Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Ceramah itu pun jadi gempa

Kota palu didesas-desuskan akan dilanda gempa dan gelombang pasang sehingga banyak penduduk yang mengungsi. sebulan sebelumnya ceramah prof. j.a. katili menyebutkan bagian utara palu merupakan rawan gempa. (ilt)

7 Januari 1978 | 00.00 WIB

Ceramah itu pun jadi gempa
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ALHAMDULILLAH. Kamis, 29 Desember, berlalu dengan tenang di kota Palu, Sulawesi Tengah. Kota itu sejak awal Desember sudah diharu-biru cerita gempa dan tsunamL Menurut desas-desus, gempa yang dibarengi gelombang pasang akan menyapu kota di ketiak Teluk Palu itu dari rmuka bumi, semacam Sodom dan Gomora dalam kisah Perjanjian Lama. Penduduk sudah kebingungan. Ada yang mengungsi ke desa jauh. Kadang dengan lebih dulu menjual rumah dan ladangnya, di pinggiran kota itu. Yang berduit, sudah hijrah ke Ujungpandang jauh sebelum "hari-H"--yang menurut desas-desus, akan jatuh tanggal 29 Desember. Dan bagi penduduk yang masih tetap tinggal di kota hari Natal diliputi suasana tegang. Di gereja GPIB Pniel misalnya, wartawan Sinar Harapan bersama jemaat Kristen-Protestan menyimak khotbah pendeta Lagimpo yang mohon Tuhan melindungi penduduk kota itu dari palu-godam gempa bumi. Apinya Dari Mana Karuan saja Pemda Sul-Teng kebingungan: dari mana datangnya berita hari-H 29 Desember itu? Setelah dicek kian ke mari, ternyata cerita itu"tak berdasar." Stasiun Meteorologi di Palu maupun Pusat Meteorologi dan Geofisika (PMG) di Jakarta yang dihubungi per telepon, dua-duanya memberikan jawaban negatif. Tak kedapatan bukti kegiatan gempa di lembah Palu di bulan Desember. Tapi, asap itu memang (pernah) ada apinya. Baru sebulan sebelumnya, ahli geologi Prof. J.A. Katili kasih ceramah di Palu. Katanya, bagian utara lembah Palu merupakan daerah rawan gempa dan tercatat sebagai salah satu daerah dengan kegiatan tektonis tertinggi di Indonesia. Makanya sang profesor memastikan, suatu saat lembah Palu "akan mengalami gempa dahsyat." Ditunjuknya kejadian 14 Agustus 1968 ketika Palu dan daerah sekitarnya dilanda gempa berikut gelombang pasang yang menyebabkan 200 nyawa melayang. Ceramah itu pun mengembara di antara masyarakat kota. Kebetulan, Kamis 22 Desember. ada yang menyetel Radio Australia. Kata penyiar siaran berbahasa Indonesia radio itu, "Iran kemarin dilanda gempa bumi." Lewat jalur komunikasi dari mulut ke kuping, kata "Iran" tambah kaya satu huruf saja menjadi "Iran." Wah, berarti ancaman gempa tambah dekat. Kebetulan pula, hanya 9 hari setelah gelombang pasang melanda pantai Lombok dan Sumbawa Selatan, 50 Km sebelah selatan kota Palu ikut 'ketularan' gempa ringan dengan kekuatan 5 pada skala Richter. Dan lahirlah kisah malapetaka itu. Untunglah, kekuatan nun jauh di bawah tanah masih mengizinkan penduduk kota Palu memasuki Tahun Baru 1978, tanpa guncangan. Setelah itu? Entahlah. Sebab betapapun, Prof. Katili--yang pernah memberikan peringatan senada di kota kelahirannya sendiri, Gorontalo --bukan sekedar menakut-nakuti. Data PMG maupun Direktorat Geologi Departemen Pertambangan sama-sama menunjukkan, betapa besarnya 'bakat terpendam' di sekitar lembah Palu.  1927 -- Palu sudah dilanda tsunami, yang mengakibatkan banyak kerugian jiwa dan harta benda di daerah pantai.  1968 -- gelombang laut setinggi 8 - 10 meter melabrak pantai Donggala, Teluk Mapaga dan Pulau Tuguan sejauh 300 meter. Hampir 800 rumah rakyat binasa. diiringi 200 nyawa--kebanyakan nelayan - tamat riwayatnya,  1969 -- gelombang pasang melanda tiga desa pantai di kabupaten Majene, Sulawesi Selatan, ratusan kilometer di selatan Donggala.  10 September 1975 -- gempa melanda pulau Una-Una di Teluk Tomini, ratusan kilometer di timur Palu. Kekuatannya hanya 4,7 skala Richter, tapi sempat merusak fundasi bangunan. Tsunami sempat juga melanda Una-Una di tahun 1960-an, ketika penduduk keliru menyangka pensiunan vulkan di pulau itu mau meletus.  28 Agustus 1977 -- gempa ringan (5 skala Richter) terjadi di daratan, 50 Km di selatan kota Palu. Menurut catatan PMG, gempa serupa terasa pula di daerah yang sama bulan Mei dan Juli sebelumnya.  27 Nopember 1977 -- hanya beberapa hari setelah ceramah Prof. Katili, gempa dengan kekuatan 5,9 skala Richter menggelitik daerah itu. Daerah itu rawan, karena Teluk Palu dan lembah sungai Palu (sungai Karo) terletak di patahan (fault) sepanjang 1000 Km yang mengiris pulau Sulawesi dari Palu sampai Teluk Bone. Patahan Palu itu, menurut teori tektonik lempeng, merupakan batas dari satu lempeng kecil (micro-plate) yang di kawasan perairan Sulawesi Utara dijepit dari utara dan selatan oleh beberapa lempeng kecil lainnya. Lempeng-lempeng itu saling menghunjam pada kedalaman tak seberapa, membuat kawasan pantai sepanjang jazirah Sulawesi Utara dari Palu sampai Manado dan Sangihe-Talaud cukup rawan bagi gempa bumi. Pengamat Gempa Mungkin itu sebabnya, Prof. Katili dalam ceramahnya-yang ternyata menghebohkan di kota Palu menyarankan agar "konstruksi bangunan diperhatikan betul." Tentunya itu tak cukup. Perlindungan terhadap kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan Donggala, Gorontalo dan pelabuhan pantai lainnya yang terbuka, juga diperlukan. Sementara itu Katili pernah mengusulkan pemasangan 10 macam alat pengukur denyutan bumi sepanjang patahan aktif seperti yang menghubungkan Palu dan Teluk Bone (Palopo) itu. Namun di samping peralatan rumit yang hanya dapat dilayani para ahli lepasan akaderni, pemerintah setempat mungkin bisa juga melatih pengamat gempa bumi amatir, yang dapat mengendus bahaya bawah tanah melalui pengamatan tinggi muka laut, tinggi dan suhu air sumur, serta kelakuan hewan. Latihan semacam ini, yang dibarengi pula dengan latihan penanggulangan akibat gempa, telah digalakkan oleh almarhum Chou Enlai di Tiongkok, setelah gempa dahsyat di Hsingtai, 1966. Dari pada sekedar panik mendengar ceramah seorang profesor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus