Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

God bless kembali

Ahmad albar dengan god bless yang terdiri dari donny, teddy, yongki & yan muncul kembali di tim 25-26 des 1977. permainan musik rock albar tidak didukung oleh peralatan yang mengalami kerusakan teknis. (ms)

7 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALBAR dengan God Bless? yang lama absen dari TIM, muncul lagi di Teater Terbuka, 25 dan 26 Desember lalu. Penontonnya melimpah bukan main. Banyak yang tak sempat ditampung, meski harga karcis lumayan (Rp 500 Rp 2.000). Ini menunjukkan fans raja rock pribumi yang berambut tomat itu belum direbut oleh grup lain. Formasi Albar: Donny, Teddy, Yongki dan Yan. Pakaian mereka rancak. Sementara peralatan suara yang mendukung penampilan, dengan kekuatan 8.000 watt, benar-benar sesuatu yang baru. Samping kiri-kanan panggung bertumpuk-tumpuk pengeras suara yang berwarna merah muda. Sedemikian banyaknya sehingga menyerupai dinding yang hampir menjangkau atap. Sayang sekali karena kekuatan listerik tidak memadai, ditambah kerusakan teknis, perabotan raksasa ini tidak semuanya bisa bersuara. Mereka hanya bisa pakai 3.000 watt. Jadinya lebih menyerupai rajangan. Darah Kelinci Band pembuka sebelum God Bless muncul adalah rombongan dari Malang yang bernama The Ogle Eyes. Kelompok ini menonjolkan penyanyi bernama Micky--yang pernah ditangkap di Surabaya waktu mendampingi Victor Wood menyanyi. Ia disikat di sana karena di samping membuka mulutnya lebar-lebar, bergaya meniru lagak banci Mick Jagger, menyanyi sambil menghisap darah kelinci. Modal suaranya sebenarnya cukup. Tetapi pemuda yang semampai ini tidak beres tekniknya. Juga tidak pakai otak. Asal gebrak. Asal keras. Dan asal ramai. Ini menyebabkan penampilannya jadi ngawur. meskipun memang kalau yang dibiji keberanian dan spontanitas dia nomor satu juga. Micky sempat ganti pakaian. Tapi nafasnya ngos-ngosan ia berusaha menyanyi dengan banyak variasi. Sempat pula duduk dan membiarkan tukang-tukang potret menjepret wajahnya yangpenuh keringat. Namun sementara musik di TIM mulai dilumuri bau jazz. wabah musik rakyat, yang manis, tenang dan sopan tapi gempal tekniknya dan total pembawaannya, Micky jadi agak ketinggalan. Begitu muncul Albar dengan gayanya yang lebih tenang dan pakai otak, makin jauhlah terasa anak-anak Malang ini, sayang. Bunyi drum mereka memang meyakinkan. Sempat pula kelompok ini membawakan sebuah duet, tetapi modal suara merelia terlalu minim. Albar sendiri masih tetap setia pada rock murni. Pilihan lagu-lagunya diambil dari perbendaharaan rock masa kini. Silver Spoon, Carry on way son, Chocolate King, You have it all, Way Back to the Bone. Tapi aransemennya sudah dirubah menurut selera dan kebolehan mereka. Dalam hal ini potensi Donny binal amat diperhitungkan. Seti.lp kal ada kesempatan, pemainan instrumen solo diketengahkan. Akhirnya kita memang tidak benar-benar nonton Albar tapi anak-anak God Bless terutama Donny. Tak heranlah kalau ada anak muda di bagian depa pada hari kedua menjerit-jerit minta dimainkan lagu Neraka Jahanam, hit Albar bersama Ucok. Tapi tatkala lagu itu kemudian terdengar, bunyinya sudah tidak semanis yang biasa dikenal dari kaset. Albar yang terasa romantis di kaset benar-benar hendak menampakkan selera musiknya yang sesungguhnya dasyat dan keras. Acara yang berlangsung sampai: tengah duabelas malam itu terbi. acara akhir tahun TIM yang sukses. Partisipasi penonton bagus. Meskipun mereka tidak spontan keplok tangan waktu diminta, seluruhnya duduk dengan setia Pada akhir pertunjukan beberapa orang meninggalkan tempat karena suasana sudah mulai tidak tertib. Penonton mendesak ke panggung. Anak-anak mengulurkan tangan ingin berjabatan, lab beberapa orang mencoba naik ikut bergoyang - langsung diseret oleh petugas keamanan yang galak sekali malam itu. Kali ini God Bless benar-benar hendak memuaskan hatinya. Asap disemprotkan - tapi sudah tidak menarih lagi. Yang lebih menarik, ketika muncul seorang lelaki pakai blangkon dan surjan, yang diperkenalkan Albar sebaga orang gaek yang sengaja datang dari Yogya untuk nonton dang-dut Rhoma Irama, tapi marmpir dulu lihat rock yan juga disukainya. Albar mengajaknya iku main terompet mengocok lagu Jail house rock. Acara itu dapat tepuk tangan riuh. Apalagi lelaki yang pakai rias tua itu kemudian melepaskan kainnya -- tinggal celana pendek--supaya dapat bergaya dengan lebih leluasa. Ia berubah menjadi Albert si peniup terompet. Lagu ini mestinya sudah dianggap penutup. Tapi Albar masih mencoba membawakan lagu manisnya She Passed Away Digenjot terus dengan demonstrasi suara-suara listerik--yang kebanyakan. Albar kurang memberi variasi pada pemilihan lagu-lagu. Sehingga pertunjukan ribut tapi tanpa klimaks-klimaks. Di samping itu toleransinya kepada grup bahwa itu pertunjukan God Bless, bukan Albar sendiri, sebenarnya agak bertentangan dengan kemauan publik. Sudah jelas lewat God Bless orang ingin lebih banyak lihat si kribo, meskipun pemain-pemain lain tak sedikit artinya. "Kami akui permainan solo terlalu lama," kata Albar dengan jujur kepada Widi Yarmanto dari TEMPO. "Soal peralatan baru memang mempengaruhi teknisi kami, juga Donny punya ampli mati sehingga ia berusaha menutupi dengan akting. Semua itu tak bisa kami tutupi. Tapi sempat juga menjelaskan bahwa God Bless tidak pernah pecah. Mereka memang macet sementara karena menunggu peralatan datang dari Amerika dengan kekuatan 12.000 watt, sementara Donny sendiri baru datang dari Denmark. "Buktinya anggota God Bless tidak ada yang main di panggung selama masa kosong itu, meskipun diminta," ujar Albar kembali. Kribo ini sekarang sedang menyiapkan film Dua Krio. Januari yang akan datang volume II God Bless sudah bisa didengar. Sementara pertengahan tahun ini Albar ingin menikah dengan Rini S. Bono, pubekas aktor film yang populer itu. Terus Dah Jack Usai Albar dengan God Bless, munul jazz Jack Lesmana di Teater Besar TIM. Kali ini, yang istimewa: kendati pertunjukan hanya berlangsung 1 maam, toh 2 kali main. Masing-masing pertunjukan sekitar satu setengah jam. Dengan karcis yang cukup mahal (Rp 1.000 dan Rp 2.000), ternyata Jack erhasil mengeruk banyak penonton sehingga boleh dikatakan sukses dan komersiil. Jack muncul dengan formasi: Nick Mamahit, Karim, Benny Mustafa, Benny Likumahua, Perry Pattiselano, Jack sendiri, serta beberapa kulit putih, Greg Gibson, Ron Revees, Chris Blenkin dan Ed Van Nesh. Tiga nama terakhir adalah dosen Akademi Musik Yogya. Di samping itu masih ada Noor Bersaudara yang sejak beberapa waktu yang lalu kelihatan lagi ditempel tangan Jack. Dan tentu saja ikut serta orang yang bernama Broery. Akademi Jazz Barangkali karena pertunjukan lebih bersifat komersiil, Jack bertahan untuk tetap ringan dan komunikatif. Ia memilih beberapa nomor yang benar-benar ayeng. Dilontarkannya G. Blues, Freedom Jazz Dace, If I Had You. yang langsung diberondong keplok seru. Jack masih seperti dulu, tenang dan santai ia menggarap musiknya kini benar-benar untuk menyenangkan penonton bukan berekspresi. Ini yang bikin penonton yang serius jadi kecewa, tapi sebaliknya yang iseng-iseng dengan jazz merasa terhibur. Jack menyambar ke sana ke mari, swing, bosanova, cool, rock, freedom dan modern. "Saya tidak terlalu mempersoalkan apa yang bakal orang bilang tentang musik saya. Boleh saja dibilang ini bukan jazz atau apa kek, yang jelas ini musik saya," katanya memberi pengantar di depan corong. Suaranya itu bagi beberapa pengamat terasa sebagai permintaan yang tak langsung. Noor Bersaudara malam itu kebagian lagu Autumn Leaves dan Masquerade. Mereka berusaha kompak dalam suara dan penampilan. Sebagaimana belakangan ini kita lihat di TV tampang mereka tak seberapa tapi aksi bolehlah: ada usaha untuk atraktip dan ngepop. Kalau mereka dapat bertahan terus, harapannya besar dalam perdagangan musik, apalagi di tangan Jack. Malam itu mereka boleh tidak tidur karena publik kasih sambutan besar. Kemudian mengenakan baju putih, celana putih, seseorang berjalan santai terlalu santai -- ke corong. Lantaran santainya ada juga yang merasa orang itu sangat sok. Ya siapa lagi kalau bukan Broery. Tapi untunglah biduan yang masih sulit dicari lawannya di Indonesia ini menyanyi dengan penjiwaan yang bagus. Ia memilih Sweet Georgia, kemudian Nature Boy. Penonton tergelincir karena, suaranya mempesona. Broery kalau lagi serius memang bisa bikin hati ngeres. Hanya saja malam itu kebanyakan Broery, sementara banyak orang ingin jazz. Mengakhiri babak pertama, Jack minta perhatian penonton. "Lagu saya yang terakhir ini," katanya, "paling susah. Lagunya pendek, tipi sulit. Berkali kali latihan, sering juga salah. Semoga saja kali ini tidak." Lalu ia mengambil ancang-ancang. One-two-three! Lantas musik bunyi: jreng! Tapi juga langsung selesai. "Sialan!" umpat penonton. Jack tersenyum. Babak berikutnya dilontarkan lagu-lagu All Blues, Don't Get A round Much Anymore, Sovoy serta sebuah lagu pribumi bernama ni Hatiku. Tepuk tangan gencar ditujukan kepada kedua bule. Karena suasana masih suasana Natal sempat juga diperdengarkan Silent Night dan Jingle Bells. Semuanya menyanyi bersama-sama Noor Bersaudara. Suasana hangat dan akrab terbina. Tidak ada demonstrasi-demonstrasian. Jack sekarang boleh teringat tahun 1972. Waktu itu hanya 600 orang yang suka mengunungi musiknya, tapi sejak belakangan ini ia tidak kurang penonton. Asal pintar-pintar saja menjajagi variasi, maklum para penonton cepat sekali bosan. Jack sudah memberi janji yang nlungkin akan bikin girang yara pengemarnya. Awal tahun depan ia akan menjelmakan rencananya mendirikan sebuah akademi jazz di Jakarta. "Betul-betul akan diwujudkan, tetap akan ialan alau 10 tahun harus mbrankang," kala Jack kepada TEMP . Terus saja dah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus