KAMAR Dagang dan Industri merupakan organisasi yang terdapat di hampir setiap negara. Badan demikian menghimpun unsur-unsur sektor perdagangan, industri, agrobisnis, dan jasa. Tujuannya untuk melayani dan memperjuangkan kepentingan bersama dunia usaha. Di Eropa, Kamar Dagang sudah berusia berabad-abad. Di Prancis pada zaman Napoleon organisasi ini diberi landasan hukum baru dan mendapat suatu fungsi publik, artinya harus melayani kepentingan masyarakat. Di Amerika dan negara-negara lain yang anglosaxon, Kamar Dagang dan Industri umumnya merupakan perkumpulan perusahaan dan asosiasi (gabungan perusahaan sejenis) secara sukarela. Artinya, tidak semua perusahaan (tertarik untuk) menjadi anggota. Tapi yang berminat menjadi anggota terdiri baik dari perusahaan kecil (misalnya toko pengecer) maupun besar, bahkan yang raksasa. Mereka secara sukarela membayar iuran organisasi, yang ditetapkan berdasarkan suatu rumus sesuai dengan besar kegiatannya. Sering suatu perusahaan menjadi anggota dari beberapa organisasi: Kamar Dagang setempat, Kamar Dagang nasional, Asosiasi, Himpunan, dan sebagainya. Maka masing-masing organisasi demikian itu dilihat oleh anggotanya sebagai suatu badan perjuangan, atau badan yang menyelenggarakan suatu kepentingan bersama yang dianggap menguntungkan. Apakah kepentingan bersama itu? Di Amerika, misalnya, suatu Kamar Dagang, baik yang lokal maupun yang federal, dilihat oleh anggotanya sebagai suatu badan perjuangan, atau badan yang dapat membela kepentingannya terhadap pemerintah, baik pemerintah lokal maupun nasional. Pemerintah, di mana-mana, juga yang disebut "liberal", banyak membuat peraturan dan kebijaksanaan yang tidak selalu menguntungkan semua sektor sekaligus. Kalau misalnya sesuatu peraturan menguntungkan industri hulu maka mungkin kurang menguntungkan industri hilir, dan sebagainya. Perusahaan, secara tunggal, tidak berdaya untuk memperjuangkan kepentingannya terhadap pemerintah, tapi sebagai Kamar Dagang, atau Asosiasi, kekuatan representasinya jauh lebih besar. Untuk menjamin kekuatan representasi ini banyak perusahaan bersedia membayar iuran. Sudah tentu perusahaan yang tidak ikut juga akan menikmati hasil perjuangannya. Maka buat apa menjadi anggota dan membayar iuran? Jawabnya adalah bahwa selalu cukup banyak perusahaan, dan perorangan, yang tertarik kepada citra perjuangan dan ingin melibatkan diri. Mereka ini bersedia berkorban, artinya membayar iuran, duduk dalam pengurus, dan sebagainya. *** Di banyak negara Eropa Barat, pola Kamar Dagang dan Industri sering mengikuti pola Prancis, yang mengalami perombakan di zaman Napoleon itu. Di Prancis, dan juga di Jerman, Kamar Dagang mempunyai suatu peranan publik, yang dikuatkan oleh suatu undang-undang. Kamar Dagang dan Industri harus mengabdi kepentingan umum dunia usaha, dan tidak boleh menekankan kepentingan sektorial ataupun kepentingan perusahaan. Yang harus memperjuangkan kepentingan sektoral adalah Asosiasi (perusahaan sejenis), yang diharapkan menjadi anggota Kamar Dagang dan Industri. Dalam praktek identifikasi kepentingan umum ini tidak selalu mudah. Kepentingan antarsektor berbeda, dan kepentingan perusahaan kecil berbeda dengan perusahaan besar. Di mana titik berat dari kepentingan umum itu? Di negara-negara di mana Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mempunyai fungsi publik, maka (identifikasi) kepentingan umum sering dikaitkan dengan kebijaksanaan umum pemerintah, yang juga dianggap berpedoman kepada kepentingan umum. Maka fungsi policy-dialogue dengan pemerintah itu selalu menjadi pekerjaan utama dari setiap Kadin. Sifat policy dialogue itu berbeda di suatu negara dengan yang lain. Misalnya, sifat dan gaya policy-dialogue antara Kadin dan pemerintah di Indonesia pasti lain dari pada di Amerika Serikat. Di Amerika orang tidak segan-segan berbeda pendapat dengan pemerintahnya 180 derajat, sedangkan di Indonesia kebudayaan politiknya menghendaki komunikasi yang lain. Di banyak negara, terlepas apakah Kadin mempunyai fungsi publik atau tidak, ada semacam pembagian tugas antara berbagai organisasi gabungan industri dan jasa. Sebuah Kadin lebih banyak memperhatikan kepentingan dunia usaha yang kecil dan menengah, oleh karena sebagian terbesar anggotanya terdiri dari perusahaan kecil dan menengah. PERUSAHAAN besar tetap menjadi anggota Kadin karena semangat solidaritas umum, tapi di banyak negara mereka mempunyai organisasinya sendiri yang khusus mewakili perusahaan besar, sering industri besar. Misalnya, di Jepang Keidamen mewakili perusahaan besar dan raksasa, dan pengaruhnya terhadap pemerintah lebih besar dari Kamar Dagang dan Industri Jepang. Di Prancis, Jerman Barat dan Amerika Serikat, ada gejala yang sama. Apa imbalan kepada Kadin yang mempunyai fungsi publik berdasarkan undang-undang? Biasanya Kadin demikian mendapat bagian dari suatu pajak yang dipungut oleh pemerintah terhadap izin usaha perusahaan, atau Kadin demikian mendapat suatu sumbangan tetap dari anggaran belanja pemerintah, sebagai imbalan untuk melakukan berbagai fungsi publik. Sering keanggotaan bagi perusahaan menjadi wajib. Ketergantungan terhadap sumbangan pemerintah ini membawa konsekuensinya sendiri. Sering pemerintah, misalnya menteri yang paling berwenang, mempunyai pengaruh dalam penentuan pengurus Kadin. Di satu pihak sifat ketergantungan ini dipandang merugikan perjuangan dunia usaha di lain pihak hubungan dengan pemerintah bisa lebih dekat dan hal demikian dapat dimanfaatkan untuk mengadakan pembelaan kepentingan yang lebih efektif. *** Apakah masalah-masalah khusus dari suatu Kadin di negara yang masih muda dan sedang berkembang? Di banyak negara berkembang tingkat perkembangan swasta masih belum mantap, dan susunannya belum dianggap memenuhi aspirasi nasional. Sebagai warisan zaman kolonial sering perusahaan asing masih merajalela. Lagi pula ekonomi sering dikuasai oleh suatu golongan yang bukan pribumi. Karena Kadin harus mengutamakan kepentingan umum, maka menafsirkan kepentingan umum ini tidak bisa hanya berkiblat kepada kepentingan perusahaan-perusahaan besar. Secara politis Kadin harus juga berkiblat kepada sasaran kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan dunia swasta ini. Dalam keadaan dunia swasta yang majemuk itu suatu pemerintah nasional secara politis harus memberi perhatian besar kepada kepentingan dunia swasta yang kecil dan menengah. Sering mereka ini terdiri dari golongan pribumi. Memang, dasar kekuatan politik pemerintah nasional berakar pada lapisan-lapisan yang merupakan mayoritas sosial. Sebuah Kadin pun harus lebih mengasosiasikan diri dengan kepentingan golongan mayoritas ini. Sebaliknya, suatu pemerintah juga berkewajiban membina tumbuhnya suatu perekonomian nasional, dengan mengintegrasikan dan membaurkan komponen-komponen yang majemuk itu, dan Kadin harus mendukung dan menopang sasaran ini. Sasaran integrasi, pembauran, dan mencari keseimbangan sosial yang lebih serasi ini, adalah sukar sekali pelaksanaannya, dan tidak memuaskan bagi semua golongan sekaligus. Tapi alternatif yang lebih baik sukar diketemukan. Masalah nasional ini banyak kesamaannya dengan masalah dunia untuk mencari hubungan harmonis antara negara maju dan negara berkembang. Hubungan demikian dianjurkan harus berdasarkan saling-ketergantungan, namun apakah hubungan saling-ketergantungan antara si kuat dan si lemah bennguntungkan kedua pihak? Maka dicetuskan suatu gagasan pelengkap yang menghendaki si kuat harus membantu yang lemah, yang sudah maju harus mengadakan transfer of resources and know-how kepada yang masih membangun. Si kuat mempunyai kewajiban moral untuk memberi, dan yang lemah dapat menerima tanpa perasaan utang budi. Kaidah-kaidah yang berkiblat solidaritas sosial ini harus diberlakukan pula dalam pemecahan masalah integrasi dan pembauran di lingkungan nasional. Perusahaan yang besar, perusahaan asing (yang besar dan kuat) dan perusahaan nonpribumi (yang sudah lebih maju) mempunyai kewajiban untuk memberi, membantu dan mendidik perusahaan yang masih lemah, dan yang kecil. Kadin adalah wahana untuk segala ini. *** Salah satu masalah Kadin di negara berkembang adalah kurang seimbangnya wibawa, kekuatan dan pamor, antara pemerintah dan swasta. Sering pemerintah terlalu kuat dibandingkan dengan swasta. Timpangnya keseimbangan ini menyulitkan dialog kebijaksanaan yang disebut di atas, karena kurang terdapatnya paritas. Kadin negara berkembang harus mempunyai siasat untuk meningkatkan dialog paritas mereka. Kekuatan berunding (bargaining power) tidak hanya tergantung dari kuatnya kartu, tapi juga dari kualitas informasi, analisa dan argumentasi yang dibawa. Maka bagi suatu Kadin, salah satu siasat adalah untuk memasukkan profesionalisme dalam pembahasan masalah-masalah ekonomi, misalnya mempunyai staf ahli yang kuat, atau kerja sama dengan universitas dan melibatkan para cerdik pandai dalam permasalahan dunia bisnis. Di luar negeri siasat demikian juga sering digunakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini