Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tuntutlah ilmu ke negeri barbar ?

Observatorium peking yang terlantar sejak revolusi kebudayaan akan dipugar. pusat penelitian radio astronomi diperbaiki. orang cina dikenal sebagai pengamat gejala antariksa paling tekun dan akurat.

7 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERALATAN astronomi Tiongkok yang nyaris berkarat dan penuh debu karena terlantar sejak Revolusi Kebudayaan menghentikan seluruh penelitian ilmu-ilmu murni di sana, kini mulai didandani kembali. Sebuah cermin teropong bintang bergaris tengah hampir 20 meter, sedang diasah di Nanking. Kacanya masih dari jenis Pyrex bantuan Rusia, sebelum kedua negeri sosialis itu bercerai belasan tahun silam. Alat itu, nantinya akan dipasang di Observatorium Peking, di utara ibukota RRT. Tak jauh dari situ, 130 km di utara Peking di tepi sebuah waduk raksasa, satu pusat penelitian radio-astronomi dengan dua lusin antena parabola sedang diperbaiki, agar mampu bersaing dengan observatorium mana pun di dunia. Sedang di Kunming, propinsi Yunnan di pegunungan yang berbatasan dengan Vietnam dan Birma, sebuah observatorium baru sedang dibangun. Puluhan hektar tanatl sudah dicadangkan untuk pembangunan observatorium baru itu, beberapa mil di luar kota. Semuanya itu, dan masih banyak kesibukan lain dari ahli-ahli astronomi Cina, merupakan kelanjutan dari garis Hua Kuo-feng yang mau menembus kerugian penelitian ilmu murni akibat oposisi 'kelompok Shanghai' tempo hari. Hal itu telah dilaporkan oleh delegasi 10 ahli astronomi Amerika yang mengunjungi rekan-rekan mereka di Tiongkok selama tiga minggu, akhir tahun lalu. "Mereka berusaha bangkit kembali untuk memberikan saham yang berarti dalam penelitian benda-benda angkasa," tutur Dr Leo Goldberg dan anggota rombongan lainnya kepada wartawan New York Times, 6 Nopember lalu. Archimedes Meskipun sering dilupakan oleh banyak penulis buku ilmu falak, pengetahuan Tiongkok di bidang itu sejak puluhan abad lalu sudah sangat tinggi. Malah jauh sebelum Ptolomeus dari Mesir dan ahli-ahli Yunani seperti Archimedes dan Plato berkecimpung di bidang itu. "Sebelum Renaissance' begitu diakui oleh ahli sejarah Asia Timur di Universitas Cambridge, Dr Joscph Needham. "orang-orang Cina adalah pengamat gejala antariksa yang paling tekun dan akurat di dunia." Atau seperti dikemukakan Laplace, yang dikutip dalam buku The World of Ancient Chna (J.B. Grosier, London, 1972), "dari semua bangsa kuno, orang Cina memiliki catatan ilmu falak yang tertua." Semasa pemerintahan Kaisar Yao yang dimulai tahun 2357 sebelum Masehi misalnya, kaisar itu sudah mengajarkan kedua astronomnya--Hi dan Ho --bagaimana menentukan keempat musim. Catatan tentang gerhana bulan dan matahari di Tiongkok, sudah ada sejak 1361 sebelum Masehi. Orang-orang Cina juga telah membuat daftar 90 ledakan antariksa (supernova) antara tahun 1400 sb.M. sampai 1690 sesudah Masehi. Dan berbeda dengan astronom Yunani Kuno dan Mesir Kuno - yang menganggap bintang-bintang adalah "lubang" pada cungkup kristal yang menutupi bumi--astronom Tiongkok Kuno memandang bintang sebagai sumber cahaya di kejauhan nan tak terhingga konsep yang lebih mendekati kebenaran. Keunggulan Tiongkok dalam ilmu falak itu, didukung oleh kemajuan mereka dalam ilmu pasti, ilmu ukur sudut (goniometri), dan i~lmu ukur ruang (trigonometri). Rumus Pythagoras yang terkenal itu -- kwadrat sisi miring satu segitiga siku siku = jumlah kwadr~at sisi siku-sikunya (cÿFD = ~aÿFD + bÿFD) -- s~udah ~di kenal oleh matematikus Yu di Tion~gkok, belasan ratus tahun yang lalu. Menurut dugaan Grosier, Pythagoras telah memperoleh pengetahuan itu dari Yu. Atau dari orang India, yang pada gilirannya memperoleh rumus itu dari Tiongkok. Juga pedoman (kompas), telah dikenal di Tiongkok sejak lama. Malah se menara sejarawan berpendapat, bahwa alat penunjuk arah Utara-Selatan itu memang ditemukan di Tiongkok, sekitar tahun 2600 sb. Masehi. Penemunya, Kaisar Hoan-ti yang memang terkena! lantaran percobaan ilmiahnya, dikisahkan berhasil mencari dan menangkap seorang pemberontak, Tchi-yeu, dengan keretanya yang mampu menunjuk ke selatan (chi-nan-che). Sehingga Grosier merasa pasti, bahwa pelaut Arab yang sudah mengenal pedoman lama sebelum bangsa-bansa Eropa, memperolehnya dari Tiongkok. Dan bukankah dalam Hadith sendiri ada ayat yang menganjurkan orang Islam menuntut ilmu. kalau perlu sampai ke negeri Cina? Memang, seperti diakui Dr Needham, "kontribusi ,ahli-ahli ilmu falak Tiongkok yang utama adalah alat-alat yang diciptakannya." Ini antara lain meliputi pelana ekuatorial - kini standar dalam kebanyakan teropong bintang yang diperkenalkan tahun 1270 untuk menunjang teropong bintang Peking. Sebelumnya, instrumen-instrumen Cina itu dijalankan dengan mekanisme jam yang diciptakan tahun 723. Teropong bintang Peking itulah yang mau di modernisir dengan cermin teleskop yang sedang diasah di bengkel optik di Nanking. Di tempat Observatorium Peking yang sekarang itu, masih dapat disaksikan bekas-bekas teropong bintang lama yang dibangun tahun 1674. Penyempurnaannya, tak mengabaikan bantuan tenaga ahli asing. Sebab seorang padri Yesuit bangsa Belgia, Ferdinand Verbiest, telah dimanfaatkan keahlian instrumentasinya untuk menambah kepekaan observatorium Peking itu. Kini, dengan bantuan Amerika mungkin, Tiongkok mau menegakkan kembali kehebatannya dalam bidang astronomi seperti ratusan tahun yang lalu. Satu ambisi yang cukup berat dicapai, tentunya. Sebab masalahnya bukan soal hardware saja. Juga softwarenya, ahli-ahlinya sangat ketinggalan. Seperti dikemukakan Dr Goldberg yang memimpin misi astronom-astronom AS beranjangsana ke sana, kebanyakan astronom Cina yang berbakat telah melarikan diri ke teori. Pengamatan sangat kurang. Dan kebanyakan sudah tua. Tenaga peneliti yang mampu di bawah 35 tahun, kurang sekali. Sebabnya, kata rekan Goldberg Dr Harlan Smith, "karena pendidikan tinggi macet setelah Revolusi Kebudayaan di akhir 1960-an." Kalau begitu, terpaksa sekolah dulu ke negeri orang-orang Barbar (begitu orang Cina menyebut orang kulit putih, zaman dulu) itu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus