Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kelas Yang Membosankan

Sementara peminat kursus bahasa inggris makin meningkat, pelajaran bahasa tersebut semakin tidak menarik didalam kelas (tidak mencapai hasil seperti yang dirumuskan kurikulum).(pdk)

30 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBU Munigar, guru bahasa Inggris di SMAN V, Bandung, suka kesal. Sementara peminat kursus bahasa Inggris makin banyak, pelajaran itu sendiri di sekolah diikuti para siswanya tanpa gairah. Tapi guru berpengalaman 20 tahun itu maklum. "Dulu saya cuma mengajar 30 siswa dalam satu kelas. Kini lebih dari 50. Bisa jadi suasarla ini yang membuat murid jenuh," kata ibu berusia 56 tahun itu. Dalam penelitian yang dilakukan Direktorat Pendidikan Menengah Umum (PMU), tahun 1980, keluhan Ibu Munigar itu memang telah terbukti. Bahkan selain karena jumlah siswa yang semakin banyak dalam satu kelas, masalah jam pelajaran yang terbatas dan guru yang kurang memenuhi syarat, juga telah menambah parah keadaan. Padahal dalam Kurikulum 1975 tujuan pelajaran bahasa Inggris sangat ideal. "Seharusnya lulusan SMA berkemampuan membaca, bercakap-cakap, menulis, dan mampu mendengarkan bahasa Inggris dengan penguasaan mmlmal empat ribu kosa kata," kata Elman Sutandi, 50 tahun, guru bahasa Inggris di SMAN I, Jakarta. Keadaan yang sama juga terjadi di tingkat SMP. Lulusannya yang menurut Kurikulum 1975 seharusnya menguasai minimal seribu kosa kata,-ternyata tidak demikian. "Saya sampai jengkel bila mengajar di kelas I, karena harus mengulang bahan pelajaran SMP," kata Ibu Munigar dari Bandung itu. Tes sampling di kelas III SMP seluruh Indonesia pada 1980 itu menunjukkan nilai rata-rata untuk bahasa Inggris hanya 5,34. Angka rendah itu mungkin menunjukkan pelajaran bahasa asing itu semakin tidak menarik di dalam kelas. "Di kursus kami belajar dengan penuh perhatian dan tidak merasa bosan. Di sekolah teman-teman suka bercanda dan cara belajarnya begitubegitu saja," tutur Vivi dan Dina, dua siswa SMAN VIII yang ikut kursus bahasa Inggris di Jakarta College. Kedua siswa SMA itu memang tidak langsung menuduh guru sebagai penyebabnya. Namun penelitian PMU itu menunjukkan guru bahasa Inggris di SMA yang berijazah sarjana keguruan hanya 2,7%. Sedangkan di SMP, guru mata pelajaran itu yang berijazah sarana muda keguruan tercatat 2,6%. Di SMA sendiri, menurut Elman Sutandi guru bahasa Inggris kebanyakan hanya lulusan Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus