Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah 21 tahun lebih novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur terbit, sutradara film layar lebar ternama, Hanung Bramantyo menggarapnya sebagai sebuah film dengan judul Tuhan, Izinkan Aku Berdosa. Film berdurasi 117 menit itu akan segera dirilis pada Rabu, 22 Mei 2024 mendatang di bioskop
Pentingnya Kebebasan Berekspresi Menurut Hanung Bramantyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanung Bramantyo mengatakan, dengan menandai novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur yang diangkat dari kisah nyata itu sebagai novel kontroversial, karena dianggap menyinggung kelompok-kelompok tertentu, hal itu sama saja menutup ruang berekspresi dalam sebuah karya sastra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Begitu pentingnya yang namanya kemerdekaan dan kebebasan berekspresi. Karena di dalam seni, baik itu satra, film, lagu, atau apapun itu sebetulnya autokritik," kata Hanung Bramantyo dalam Konferensi Pers di Epicentrum XXI pada Jumat, 17 Mei 2024.
Apalagi kata Hanung, saat ini masyarakat sedang dihebohkan dengan berbagai pemberitaan yang mengatakan jika berita investigasi diusulkan tidak boleh dilakukan lagi. "Sekarang mau ada RUU yang tidak memperbolehkan investigasi, itu harus kita tentang, karena itu akan menghanguskan kita," kata Hanung.
Dalam agenda tayangan perdana film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa khusus media, Hanung Bramantyo juga menghadirkan sastrawan dan penulis Muhidin M Dahlan yang merupakan penulis dari buku Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur, untuk bercerita bagaimana proses novel tersebut diterbitkan.
Penulis Dipaksa Terbitkan Versi Novel
Muhidin M Dahlan mengatakan, novel karyanya dengan judul Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur sebelumnya dicetak sebagai sebuah memoar, yang bercerita kisah perjalanan seorang muslimah yang menjadi korban fitnah dan mengalami kekerasan seksual. Namun, memor itu hanya bertahan hingga tiga bulan saja.
"Sebelumnya itu adalah memoar. Kemudian diminta oleh institusi tertentu (tidak disebutkan namanya) untuk segera diterbitkan sebagai novel dengan tujuan supaya karyanya tidak menyinggung kelompok tertentu," kata Muhidin M Dahlan.
Meski diangkat dari kisah nyata, lalu diterbitkan di dalam sebuah memoar, Muhidin M Dahlan dipaksa untuk menerbitkan versi novelnya dengan judul Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur. Muhidin M Dahlan juga harus menyamarkan semua nama tokoh dan tempat yang ada di novelnya.
"Memoar itu usianya hanya tiga bulan, yang memang diangkat dari kisah nyata. Tapi kemudian pembaca marah dan berubahlah memoar itu menjadi karya sastra yang harus dirancukan (samarkan) semuanya biar tidak ada yang tersinggung," kata Muhidin M Dahlan.
Muhidin M Dahlan Berhenti Menulis
Novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur itu dianggap sebagai novel kontroversial oleh banyak kalangan, sehingga ketika terbit di tahun 2003, Muhidin M Dahlan mengaku jika novel tersebut merupakan novel terakhirnya setelah ia memutuskan untuk pensiun menulis. "Ini keluar tahun 2003, dan sekaligus saya berhenti menulis cerita," katanya.