GAMBAR ilustrasi sebuah buku bisa saja meloncat ke luar, dan
berdiri sendiri sebagai gambar. Itulah yang dicoba dibuktikan
oleh sekitar 70 ilustrator kita dengan memamerkan sekitar 300
karya ilustrasi, 20-27 April lalu di Paviliun Yogyakarta, Tarnan
Miniatur Indonesia Indah.
Gebrakan pertama 13 (Ikatan llustrator Indonesia) yang pertama
ini, menurut Dahlan Djazh, Sekretaris 13, lebih kurang untuk
menggambarkan perkembangan dunia seni ilustrasi kita dewasa ini.
Maka bisa disaksikan ilustrasi realistis Dahlan, 54 tahun,
sendiri, misalnya yang mencoba menggambarkan koperasi. Lalu yang
ornamentik seperti karya Mulyadi W. komposisi bentuk-bentuk
wayang kulit dan bentuk daun yang distilisasi - ilustrasi untuk
kartu ucapan selamat. Ada pula cerita bergambar tengan tokoh
hero model masa kini: berotot, cerdas, dan musuhnya makhluk
aneh-aneh. Itulah Trean karya Haryono yang hingga kini masih
dimuat bersambung di Sinar Harapan Minggu.
Kemudian masih ada juga yang bertahan dengan model ilustrasi
majalah tahun 1950an: sederhana, dan bentuk terutama dilahirkan
hanya dengan garis. Ini misalnya ditampilkan Ipe Ma'aruf, 45
tahun. Ipe, pelukis yang dikenal dengan sketsa-sketsanya di
majalah kebudayaan dulu - Indonesia dan B-daya, misalnya -
memang tak hendak berpusing-pusing. Baginya membuat ilustrasi
tak bedanya dengan membuat sketsa.
Dengan keterampilannya menggaris dan menyusun komposisi, yang
diperolehnya dari membuat sketsa-sketsa, ilustrasi Ipe agaknya
termasuk, salah satu yang baik. Garisnya puitis, mampu
memberikan kesan yang berbeda-beda.
Pameran ini mencerminkan aneka ragam gaya yang berkembang
sekarang - meski tak semua lengkap terwakili. Pun pameran ini
mencerminkan kecenderungan seni rupa dewasa ini. Konsep yang
meletakkan garis batas antara seni pakai dan seni "murni"
ditembus. Hasilnya adalah kebebasan dalam melahirkan ide gambar.
Ilustrasi tak harus menjadi pengiring naskah.
Hardyono, 41 tahun, mempunyai kecenderungan itu. Tapi bisa saja
merupakan gambar yang sifatnya hanya menghias halaman dengan
sedikit asosiasi terhadap naskah. Salah satu ilustrasinya dalam
kumpulan cerita pendek Di Ba70ah Matahari Bali (tidak ikut
dipamerkan) hanya menampilkan gambar seekor anjing hitam
kesakitan diseret dengan tali yang diikatkan pada sepeda motor.
Dan sepeda motor itu hanya kelihatan roda belakangnya. Padahal
dalam cerita pendek yang berjudul Lorenzo itu, adegan tersebut
tidak begitu penting. Tapi gambar itu mengundang agar orang
membaca ceritanya.
Tapi memang, sikap seperti itu masih jarang. Diakui
Muryotohartoyo, Ketua I 13, "secara teknis ilustrasi kini jauh
lebih maju dibandingkan ilustrasi tahun 1950an." Gambar-gambar
lebih bagus, proporsi dan anatomi gambar makhluk hidup dan
tumbuhan tepat. Tapi, menurut Muryoto pula, dari segi
karakteristik dan ide gambar ilustrasi buku maupun majalah di
tahun 1950-an ke belakang lebih karakteristik. "Sekarang banyak
ilustrator yang terpaksa mengikuti kemauan pihak penerbit,"
tambah Ketua I I3 ini. "Dan biasanya penerbit maunya yang
realistis saja. Bahkan tak jarang seorang diminta meniru gaya
ilustrator lain.'
Maka bagi Muryoto, 41 tahun, penerbit atau redaktur majalah atau
surat kabar yang memberi kebebasan te*adap ilustrator bisa
menyumbang perkembangan seni ilustrasi. la menyebut contoh
majalah anak-anak Si Kuncung di tahun 1 950-an dan majalah Zaman
sekarang. Boleh dikata Si Kuncung dulu memelopori lahirnya
ilustrasi "modern". Nama-nama ilustrator beken kini Ipe Ma'aruf,
Danarto, Syahwil, Mulyadi W., antara lain, lahir dari majalah
anak-anak itu. Tradisi Si Kuncung diteruskan oleh majalah
anak-anak Kawanku, yang terbit pada 1970. Adapun Zaman, majalah
yang terbit pada 1979, ilustrasi cerita wayangnya terutama
memang inovatif. Ini adalah kreasi Danarto. Penguasaan anatomi
yang memungkinkan stilisasi bentuk dengan enak, ditambah
imajinasi yang kreatif memungkinkan Danarto, 43 tahun,
melahirkan figur-figur tokoh wayang yang khas. Sayang,
ilustrator Zaman absen dalam pameran ini.
13 sebenarnya dibentuk pada 1975, ketika sejumlah ilustrator
dari berbagai daerah mengikuti penataran yang diselenggarakan
Departemen P&K. Tapi baru pada periode kepengurusan kedua ini,
ada kegiatan. Rencana pameran ini pun baru dibuat tahun lalu,
dan dengan mengundang pula Menteri P&K waktu itu, Daoed Joesoef,
yang konon pernah menjadi ilustrator buku di Medan pada 1940.
Karena itu beberapa sketsa Daoed tentang Candi Borobudur ikut
meramaikan pameran ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini