POHON bodi tua, yang dulu diketemukan di halaman Borobudur dan
juga jadi tempat upacara orang-orang Budha, kini sudah mati.
Tapi tidak usah cemas. 17 cangkokan bodi yang masih segar kini
siap menjadi saksi Borobudur sampai masa-masa yang akan datang.
Sementara itu Borobudur yang sampai bulan Nopember lalu mengeruk
wisatawan 450 ribu (untuk tahun 1977), sedang sibuk dibenahi
untuk mengalahkan ancaman dewa kehancuran.
Candi kebanggaan itu sekarang penuh larangan. Banyak orang suka
meremehkan larangan tersebut. Padahal dr. Soekmono, ketua
Proyek, menyatakan kalau larangan itu diabaikan bisa
membahayakan pekerja candi yang notabene berasal dari penduduk
setempat. Memang hehJm pernah ada pekerja mati ditimpa batu.
Tapi kesehatan candi sudah sangat menyedihkan. 3 macam
penelitian sudah membuktikan ada korosi pengroposan. Yang paling
fatal, di samping pengaruh iklim, cendawan dan lumut, adalah
banyaknya air yang keluar dari pori-pori dan sela-sela.
Sejak 1969 hingga kini, biaya yang sudah dikeluarkan Rp 3
milyar. Tentu saja program yang masuk Pelita ini dapat bantuan
Unesco berupa duit, tenaga ahli dan peralatan. Tapi sejak Mei
1975 bantuan tenaga ahli berbenti. Seluruh karyawan sekarang
adalah pribumi. Kalau saja pemugaran tersendat-sendat, kerusakan
akan bertambah parah. Di samping pemugaran, usaha menyelamatkan
daerah Borobudur untuk tidak menjadi kota pun sudah dilakukan
dengan pembebasan Borobudur dalam radius 300 meter. Pembebasan
itu sendiri berhasil menyingkap misteri--dengan diketemukannya
stupa kecil dan lempengan baja di sebelah selatan. Sedang di
sebelah barat diketemukan juga genta biara.
Ular Hitam Kuning
Suyono dan Suwarno, komputer berjalan yang mengikuti pemugaran
sejak awal, menceritakan berbagai kejadian sudah mereka alami.
Termasuk 2 orang turis yang nleninggal. Sepele sebabnya:
gara-gara mau ngambil gambar bagus, mundur-mundur, nah akhirnya
berantakan jatuh di tebing candi. Para pekerja sendiri tak ada
yang dapat cidera yang fatal. Paling kegencet batu atau kena
pecahan besi tatah. Gangguan ular, berwarna hitam-kuning, memang
banyak. Tapi karena banyaknya maka sudah tidak asing lagi. Ada
ular yang tenang-tenang saja: ngeloyor melewati dada pekerja
yang se.dang lelap, santai. Kadang juga ular itu tersesat masuk
"pansuit" turis domestik. Syukur belum ada yang mati kena patuk.
"Ular banyak, tapi sudah jadi kawan," kata Suyono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini