Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pergelaran Imex di Ubud pada tahun kedua.
Bersinergi dengan jaringan musik dunia Womex.
LIMA perempuan mengenakan pakaian adat Makassar berwarna dominan merah memasuki panggung di pelataran Museum Puri Lukisan, Ubud, Bali, pada Kamis malam, 21 September lalu. Diiringi tembang serta suara kendang dan gambus, perlahan mereka bergerak gemulai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para penari itu memperlihatkan tongkat pendek menyerupai obor dan menyalakannya. Penari Sanggar Sirajuddin, Kota Gowa, Sulawesi Selatan, itu menampilkan tari pepe pepe baine. Tidak hanya lincah memainkan dua obor di tangan, sesekali mereka mengibas-ngibaskan obor tersebut di bawah lengan, mirip permainan debus. Lima penari perempuan ini juga menyemburkan api melalui mulut mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panas dan bau minyak tanah menyengat di sekitar panggung ketika mereka menari. Masih dengan irama merdu dari empat penabuh dan seorang penembang, penonton diajak terlibat dalam aksi “bakar diri” itu. Satu dari lima penari mengajak salah satu pengunjung malam itu.
Salah satu personel grup musik Pepe Pepe Baine, Sangmawari, menyebutkan tarian ini biasanya dibawakan oleh para laki-laki lanjut usia. “Kali ini oleh penari perempuan,” ujarnya.
Sangmawari menjelaskan, sejak 1999, tarian ini dimodifikasi sehingga para perempuan pun bisa membawakannya. “Bapak mertua yang melakukan perubahan itu. Awalnya tarian ini mulai tumbuh sekitar abad ke-15 hingga ke-16 di Kerajaan Gowa sebagai sarana penyebaran agama Islam,” ucapnya.
Semula penampilan perempuan di depan umum dianggap tabu. Namun perkembangan zaman membuat perempuan bisa sederajat dengan laki-laki sehingga mereka bisa ikut membawakan tarian yang berarti "tari api" ini. Tarian ini juga terinspirasi kisah Nabi Ibrahim yang kebal api. Selain itu, unsur Islam, menurut dia, ada dalam lagu-lagu untuk mengiringi tari pepe pepe baine yang diambil dari ayat-ayat Al-Quran.
“Untuk penari perempuan ada pantangannya. Saat menari tidak boleh dalam keadaan datang bulan. Usia tidak ada batasan, masih sekolah hingga berkeluarga bisa,” tuturnya.
Jika kepercayaan itu dilanggar, kata Sangmawari, penari bisa mengalami luka bakar ketika melakukan atraksi membakar lengan. Atraksi membakar penonton juga mendatangkan risiko. “Biasanya ada saja penari yang mengalami luka bakar. Tapi tidak parah,” ujar pria yang akrab disapa Awart ini. Sejumlah pejabat negara, kata dia, pernah merasakan sensasi tarian ini.
Tarian ini juga mengadaptasi gerak pencak silat dalam koreografinya. Penampilan ini adalah yang pertama bagi mereka dalam acara Indonesia Music Expo alias Imex. Tapi mereka kerap tampil dalam berbagai acara festival internasional di Tanah Air dan luar negeri. “Pada 2014 sudah sempat ke Den Haag, Belanda, dan tampil dalam G20 di Nusa Dua, Bali,” ucapnya.
Selain penampilan dari Gowa, ada pertunjukan Papua Vocal Ensemble, grup musik asal Lembah Baliem, Puncak Jaya, Papua. Beranggotakan lima personel, mereka menyanyi bersama dengan berpantun seperti kebiasaan para pemuda suku Dani. “Saat akan tampil ini kami pakai gitar kayu dan pekon. Untuk ukuran gitar besar dan kecil. Ada sebagai melodi dan bas,” ucap anggota Papua Vocal Ensemble, Dimison Kogoya.
Sebelum menampilkan kesenian etai, mereka membawakan fragmen tarian perang khas suku Dani. Mereka menyiapkan penampilan ini sekitar tiga minggu.
Dani, manajer kelompok tersebut, menyebutkan tidak terlalu sulit menyiapkan penampilan Papua Vocal Ensemble karena pertunjukan seni itu sudah biasa dibawakan masyarakat asli di Lembah Baliem. Kesenian etai, menurut Dani, sangat jarang dibawakan di luar Papua. “Bahkan mungkin belum pernah,” katanya. Apalagi selama ini mereka jarang berinteraksi dengan masyarakat luar sehingga menggunakan dialek Dani yang kental.
Marinuz Kevin bersama grup vokalnya, The Local Elite, tahun ini tampil kembali di Imex. Pada 2022, mereka juga berpentas dalam pergelaran yang sama. Kevin merasa beruntung mengikuti acara ini lantaran bisa membangun jaringan ke luar daerahnya.
“Apalagi seperti Nusa Tenggara Timur yang merupakan wilayah kepulauan. Akses informasi sangat minim sehingga membutuhkan tenaga ekstra jika ingin berkembang,” ucapnya.
Setelah mengikuti Imex, Marinuz Kevin and The Local Elite lebih sering tampil di luar NTT daripada sebelumnya. Terakhir, Kevin menyebutkan, grup vokalnya masuk daftar lima besar terbaik dalam Apresiasi Kreasi Indonesia yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. “Kalau di daerah itu ada saja masalah informasi dan akses. Kawan-kawan yang nyinyir juga ada ketika misalnya sudah mulai punya prestasi,” ujarnya.
Penampilan Gambelan Slonding saat pembukaan IMEX 2023 di Museum Puri Lukisan, Ubud, Gianyar, Bali, 21 September 2023/TEMPO/Made Argawa
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bekerja sama dengan Lokaswara menggelar Imex dengan tema "A Paradise for World Music 2023". Festival Imex 2023 berlangsung di Ubud selama 21-24 September 2023.
Imex adalah festival musik etnik tradisional yang dimainkan sesuai dengan karakter kearifan lokal daerah masing-masing di Indonesia. Dengan festival ini, diharapkan kekayaan musik tradisional Indonesia bisa tersebar ke berbagai penjuru hingga ke mancanegara. Apalagi penyelenggara acara mengundang para pelaku musik dunia.
Imex 2023 mengundang sejumlah pemerhati musik, produser, pemilik label rekaman, petinggi kesenian, media, dan asosiasi yang bergerak di industri musik etnik dunia yang tergabung dalam World Music Expo alias Womex. Womex adalah lembaga terbesar di dunia untuk genre produk world music dan menghimpun beragam jenis musik dunia dari berbagai negara Eropa, Amerika, dan Asia.
Parade kelompok musik Nusantara tampil dalam Imex 2023, di antaranya Eta Margondang (Sumatera Utara), Sako Sarikat (Lampung), Sora (Bandung), Gambelan Slonding (Bali), Pepe Pepe Baine (Sulawesi Selatan), dan Papua Vocal Ensemble (Papua).
Penggagas Imex, Franki Raden, menyebutkan pergelaran tahun ini berbeda karena mereka sudah menjadi partner Womex yang berbasis di Jerman. Franki menyebutkan Womex tidak hanya akan mempromosikan Imex, tapi juga memberikan bantuan secara teknis dalam setiap acara. “Ini luar biasa, pada tahun kedua sudah menjalin kerja sama dengan Womex,” tutur Franki.
Franki terlihat antusias ketika acara ini bisa langsung menghadirkan dua grup musik asal Lembah Baliem, yakni Papua Vocal Ensemble dan Dani Tribe. “Permainan fusion banyak ditampilkan kali ini. Ini kejutan buat saya,” ujarnya.
Yang membuatnya senang adalah kehadiran delegasi Aga Khan Music Programme, lembaga musik muslim terbesar dan terkaya saat ini. “Indonesia kan negara muslim terbesar di dunia. Kami berharap bisa membuat proyek jangka panjang dengan Aga Khan Music Programme,” katanya.
Beberapa buyer yang bergerak di bidang world music mendatangi acara ini, yaitu empat orang dari mancanegara dan tiga asal Indonesia. Franki mengatakan persiapan Imex 2023 dikerjakan secara kilat. Sebab, pihaknya baru mendapat lampu hijau dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebulan sebelum acara.
Perwakilan Womex, Christine Semba, menyatakan sangat mengapresiasi Imex. Ia menyebutkan acara ini bisa menjadi pintu masuk bagi orang-orang di dunia untuk melihat keunikan dan ragam musik di Indonesia. “Kami tahu Indonesia, tapi belum tahu banyak tentang musiknya,” ujarnya.
Masuknya Imex dalam jaringan Womex, dia menambahkan, akan mendatangkan keuntungan. Misalnya mereka bisa rutin mengikuti pameran dalam acara Womex sehingga musik Indonesia bisa terus dipromosikan secara internasional. “Acara Womex dikunjungi lebih dari 3.000 delegasi dari 100 negara,” katanya. Mereka juga memberikan pelatihan kepada Imex dan grup musik peserta agar lebih profesional dan siap "jual".
“Bukan hanya musik mainstream yang bisa dilihat. Ini menjadi alternatif dan menambah keberagaman dari perkembangan musik secara global,” tuturnya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan pergelaran ini dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan kekayaan budaya musik Nusantara ke mancanegara sehingga diminati pasar dunia. “Ada unsur keunikan budaya lokal dan seharusnya dipopulerkan di tingkat dunia,” ujar Hilmar di Jakarta, Rabu, 20 September lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Memoles Musik Etnik agar Layak Jual"