Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Trowulan Tetap Terancam

Sebuah badan dunia untuk kelestarian situs purbakala memasukkan Trowulan sebagai situs dalam kondisi bahaya. Belum ada upaya penyelamatan serius.

28 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua tenda putih berukuran dua kali lapangan basket terlihat di sebelah timur gedung Museum Majapahit, Trowulan, Mojokerto. Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan bukan sedang punya hajat. Tenda berbahan membran itu adalah cungkup untuk melindungi hasil ekskavasi berupa struktur bangunan batu bata sekaligus menjadi sarana bagi masyarakat menikmati peninggalan kuno.

Model cungkup yang juga digunakan sejumlah negara Eropa untuk melindungi situs purbakalanya dari gangguan cuaca ini dipilih buat menggantikan bangunan beton permanen yang diprotes banyak arkeolog pada 2009. Waktu itu pemerintah berniat membangun museum di atas situs, yang dinilai akan menghancurkan struktur bangunan tua.

"Dulu kami merencanakan penelitian enam bulan, lalu dibangun. Kenyataannya, penelitian dan proyek pembangunan berjalan bersamaan," kata Kepala Museum Majapahit Wicaksono Dwi Nugroho. Akibatnya, struktur batu bata yang masih dalam penelitian mendadak dibongkar pelaksana bangunan. Tim evaluasi pimpinan arkeolog Universitas Indonesia, Mundardjito, saat itu merekomendasikan agar proyek dihentikan.

Begitulah. Kelestarian situs Majapahit itu memang terancam berbagai masalah. Organisasi internasional pelestarian warisan budaya World Monument Fund, atas usul Badan Pelestarian Pusaka Indonesia, menyatakan Trowulan sebagai salah satu dari 67 situs yang terancam di dunia. "Penobatan" itu tercantum dalam situs resmi organisasi tersebut, www.wmf.org, dan siaran pers di New York, Amerika Serikat, pada 8 Oktober lalu.

Situs-situs di 41 negara tersebut terancam akibat faktor alam serta dampak perubahan sosial, politik, dan ekonomi. Direktur Eksekutif Badan Pelestarian Pusaka Indonesia Andrian Perkasa mengatakan masalah Trowulan sangat kompleks sehingga lembaganya akan memetakan masalah itu dari Trowulan hingga Jombang. "Masalahnya dari ancaman lokal sampai upaya pelestarian oleh negara yang tidak efektif."

Ancaman lokalnya pun beraneka rupa, misalnya pembangunan sebuah pabrik baja sekitar 500 meter dari Gapura Wringin Lawang. Pembangunan pabrik yang ditentang pencinta budaya Majapahit itu akhirnya diputuskan dihentikan. Pabrik direlokasi.

Dari citra satelit, cakupan area situs Trowulan bisa mencapai 100 kilometer persegi atau setara dengan 10 ribu hektare. Padahal lahan yang dikuasai Balai Pelestarian sekarang baru mencapai 5,7 hektare. Dampak dari masih dikuasainya situs oleh masyarakat membuat Balai Pelestarian tidak bisa berbuat banyak manakala pemilik lahan menggalinya untuk bahan batu bata, misalnya.

Semua desa di Kecamatan Trowulan adalah produsen batu bata. Di samping dinding pembatas Candi Tikus saja terdapat 10 pembakaran bata. Budi, 25 tahun, perajin batu bata, mengatakan tak perlu izin untuk menggali tanah, kecuali membayar sewa kepada pemiliknya. Artefak kerap ditemukan jika tanah digali sampai kedalaman 1,5 meter. Menurut Budi, temuan itu jarang dilaporkan ke Balai Pelestarian, apalagi jika berupa perhiasan atau emas. "Biasanya dijual di pasar," katanya.

Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Aris Soviyani mengatakan jumlah tempat pembakaran bata di Trowulan bisa lebih dari 3.000. Ia mengaku dilematis melarang masyarakat mengeksploitasi lahan. "Itu tanah mereka sendiri dan mata pencarian mereka."

Camat Trowulan Sudiono berpendapat senada. "Kalau melarang, pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan lain." Balai Pelestarian dan Pemerintah Kabupaten Mojokerto hanya bisa mengimbau masyarakat agar tidak terus-menerus mengeksploitasi lahan karena bisa mengancam keberadaan situs yang terpendam.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Mojokerto Ketut Ambara malah menyalahkan pembangunan kawasan cagar budaya Trowulan, yang dianggap kurang maksimal sehingga tidak bisa memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat. "Infrastrukturnya belum dibangun maksimal dan belum bisa menyejahterakan masyarakat sekitar."

Pemerintah Provinsi Jawa Timur memutuskan akan membeli ribuan usaha batu bata itu. Menurut Gubernur Soekarwo, tata ruang Trowulan akan diubah menjadi cagar budaya dengan melibatkan arkeolog dan arsitek. Direktur Jenderal Kebudayaan Kacung Marijan memang akan menetapkan Trowulan sebagai cagar budaya. "Hampir pasti selesai tahun ini." Penetapan dilakukan setelah tim ahli selesai meneliti.

Untuk melindungi situs hasil ekskavasi, Balai Pelestarian sedang membangun tiga cungkup lagi, termasuk satu tenda di atas situs Tambak Segaran. "Desain baru ini meminimalkan kedudukan tiang di tanah sehingga tidak banyak mengancam struktur di bawah," kata Kepala Seksi Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Widodo. Selain itu, pagar ataupun badan pelindung dikerjakan setelah dilakukan pengecekan bawah tanah.

Namun cungkup itu dikritik arkeolog Universitas Gadjah Mada, Daud Aristanurejo. "Jika fondasi bangunan itu dalamnya lebih dari 1,5 meter, dipastikan menabrak struktur yang banyak terkandung di bekas pusat kerajaan terbesar di Indonesia tersebut," ucap mantan pengurus Badan Pelestarian Pusaka itu.

Dari beberapa foto lokasi pembangunan cungkup yang ditunjukkan Tempo, Daud menemukan fondasi baru yang memotong struktur bata cagar budaya. Jika itu dilakukan, dipastikan pembangunan tersebut justru akan merusak peninggalan. Karena itu, kata Daud, sebelumnya harus dipastikan apakah di bawah fondasi tersebut bebas dari peninggalan.

Pembangunan cungkup itu dinilai terlalu masif. "Potensi kerusakannya cukup besar." Bentuk cungkup itu pun tidak serasi dengan keadaan Majapahit. Daud mengatakan sebenarnya cungkup itu tidak diperlukan jika pemerintah sungguh-sungguh berniat melindungi situs. "Cukup dibiarkan saja di dalam (tanah), tanpa ditunjukkan." Dengan dibiarkan di dalam tanah, situs itu akan terlindungi secara alami.

Endri Kurniawati, Agita S. Listyanti, Ishomuddin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus