Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Prabu Airlangga tampak gundah. Wabah menggelayuti seluruh negeri. Rencana pernikahannya dengan Ratna Manggali pun tak didukung sebagian pihak kerajaan. Akhirnya ia memutuskan untuk mengutus Patih Madri mengantar pesan. Patih Madri lalu pergi bersama sejumlah ksatria.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adegan tersebut tersebut mengawali film pertunjukan bertajuk Prembon Calon Arang: Manggali Merajut Cinta di Tengah Prahara yang diproduksi oleh Wulangreh Omah Budaya bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek. Drama tari dengan narasi cerita dan dikemas pada media audio visual ini memadukan berbagai lintas seni, mulai dari seni tari, teater, musik klasik, musik tradisional, seni dekorasi dan visual hingga seni busana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pamong Wulangreh Omah Budaya, Reny Ajeng mengatakan, produksi film pertunjukan “Prembon Calon Arang: Manggali Merajut Cinta di Tengah Prahara” ini disutradari oleh Hairil Saleh dan A.A Rai Susila Panji dan melibatkan kurang lebih 100 orang pemain dan kru. Mereka semua merupakan murid-murid kelas tari di sanggar Wulangreh, Jakarta Selatan. "Selain itu kami juga dibantu dengan sahabat-sahabat Wulangreh yang ada di Bali, Jogja, dan Solo," ujar Reny di acara Gala Premiere Prembon Calon Arang: Manggali Merajut Cinta di Tengah Prahara, Selasa, 15 Agustus 2023.
Reny menambahkan, kisah Calon Arang dipilih karena memiliki banyak muatan nilai-nilai kehidupan yang masih sesuai dengan kondisi sosial saat ini. Reny menambahkan, meski cerita ini sudah biasa dipentaskan di Bali, Wulangreh ingin membawa kisah ini ke kalangan umum sedekat mungkin dengan kondisi cerita saat itu.
”Contohnya, kami menggunakan bahasa Kawi yang saat ini sudah tidak digunakan secara aktif sebagai bagian dari edukasi,” kata Reny.
Sementara itu, media audio visual dipilih untuk mendukung eksplorasi cerita dan set dalam penceritaan. Selain itu, kemudahan mengakses film juga menjadi alasan. Apalagi di generasi saat ini, film lebih mudah untuk dipahami sebagai sarana edukasi. “Film juga bisa menjadi jejak yang panjang, karena dalam berkesenian, keberlanjutan itu penting,” kata Reny.
Direktur Perfilman, Musik dan Media Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Ahmad Mahendra ikut berharap inovasi dalam seni pertunjukan ini bisa membantu masyarakat memahami kebudayaan Indonesia hingga generasi masa depan. "Teruslah teman-teman pelaku budaya berinovasi, dengan cara mengolah dari warisan cerita-cerita lokal kita ataupun kekinian. Kami juga bangga bisa mendukung karya seperti ini” kata Mahendra.
Film pertunjukan berdurasi 45 menit ini bisa disaksikan publik mulai 17 Agustus 2023, pukul 20.00 WIB di kanal YouTube BudayaSaya milik Kemendikbudristek.