Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Penerbit Indonesia atau Ikapi membatalkan partisipasinya dalam Frankfurt Book Fair (FBF) pada 18-22 Oktober 2023. Dilansir dari rilis pers dalam laman Ikapi.org, Ikapi menolak sikap FBF yang mendukung dan memberikan panggung terhadap Israel dan mengecam pembatalan pemberiaan penghargaan novel Minor Detail karya penulis Palestina Adania Shibli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu juga disampaikan oleh Ketua Umum Ikapi Arys Hilman yang tidak akan ada atribut atau bendera Indonesia dalam acara itu. "FBF mengatakan mengutuk tindakan teror barbar Hamas terhadap Israel dan akan memberi ruang lebih bagi penulis Israel untuk bersuara di FBF 2023," kata Arys, Ahad, 15 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sikap tersebut dikeluarkan oleh direktur FBF Juergen Boss yang secara resmi membela Israel. Dalam aca FBF nanti akan memberi ruang lebih bagi penulis Israel dan Yahudi untuk bersuara. Pada hari pertama, FBF akan berkolaborasi dengan PEN Berlin dengan tajuk “Out of Concern for Israel”. Jurgen juga mengatakan bahwa akan ada acara tambahan untuk solidaritas terhadap israel.
“Kami akan mengadakan diskusi panel mengenai serangan pada Israel bersama Meron Mendel, perwakilan komunitas Yahudi di Jerman,” kata Jurgen. Dari pernyataan itulah, Ikapi memutuskan untuk tidak berpartisipasi FBF pada 2023.
Tentang FBF
Dikutip dari buku A History of the Frankfurt Book Fair (2007) oleh Peter Wiedhaas, Pameran Buku Frankfurt atau FBF telah berlangsung lebih dari 500 tahun. Sejak abad ke-12, pameran itu merupakan pameran untuk menjual buku tulisan tangan.
Meskipun telah berlangsung ratusan tahun, tahun FBF berdiri diputuskan pada 1462 ketika pencetak Johann Fust dan Peter Schoffer mengambil alih pencetakan Gutenberg dan memindahkan operasi mereka ke Frankfurt yang awalnya di kota Mainz. Pameran FBF dianggap sebagai yang terbesar dan tertua di dunia.
Dilansir dari insights.netgalley, pada FBF 2017 setidaknya terdapat lebih dari 7.300 peserta pameran dari 100 negara dan terdapat 286.000 pengunjung FBF. Setiap tahunnya sejak 1976, FBF kerap memberikan tamu kehormatan ke beberapa negara. Pada 1976, literatur Amerika Latin menjadi yang pertama.
Polemik FBF 2015
Indonesia pernah menjadi tamu kehormatan pada 2015. Dilansir dari Antara, Indonesia hanya memerlukan waktu lima tahun untuk menjadi tamu kehormatan FBF 2015. Saat itu, Ketua Komite Nasional indonesia FBF 2015 merupakan Goenawan Mohammad. “Indonesia dapat panggung seluas 800 meter,” kata Goenawan.
Meskipun begitu, pemilihan penulis dan buku dari Indonesia untuk dipamerkan di FBF menuai polemik. Dikutip dari tulisan Berebut Pengaruh: Polemik Kebudayaan dalam Kesastraan Indonesia di Era Digital yang ditulis Mohammad Rokib menyebutkan bahwa sejumlah sastrawan, dari Linda Christianty sampai AS Laksana melayangkan kritik mengenai pemilihan penulis dan buku yang tidak transparan.
Dalam tulisan berjudul Frankfurt Book Fair 2015 dan Kebohongan tentang Kepeloporan Dua Penulis Perempuan Indonesia Linda Christianty kecewa atas label pelopor novel atau karya fiksi yang membincangkan pengungkapan tentang peristiwa 1965. Linda menyebut bahwa telah ada novel dan karya fiksi yang mengisahkan peristiwa tersebut bahkan telah dimulai tidak lama setelah Suharto berkuasa.
“Ada novel September yang ditulis Noorca M.Massardi, Sri Sumarah dan Bawuk yang ditulis Umar Kayam, Ahmad Tohari yang menulis dua novel tentang 1965, sampai Mira W yang juga ada novelnya berlatar peristiwa 1965, sampai Bre Redana,” tulis Linda.
Sementara itu, A.S Laksana lebih melayangkan kritik terhadap transparansi dan kriteria pemilihan buku yang seharusnya bisa diambil dari karya yang mendapatkan penghargaan dengan durasi waktu tertentu.
ANANDA BINTANG I MARIA FRANCISCA LAHUR