Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Gambar-gambar, tanpa tanda seru

Sutradara: wim umboh produksi: pt aries angkasa film pemain: roy martin, fadli, marini, christin hakim resensi oleh: salim said. (fl)

26 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESUATU YANG INDAH Cerita & Sutradara: Wim Umboh Skenario: Arifin C. Noor Produser: PTAriesAngkasa Film. INI memang kisah tentang dua bersaudara yang kebetulan sama-sama bekerja sebagai penerbang. Karena itu, di samping para pemain, ikut memainkan peranan besar dalam film adalah juga kapal-kapal terbang serta sejumlah besar helikopter. Sudah terang barang-barang mahal yang kerjanya berkeliaran di angkasa itu menarik perhatian ketika sempat terperangkap dalam seluloid. Maka film Sesuatu Yang Indah ini terpaksa harus dicatat sebagai film Indonesia pertama, yang di samping memainkan pesawat terbang dan helikopter, juga menggunakan benda terbang itu untuk melakukan pemotretan dari udara. Silakan melihat sejumlah panorama dari udara lewat film ini - kalau tidak puyeng. Tapi film Wim Umboh yang terbaru ini tidak hanya menarik karena ia membawa kita terbang ke berbagai tempat Balikpapan, Singapura, Tokio dan Irian Jaya. Di film ini ada cerita yang menarik, dikisahkan dalam sebuah jalinan cerita yang halus oleh Arifin C. Noor (skenario). Dimainkan juga dengan baik oleh beberapa pemain, dan dipotret dengan manis oleh Lukman Hakim Nain (juru kamera). Yohannes Mokodompit (Roy Marten) adalah adik Leonardus Mokodompit (Fadli). Yang pertama bekerja sebagai penerbang helikopter Pelita Air Service, sedang sang abang sebagai pilot pesawat pelumpang jet di perusahaan yang sama. Tak Sederhana Kedua bersaudara ini hidup bersama dalam rumah besar yang tidak lagi dihuni oleh orang tua mereka. Yatim piatu, tapi tidak menderita. Ceritanya juga bukan mengenai anak-anak yang ditinggal terlantar orang tua, melainkan mengenai cinta. Yohannes mula-mula jatuh cinta pada Ningrum (Marini), dan setelah putus, perempuan yang sama bercintaan, kemudian malah kawin dengan Leonardus. Api lama belum juga padam, bahkan ketika Yohannes telah kawin dengan gadis bebas Anna (Christin Hakim). Cerita tidak sesederhana singkatan ini, sebab baik Leonardus maupun Anna, keduanya juga terbuhul oleh ikatan-ikatan halus dengan perempuan atau lelaki lain. Keadaan menjadi lebih rumit oleh kehadiran secara bersama Leo, Yo dan Ningrum dalam sebuah rumah. Kerumitan yang sebenarnya mencapai puncaknya tatkala Leo tiada, setelah menghembuskan nafas terakhir di atas pesawat dalam penerbangan ke Tokio. Kekuatan utama film ini memang tidak pada kehebatan cerita, sehingga - berbeda dengan kebanyakan film Indonesia lainnya - cerita singkatnya memang tidak menarik. Cara berceritanya di situlah harus kita lihat pencapaian Wim Umboh lewat film ini. Dari ide cerita yang diberikan oleh Wim Umboh, Arifin C. Noor merangkai sebuah skenario yang plastis dengan kesempatan partisipasi yang sebesar-besarnya bagi para penonton. Tidak semua hal diceritakan, tapi dengan sedikit menggunakan fikiran dan perasaan, penonton toh bisa tahu jalan cerita. Film Wim Terbaik Bagi mereka yang pernah menyaksikan karya Wim yang bernama Mama, menonton film Sesuatu Yang Indah ini lebih mudah. Film ini berbeda sekali dengan film-film Pengantin Remaja, Perkawinan ataupun Cinta. Lewat filmnya yang terbaru ini Wim Umboh terasa berusaha keras menggunakan gambar sebagai alat bercerita. Tidak semuanya berhasil, meski rasanya harus diakui lahwa film ini adalah film terbaik yang pernah dihasilkan oleh Wim. Sebagai editor, Wim juga melakukan sesuatu dalam karyanya ini. Kerja samanya dengan Arifin C. Noor pada akhirnya menghasilkan sebuah paduan gambar yang bercerita dengan jelas, tanpa menjadi verbal. Penggunaan dissolve pada penyambungan dua gambar memang terasa sedikit berlebihan, tapi juga menolong penonton dari keterkejutan sebagai yang sering mereka alami dalam film-film Wim Umboh sebelumnya yang sibuk dengan editing cut-to-cut. Film Wim Umboh kali ini dibikin nyaris tanpa tanda seru. Juga para pemain bermain dengan halus dan meyakinkan, tapi terutama Roy Marten dan (lagi-lagi) Marini. Musik Idris Sardi juga ikut membantu, meski Lukman Hakim tidak memperlihatkan kemajuan yang istimewa. Barangkali karena baru kali ini memegang kamera sambil melayang-layang di angkasa. Mungkin puyeng. Salim Said

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus