Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Hiburan Kondo

Condors dari Jepang kembali menggelar pertunjukan tari di Indonesia. Masih menawarkan konsep slapstick. Menghibur penonton, minim tarian.

1 Februari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUMOR selalu menjadi tulang punggung pertunjukan kelompok tari Condors asal Jepang. Sejak debutnya pada 1996, kelompok dengan 12 penari laki-laki itu tak pernah alpa menyuguhkan sarkasme olahan budaya pop dengan bumbu humor nan pekat, kadang-kadang terkesan vulgar dan nyinyir. Slapstick-lah hasilnya. Dan inilah yang tersaji dalam pertunjukan tiga malam di Teater Salihara, Jakarta, dua pekan lalu.

Kelompok Condors mementaskan pertunjukan bertajuk Conquest of the Galaxy: Mars di hadapan penonton yang memadati ruangan. Ini penampilan kedua mereka di Indonesia setelah, pada 2003, mengentak Jakarta dengan Conquest of the Galaxy: Jupiter. Meski pertunjukan terlambat 15 menit, penonton yang sebagian warga negara Jepang tetap menunggu dengan sabar.

Kesabaran yang tak sia-sia. Selama satu setengah jam pertunjukan, penonton dari berbagai bangsa terpingkal-pingkal menyaksikan beberapa segmen pertunjukan. Condors memang tak mengusung tarian belaka. Mereka mementaskan beberapa adegan pendek dengan gaya dan corak baur laiknya iklan, animasi, cerita pendek, dan—tentu saja—tarian.

Dalam satu segmen, mereka menampilkan parodi acara anak-anak layar kaca Sesame Street. Condors mengganti judulnya menjadi Rotten Street. Seorang penari berada di balik panggung boneka, mengendalikan tiga boneka. Tiga penari lainnya duduk bersila di sebelah panggung sembari membacakan naskah cerita. Tawa penonton seperti tak ada hentinya dalam adegan mengeja abjad.

Bersamaan dengan munculnya huruf ”a” di panggung, tiga penari keluar dari balik layar membawakan adegan orang-orang yang tergesa-gesa berjalan. Dari arah berlawanan, seorang penari lainnya juga berjalan terburu-buru. Mereka pun bertabrakan. Penari yang seorang itu lalu menunjuk-nunjuk rombongan penari yang menabraknya, seolah marah dan memaki. Tiga penari yang membacakan naskah lalu berteriak ”a” dan penari itu menjawab ”anjing!” (dalam bahasa Indonesia).

Sesudahnya muncul huruf-huruf lain di panggung boneka itu. Para pembaca naskah terus meneriakkan huruf ”b” hingga ”z”. Dengan cara yang sama, semua huruf itu dieja oleh para penari lainnya tapi ejaannya dipelesetkan dalam bahasa Indonesia.

Saat giliran huruf ”f” tiba, serombongan penari menggerakkan tangan mereka seperti sedang memencet tuts-tuts pada telepon seluler atau BlackBerry. ”F,” pembaca naskah berteriak. Serentak mereka menjawab, ”Facebook.” Pada huruf ”m”, seorang penari pria dengan rambut tergerai sebahu menepuk-nepukkan sebelah tangannya ke bahu. Para pembaca naskah pun berteriak, ”Manohara.” Dan penonton pun terbahak.

Pertunjukan Condors memang dimaksudkan untuk menghibur. Ryohei Kondo, sang pendiri dan koreografer Condors, tak dapat menutupi kebungahannya melihat sambutan penonton Jakarta. ”Saya suka penonton di sini, mereka sangat apresiatif. Jauh dibanding penonton Tokyo yang sinis,” katanya sumringah kepada Tempo. Tiga malam dua pekan lalu memang menjadi milik Condors. Penonton membeludak dan standing ovation telah menanti di ujung pertunjukan.

Kondo mengakui sebenarnya konsep Mars tak banyak berbeda dengan Jupiter. Adegan pegawai kantor yang gila bola di kawasan Sudirman, Jakarta, bahkan merupakan pengulangan dari pertunjukan Jupiter. Begitu pula dengan adegan pembuka. Condors masih menyajikan animasi pelesetan. Sementara tujuh tahun lalu yang dipelesetkan logo Studio 20th Century Fox, kali ini mereka menggunakan logo studi film Columbia.

Di luar itu, tarian yang menjadi dasar pertunjukan justru minim. Gerakan-gerakan tarinya mirip bela diri capoeira dari Brasil. Itu pun bisa dihitung dengan jari. Adapun adegan yang lucu tapi kerap vulgar mengingatkan orang pada adegan film-film Warkop DKI.

Sita Planasari Aquadini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus