GOVERNMENT AND POLITICS OF THE PHILIPPINES Penyunting: Raul P. de Guzman dan Mila A. Reforma Penerbit: Oxford University Press, Singapura, 1988, 289 halaman BUKU Pemerintah dan Politik ilipina ini merupakan terbitan terbaru dalam seri buku tentang politik Asia Tenggara yang diselenggarakan oleh Institute of Southeast Asian Studies di Singapura. Buku yang berisi sepuluh karangan ini ditulis oleh orang Filipina yang memperoleh latihan dalam bidang Public Administration. Tidaklah mengherankan kalau buku ini mengambil pendekataan yang menitikberatkan perlembagaan politik dan proses politik, bukan tingkah laku politik dan masalah politik. Buku ini dibagi tiga bagian. Bagian pertama terdiri dua karangan yang mencoba membahas latar belakang dan perkembangan sejarah sosial-politik Filipina. Dalam bagian kedua terdapat enam buah karangan yang membahas sejarah dan fungsi pelbagai lembaga (institutions) di negara tersebut. Misalnya sistem pemilihan umum dan partai politik, cabang eksekutif, cabang legislatif, pengadilan dan kehakiman, birokrasi dan pemerintahan desa. Bagian kedua inilah yang paling banyak isinya. Pada hemat saya, karangan yang paling menarik dalam bagian ini adalah mengenai lembaga kepresidenan (bidang eksekutif) yang ditulis Alex Brillantes Jr. Lembaga kepresidenan Filipina merupakan panggung sentral dalam politik Filipina. Presiden itulah orang paling utama dalam pemerintahan yang menentukan kebijaksanaan dalam dan luar negeri. Dalam karangannya, Brillantes Jr. mencoba membahas perubahan lembaga kepresidenan sepanjang masa. Ia berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) 1935 memberikan kekuasaan yang luar biasa, dan banyak presiden sebelum Ferdinand Marcos berkecenderungan menjadi diktator. Tetapi UUD 1935 menentukan bahwa presiden hanya boleh memangku jabatan selama dua kali. Perubahan besar baru terjadi ketika Marcos menjadi presiden. Menjelang akhir jabatan presiden Marcos yang kedua, ia tiba-tiba memproklamasikan undang-undang darurat. Parlemen dibekukan dan setelah pembersihan dan penangkapan UUD 1935 diubah menjadi UUD 1973. UUD baru bikinan Marcos itu menghapus batas waktu jabatan presiden dan memperluas kekuasaan presiden. Misalnya presiden berhak mengeluarkan dekrit dan peraturan yang terus berlaku walaupun undang-undang darurat itu telah dicabut. Presiden itu begitu berkuasa sehingga menjadi sumber kekuasaan dan pengesahan yang terpenting. Baru sesudah Revolusi Februari 1986 UUD ala Marcos itu diubah. Ketika Brillantes Jr. menulis karangannya, UUD 1986 baru saja diusulkan. Usul-usul perubahan yang dicantumkan dalam UUD 1986 itu bertujuan membatasi kekuasaan presiden dan mencegah lahirnya dinasti keluarga. Misalnya, presiden memangku jabatan enam tahun dan tidak boleh dipilih kembali. Selain itu, keluarga dan relasi presiden tidak boleh menjadi pejabat umum (public official) dan negosiasi utang hanya bisa dilakukan oleh presiden dengan persetujuan departemen keuangan. Juga diusulkan bahwa undang-undang darurat yang diproklamasikan presiden hanya berlaku 60 hari dan dalam waktu 48 jam Kongres sudah harus mendatang. Juga menarik adalah karangan yang membahas pemerintahan desa. Karangan itu menunjukkan bahwa 3 pemerintahan desa yang seharusnya didesentralisasi telah menjadi lebih dipusatkan di zaman Marcos. Baru setelah Marcos tumbang, prinsip desentralisasi dicoba diterapkan kembali. Dalam bagian kedua ini anehnya juga dimasukkan sebuah karangan mengenai politik luar negeri Filipina yang ditulis oleh Salvador Lopez yang pernah menjadi duta besar. Lopez mencoba memaparkan sejarah politik luar negeri Filinina yang tadinya mengekor Amerika Serikat dan mengidentifikasikan diri dengan negara superkuat itu, kemudian berubah dan berorientasi ke kawasan Asia Tenggara tempat Filipina terletak. Lopez banyak mengutip pernyataan resmi dan minim menganalisa. Bagian ketiga hanya terdiri atas sebuah artikel yang ditulis oleh De Guzman sendiri. Makalah itu memberikan singkatan karangan-karangan yang ada pada bagian kesatu dan kedua serta prospek pendemokrasian kembali (redemocratisation) di Filipina. De Guzman berpendapat bahwa pendemokrasian sistem politik Filipina itu hanya bisa berhasil "dengan pembaruan UUD dan pembangunan lembaga-lembaga demokratis yang telah menjadi rusak akibat menjalarnya penyalahgunaan wewenang dan korupsi pada rezim yang lampau." Ia berpendapat bahwa pengesahan undang-undang dasar 1986 merupakan hal yang paling mustahak kalau pendemokrasian itu ingin berhasil. Rupanya, para penyumbang karangan dalam buku ini berkeyakinan bahwa pembangunan perlembagaan yang sehat ini adalah satu-satunya cara untuk menjamin kehidupan politik yang demokratis. Menurut saya, buku ini terlalu mengutamakan perlembagaan dan kurang membahas masalah-masalah politik yang penting. Misalnya bagaimana pemerintah menangani masalah tanah dan pemberontakan kaum komunis yang merupakan cabaran yang besar kepada Marcos dan juga Aquino. Bagaimana pula masalah bangsa Moro di selatan yang bukan saja merupakan persoalan keamanan tetapi juga masalah nation building?. Bagaimana pula peranan militer yang semakin penting dalam politik di Fillpina, yang sering mengancam hidup pemerintah Cory Aquino itu? Sayang, buku ini kurang memperhatikan masalah-masalah itu. Leo Suryadinata
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini