunjukan sendratari Bali. Agem pada laki-laki, yang merupakan gerak dasar tari Bali, juga beberapa kali ia gunakan.
Seperti pentas Three Sisters, pertunjukan ini banyak memberikan unsur komedi slapstick yang dipadukan dengan gerakan akrobatik yang menguras tenaga. Contohnya, saat adegan perburuan, ketiganya tak hanya saling menjatuhkan, melompat, dan bersalto, tapi juga melakukan gerakan komikal, seperti menendang bokong atau jatuh berguling secara berlebihan.
Ratnaning Asih
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo