Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Hitler dimana-mana

Pemain : gregory peck, lawrence olivier, james sutradara: franklin g. schaffner resensi oleh: isma sawitri. (fl)

12 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THE BOYS FROM BRAZIL Pemain: Gregory Peck, Laurence Olivier, James Mason Sutradara: Franklin J. Schaffner DIBUAT berdasar novel laris karya Ira Levin dengan judul yang sama, film ini -- dengan maksud tertentu barangkali -- menghidupkan kembali ketakutan kepada Hitler. Ada pembunuhan yang dingin, klinik percobaan dengan manusia malang berkeliaran di dalamnya, dan tentu saja aba-aba "Heil Hitler!" Bahkan dalam satu resepsi bendera swastika berjuluran di mana-mana. Semua ini terjadi di suatu tempat di Brazilia -- kalau tidak salah seperempat abad sesudah Hitler dikabarkan mati bunuh diri di sebuah bunker di Berlin. Benar-benar suatu lompatan yang jauh bagi fasisme. Dan lompatan jauh itu masih dibarengi sebuah eksperimen yang disebut cloning Dalam usaha memurnikan darah ras Arya yang diidam-idamkan Hitler, dr. Josef Mengele --dulu terkenal dengan julukan Malaikat Maut di seantero kamp konsentrasi Auschwitz -- telah mengembangkan metode cloning secara amat berhasil. Tidak atas kelinci atau tikus, tapi atas diri insan. Secara sederhana, cloning adalah upaya pembiakan bukan dengan pembuahan telur oleh sperma seperti biasanya, tapi lewat penyatuan telur dan sel dari tubuh seorang donor. Pertama-tama sel ditanamkan ke dalam telur. Kemudian telur yang sudah "berisi" itu ditanamkan dalam rahim. Jika proses pengolahan telur itu berhasil baik, sembilan bulan kemudian lahirlah seorang anak dengan ciri-ciri fisik seperti yang dimiliki sang donor. Luar biasa. Andai kata cloning, seperti yang kini banyak diberitakan di AS, memang tidak mustahil, jelas itu revolusi besar. Setidak-tidaknya dalam film ini cloning tidak mustahil. Malah lewat eksperimen Josef Mengele, telah bisa dibiakkan 94 anak, semuanya dari satu donor: Adolf Hitler. Nah lu. Cerita Ira Levin ini amat fantastis tapi bukan tidak didukung fakta. Setidak-tidaknya, seperti bisa dibaca di koran, beberapa negara di Amerika Selatan merupakan tempat perlindungan paling aman bagi para Nazi yang sempat lari. Eichmann, tokoh yang terkenal itu, tahun 1960 ditangkap agen Israel di Argentina, untuk kemudian diadili dan dihukum mati. Dr. Josef Mengele, tokoh utama film ini, belakangan terlihat di pedalaman utara Paraguay. Tokoh Nazi lainnya, Klaus Barbie, sekarang dalam proses untuk dikeluarkan dari Bolivia. Sesuai dengan tuntutan cerita, film menawarkan banyak pemandangan. Dari Paraguay penonton dibawa ke Wina, Brazilia, Pennsylvania. Tatkala mata diasyikkan dengan pemandangan kota-kota di tiga benua, pikiran disibukkan oleh kebuasan Mengele, kegigihan Lieberman, petualangan pemuda Yahudi Amerika: Barry Kohler. Syahdan di Paraguay, Kohler memergoki beberapa tokoh Nazi yang sibuk menyambut kedatangan Mengele dari Brazilia. Ternyata Mengele datang dengan instruksi: membunuh 94 pria tua dalam tempo 2 1/2 tahun. Instruksi tidak bisa ditawar-tawar seperti kata Mengele, kepatuhan ialah kehormatan. Ini doktrin Hitler, tentu saja. Kohler sementara itu segera membocorkan rencana Mengele ke Wina, kepada Lieberman, seorang Yahudi gaek yang dengan biaya sendiri melacak gerak-gerik Nazi di seluruh muka bumi. Tapi sebelum Kohler dapat meyakinkan Lieberman pemuda itu terbunuh. Dan pembunuhan yang kemudian terjadi beruntun itu ternyata sesuai dengan informasi Kohler. Maka Lieberman mulai percaya. Tertatih-tatih si gaek itu mengunjungi rumah-rumah korban, hingga ia menemukan fakta yang pelik: pada dua keluarga berbeda, di tempat berbeda, bisa ditemukan dua anak yang persis sama. Bahkan di tempat lain juga ditemukan anak serupa dengan ciri-ciri sama: rambut hitam lurus, mata biru, kulit pucat. Rasa ingin tahu membawa Lieberman ke pusat penelitian biologi. Dan dari seorang ahli di sini ia mengetahui bahwa cloning memungkinkan manusia memperoleh seorang Mozart atau Einstein asalkan sel kedua jenius itu tersedia. Yang melecut Lieberman bukan Mozart atau Einstein itu. Tapi Hitler. Ketiga anak yang berciri sama itu hampir bisa dipastikan duplikat-duplikat sang Fuhrer. Penelitian lebih lanjut membawa Lieberman ke Frieda Maloney, wanita tokoh Gestapo yang sempat jadi agen untuk anak-anak adopsi. Dialah juga yang membagi-bagikan bayi duplikat Hitler ke Eropa dan Amerika. Apakah mereka nanti akan jadi Hitler yang dulu itu? TAPI Lieberman tidak mencemaskan itu benar. Ia pertama-tama ingin menyelamatkan Wheelock, mangsa Mengele berikutnya. Sayang terlambat. Dan di rumah Wheelock terjadi adegan yang terlalu panjang untuk sebuah klimaks. Dimulai dengan gonggongan sekawanan anjing dobberman, diakhiri oleh Bobby yang mengangkat gagang telepon memanggil ambulans. Siapa Bobby? Anak angkat Wheelock, yang tak salah lagi duplikat Hitler juga: berambut hitam lurus, bermata biru dan berdarah dingin. Kedua matanya tak berkejap ketika menyaksikan Mengele dimangsa dobberman. Ia justru yang memerintahkan pembantaian itu sesudah berunding sebentar dengan Lieberman. Film ini bagai menu di warung Padang: semua tersedia, yang pedas-pedas terutama, kecuali satu: wanita cantik. Namun untuk temanya, kehadiran makhluk cantik memang tidak mutlak. Lagi pula Laurence Olivier, aktor besar Inggris itu, bermain mengagumkan sebagai Lieberman. Gregory Peck serius memerankan Mengele. Tata rias juga banyak membantu, sedang Peck sendiri meski tidak lagi tampan tidak sampai memuakkan. Agaknya tidak mudah memerankan seorang laknat seperti Mengele yang dalam film ini dibiarkan mati secara hina -- meski dalam kenyataan masih luntang-lantung di Paraguay sana. Karena itu pula film yang dibuat tahun 1978 ini masih terasa aktual kini. Bertepatan dengan 50 tahun berkuasanya Hitler 30 Januari berselang, film ini bukan saja mengingatkan kita pada Gestapo dan ras Arya, tapi juga pada Neo Nazi yang rupanya belum juga rela mengundurkan diri. Isma Sawitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus