Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Ilmu bersuamikan binatang

Jakarta: hasta mitra, 1983 resensi oleh: andi hakim nasution. (bk)

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA ITU YANG DINAMAKAN ILMU? Oleh: A.F. Chalmers Penerbit: Hasta Mitra, Jakarta, 1983, 197 halaman DALAM pengantar disebutkan bahwa "buku ini dimaksudkan sebagai suatu introduksi sederhana, gamblang, dan elementer mengenai pandangan-pandangan modern tentang ilmu-ilmu dalam arti yang sebenarnya." Karena itulah, permintaan meresensi buku terjemahan ini saya terima walau saya harus mengadakan perjalanan selama tiga minggu. Saya pikir, buku ini bisa buat pengisi waktu saya selama di ruang tunggu bandar udara Halim Perdanakusumah maupun lapangan terbang John Foster Dulles. Ternyata, saya telah takabur dan menganggap enteng buku terjemahan ini. Buku ini sama sekali tidak cocok dibaca di ruang tunggu bandar udara mana pun. Setiap kali membalik halaman baru, isi pagina terdahulu terlupakam Barulah ketika dipinjami buku aslinya, yang berjudul What Is Thing Called Science (terbitan University of Queensland Press, Australia), saya dapat menikmati isinya. Dalam pengantar buku asli dikatakan bahwa "This book is intended to be a simple clear, and elementary introduction to modern views about the nature of science." Kalau saya harus menerjemahkan kalimat itu bunyinya akan menjadi, "Buku ini dimaksudkan sebagai suatu pengantar yang sederhana, jelas, dan mendasar ke pandangan-pandangan mutakhir tentang watak ilmu pengetahuan." (Dua orang penerjemah boleh saja mempunyai selera yang berbeda). Selain ketidakcermatan penerjemah, buku ini juga terlalu banyak menyerap istilah asing yang sebenarnya dapat diterjemahkan dengan menggunakan kosa kata Indonesia atau sekurang-kurangnya etimologinya diterangkan dalam bahasa Indonesia. Misalnya, falsification langsung saja diserap menjadi falsifikasi tanpa ada usaha menerangkan apa maknanya. Karena itu, buku ini hanya mungkin dipahami oleh orang Indonesia yang sudah memahami bahasa Inggris. Kalau demikian halnya, untuk apa ia harus membaca buku terjemahan? Mengapa tidak langsung saja mencoba mencernakan buku aslinya ? Cara menerjemahkan istilah pun dilakukan tanpa berusaha mencari terjemahan istilah yang laim. Misalnya, Dairy Science telah diterjemahkan sebagai llmu Pemerasan Susu Sapi. Padahal, istilah Indonesianya adalah llmu Ternak Perahan karena yang dibicarakan dalam Dairy Science bukan saja cara memerah susu sapi, tapi segala hal yang bersangkut-paut dengan ternak yang dipelihara untuk produksi susunya, seperti unta, kambing, kerbau, dan kuda. Untunglah, Chalmers tidak membahas tentang Animal Husbandry - bisa-bisa nama bidang ilmu ini diterjemahkan para redaktur sebagai llmu Bersuamikan Binatang. Dari segi usaha penerjemahan buku asing ke dalam bahasa Indonesia, hikmah adanya buku terjemahan ini ialah sebagai bukti bahwa tidak mudah melakukan terjemahan besar-besaran buku ilmu pengetahuan asing ke dalam bahasa Indonesia. Untuk menjadi penerjemah buku ilmu pengetahuan yang baik, seseorang hendaknya juga penulis karangan asli di bidang ilmu yang sama seperti isi buku yang akan diterjemahkan. Buku ini mencoba mengantarkan pembaca ke usaha melaksanakan metode sains menuju pengumpulan pengetahuan yang telah diuji kebenarannya menjadi kumpulan pengetahuan berstruktur sains. Ia memulai dengan membahas dua metode sains sederhana: induktivisme dan falsifikasionisme. Induktivisme mencoba menurunkan sains dari pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Kekurangan metode ini bersandar pada pengambilan kesimpulan dari fakta yang tidak lengkap. Kelemahan kedua ialah pengamatan yang disangka obyektif itu sebenarnya dapat saja bersifat subyektif karena cara mengamatinya - lantaran itu, citra pengamatannya dapat menjadi berlainan. Apalagi kalau pengamat dalam mengamati data sudah dipengaruhi prasangka bahwa masalah yang diselidiki itu seharusnya mengikuti kaidah tertentu. Falsifikasionisme atau aliran pemalsuan mencari keterangan berdasar pengamatan yang dibimbing dan diawali teori. Aliran ini melihat sains sebagai sekumpulan hipotesa yang dianggap benar untuk sementara dengan tujuan menerangkan perilaku suatu masalah dalam alam. Anggapan dibuat meniadi hipotesa itu harus memenuhi persyaratan untuk dapat dinyatakan palsu. Atas dasar hipotesa itu kemudian dirancang cara pengumpulan fakta yang dapat menyatakan hipotesa itu palsu, kalau ternyata takta yang dikumpulkan tak sesuai dengan hipotesa itu. Kalau data yang diperoleh tidak menyimpang dari hipotesa, maka hipotesa itu dipertahankan sampai ada fakta lain yang bertentangan. Jika hal itu terjadi, hipotesa itu dinyatakan palsu. Keterbatasan metode pemalsuan ini terletak juga pada kenyataan bahwa fakta yang dikumpulkan berdasarkan pengamatan itu mungkin saja berbias karena dimasuki selera subyektif pengamatnya sehingga hipotesa yang sebenarnya mungkin saia dinyatakan palsu, sedangkan hipotesa yang seharusnya palsu dianggap benar. Dengan menggunakan metode pemalsuan, hipotesa disusun dan ditumbangkan silih bergantn Sebab permasalahan yang satu tidak dicari kaitannya dengan yang lam, maka dengan metode itu saja ilmu tidak berkembang secara berencana, tapi seakan-akan mengalami gerak Brown molekul gas. Lakatos mengembangkan gambaran mengenai sains dengan mencoba mengelompokkan teori yang timbul menjadi suatu struktur yang saling berkaitan. Dengan cara ini, usaha menguji berbagai hipotesa serta penyusunan hipotesa baru dapat dilakukan lebih terarah menuju sasaran yang lebih jelas di masa depan. Menurut Chalmers, di sinilah kelemahannya ilmu-ilmu sosial yang belum mampu mengelompokkan semua teori ke dalam suatu struktur menyeluruh yang bersifat semesta, dan baru ada pada tingkatan falsifikasionisme sederhana. Chalmers juga membicarakan pandanga Kuhn mengenai cara suatu sains dapat berkembang melalui berbagai pentahapan. Dari prasains ke sains normal, yang kemudian mengalami krisis karena sendi-sendinya ada yang berhasil dinyatakan palsu, sehingg terjadi krisis dan kemudian revolusi dalam sains itu Setelah mengalami revolusi itu, terjadi lagl keadaan prasains yang kemudian berkembang lagi menjadi suatu sains normal dengan perangkat kaidah baru. PADA bab-bab terakhir, Chalmers membahas masalah-masalah rumit dan mengadakan sintesa mengenai apa yang telah dibahas sebelumnya. Sungguh tidak sederhana dan sangat bertentangan dengan apa yang dicita-citakannya pada kata pendahuluan. Saya tidak mampu mengulasnya karena saya sadar akan ketidakmampuan saya meresapkan jalan pikirannya dengan baik. Yang berminat silakan mencoba mencernakannya menurut selera sendiri sehingga memenuhi harapan Chalmers mengenai apa yang diharapkannya: "Kita lepas landas dengan perasaan bingung dan ita mendarat kelak dengan perasaan bingung pada taraf yang lebih tinggi." Tapi, kebingungan apa pun yang akan kita hadapi setelah membaca buku ini, saya tetap menganjurkan para insan penelitl untuk mencoba membaca dan memahami buku ini dalam bentuknya yang asli. Sekurang-kurangnya, kita terpaksa bertanya-tanya akan kemampuan kita sendiri untuk memburu kebenaran. Dan kalau kita sudah sampai pada taraf kebingungan seperti itu, kita akan bersikap lebih hati-hati membuat kesimpulan hasil-hasil penelitian kita. Tidak perlu lagi kita takut dan waswas bahwa pada suatu ketika kita ditantang mempertahankan disertasi kita untuk kedua kalinya di sebuah rumah makan Padang . . .! Andi Hakim Nasoetion Guru besar Statistika Institut Pertanian Bogor

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus