Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Pelukis Toni Antonius membuat lukisan realisme yang bercorak kolase dengan nuansa zaman Renaisans. Ia menggelar pameran tunggal kumpulan karya terbarunya di Grey Art Gallery Bandung sejak 25 Agustus hingga Desember 2024. “Saya tertarik dengan kedalaman ruang pada karya lukisan Renaisans,” katanya saat ditemui, Jumat 30 Agustus 2024.
Lukisan Bernuansa Zaman Renaisans Lewa Sosok-sosok Klasik
Gambar-gambarnya sendiri pada tiap kanvas yang berukuran sedang hingga jumbo menurutnya, tidak mengisahkan suatu narasi tertentu. Pada pameran tunggal perdananya ini, Toni Antonius menghadirkan sebelas karya. Beberapa lukisannya tergolong jumbo seperti yang berjudul School of Barbers dengan ukuran 180 x 370 sentimeter, Interwoven Legacies dan Vogue yang masing-masing berukuran sama 160 x 460 sentimeter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam lukisannya yang bernuansa kuno itu sekilas tampak sosok-sosok berpakaian gaya klasik. Selebihnya dari suasana gambar yang terkesan ramai dan semarak oleh warna itu juga muncul figur-figur zaman modern yang sibuk dengan urusan masing-masing. “Orang-orang menganggap saya sedang bercerita padahal tidak,” ujar Toni. Dia lebih condong menampilkan kemampuannya melukis semirip dan serinci mungkin dengan bantuan gambar yang diperbesar dan alat proyektor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karya School of Barbers buatan Toni Antonius dengan cat minyak. Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Perspektif Hibriditas
Seni rupa zaman Renaisans berkembang di masa peralihan abad pertengahan ke abad modern di Eropa pada abad ke-14 hingga 17 seiring berkembangnya sastra dan ilmu pengetahuan. Kurator pameran itu Yogie A. Ganjar mengatakan, kesenian zaman Renaisans menjadi penanda penting puncak pencapaian seni lukis klasik. Dengan teknik kolase, Toni menurutnya memecah dan menyusum kembali elemen-elemen visual dari berbagai sumber.
Praktik kesenian Toni menurut Yogie bisa dikaitkan dengan perspektif hibriditas yang menggabungkan elemen estetika klasik dengan seni kontemporer. “Dia menggambarkan bagaimana fragmen-fragmen masa lalu dapat disusun ulang untuk menciptakan makna baru yang relevan dengan konteks modern,” ujarnya dalam tulisan di katalog pameran. Karya seniman menghidupkan kembali dan mereflesikan masa lalu dalam konteks kontemporer.
Pameran bertajuk “Reimagining the Past: Contemporary Reflection on Grandeur” itu menurut Chamid Nur Dwaji dari Grey Art Gallery telah dipersiapkan selama setahun. Melengkapi pameran tunggal itu, pihak galeri ikut menampilkan karya seniman lain di tempat yang sama, yaitu berjudul 'The Grandeur of Classicism dan Decorus Contra Mundum; Renaissnace Pulchritudo'.