GAGASAN Pangkopkamtib Laksamana Sudomo untuk mengasramakan para residivis, memberi mereka keterampilan dan uang saku yang dilontarkan awal Februari langsung bersambut. Kalangan DPR menilai ide itu bagus dan sangat manusiawi. Hanya saja, kata Wakil Ketua Komisi III DPR yang membidangi masalah Hukum, F-KP, Sulaiman Tjakrawiguna, "pengasramaan itu menimbulkan kesan sangat berlebihan." Ia setuju residivis yang diasramakan diberi pendidikan keterampilan sesuai dengan bakat masing-masing. Tapi bila mereka juga diberi uang saku untuk nonton dan jalan-jalan, katanya, harus dipikirkan efek psikologisnya. Sulaiman khawatir, orang baik-baik yang tiap hari banting tulang dan tak bisa juga menyisihkan uang untuk nonton atau rekreasi, bisa tergiur untuk menjadi penghuni asrama residivis (bromocorah). Subekti, Wakil Ketua Komisi I DPR (Penerangan, Luar Negeri dan Hankam) dari F-PDI juga was-was. Karena langkah pengasramaan, katanya bisa membawa hasil sebaliknya dari yang diharapkan. Ia berpendapat bahwa gagasan itu, "merupakan eksperimen yang mengandung risiko tidak ringan." Untuk mengurangi kejahatan, Subekti hanya melihat satu jalan: memperberat sanksi terhadap pelakunya. Direktur LBH Jakarta, Abdulrahman Saleh, menganggap ide pengasramaan itu, "positif dan sangat sosialistis." Penanganan terhadap kejahatan, katanya, memang tak cukup hanya dengan sanksi, melainkan harus ditangani secara terpadu. Ketua Umum Yayasan Prems (Proyek Rehabilitasi Materiil dan Spirituil) T.W.G. Agus, bahkan menyebut ide Pangkopkamtib itu sebagai "akan membawa jalan ke arah terang bagi para residivis." Meski begitu, Ketua Penertib Prems, Leo Bardo, kepada TEMPO menyatakan, bahwa membina bekas narapidana tak bisa dengan cara keras. Setelah diberi keterampilan, kata Leo, hendaknya mereka benar-benar bisa disalurkan. Yang tak kalah penting ialah membenahi cara hidup mereka, yang kebanyakan tak tahu bagaimana cara mengatur uang. Selepas menganalisa hasil Operasi Clurit di Kodak Metro Jaya bersama Pangdam V Jaya, Mayjen Try Sutrisno, dan Kadapol Mayjen Sudjoko Sabtu lalu, Laksamana Sudomo berterima kasih kepada para pengkritiknya. "Ini 'kan negara demokratis," katanya sambil ketawa. Tapi ia meminta agar para anggota DPR itu memberikan saran tertulis yang lebih terperinci. Sudomo memang optimistis angka kejahatan bisa ditekan dengan program pengasramaan itu. Meskipun gagasan itu, menurut Pangkopkamtib, kini sedang terus digodok. Untuk itu rupanya, pemerintah tak perlu menyediakan dana. "Ada beberapa pihak yang secara suka rela mau memberikan sumbangan," katanya pekan lalu. Sudomo tak menjelaskan siapa pihak yang ia maksudkan. Tapi selama ini memang sudah dikenal berbagai panti pembinaan para residivis, baik yang diadakan pemerinuh (Dep. Sosial), swasta, bahkan perseorangan. (lihat: box). Berdasarkan penelitian pihak kepolisian, berbagai kejahatan yang cukup menyolok di beberapa tempat akhir-akhir ini 60% dilakukan para residivis. Bahkan selama Operasi Clurit yang diadakan sejak 21 Januari lalu, diketahui bahwa delapan dari 10 tindak kejahatan dilakukan penjahat kambuhan. Contohnya Ujang Bandung, 26 tahun, yang mati tertembak dua minggu lalu di Jakarta. Waktu tertangkap ia sempat mengecoh petugas dan mencoba lari. Penjahat yang badannya penuh tato itu biasa beroperasi di Pecenongan, Jakarta Pusat. Di daerah operasinya itu pula ia menodong seorang pejalan kaki dengan senjata tajam, beberapa hari sebelum tertangkap. Polisi yang terus melacak jejaknya menjumpai Ujang tengah mabuk-mabukan di sarang pelacur. Setelah ditangkap, ia menyodorkan jasa baik dengan berpura-pura menunjukkan dua tempat persembunyian komplotannya. Ternyata tempat itu kosong. Terakhir, Ujang membawa petugas polisi berpakaian preman ke Cimanggis, ke deretan gubuk yang berjajar sepanjang tepi sungai. Waktu itu menjelang pagi. Begitu diturunkan dari mobil, Ujang mencoba menyelinap lewat jalan setapak. Ia pun ditembak, mengenai pinggangnya. Kata Kol. Pol. Hindart, Dan Satserse Kodak VII, Ujang diketahui paling tidak telah melakukan penodongan sebanyak 50 kali. Selain Ujang, ada lagi komplotan Edy Ompong yang beranggotakan 22 orang. Juga komplotan Karno yang dalam operasi di seputar Tambora (Jakarta Barat) gemar membawa pistol colt 38. Di bilangan Cililitan, Jakarta Timur, ada yang bernama Akmal, tukang peras dan tukang todong yang ditakuti para pedagang dan mereka yang bepergian malam hari di daerah itu. Tapi dalam rangka Operasi Clurit, komplotan-komploun itu telah tergaruk. Tampaknya mereka inilah yang akan termasuk penghuni asrama yang kini sedang digodok Pangkopkamtib.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini