Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Ayurika menggelar pameran tunggal berjudul Kaca Benggala di Galeri Ruang Dini, Bandung, sejak 13 Januari hingga 4 Februari 2024. Seniman yang tinggal dan bekerja di Yogyakarta itu menampilkan lima karya lukisannya dengan ukuran besar. “Ini termasuk awal mula lagi di tahun ini pakai kuas,” kata Ayurika di Bandung, Sabtu 13 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seniman asal Grobogan kelahiran 28 Agustus 1996 itu selama dua tahun terakhir sempat berhenti melukis dengan sapuan kuas dan cat minyak. Alasannya karena kedua tangannya mengalami kesulitan menggenggam benda. Kondisi itu dirasakan setelah melahirkan anak pertamanya lewat operasi caesar pada 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pamerannya kali ini, Ayurika lebih berfokus untuk menampilkan gambar wajah bercorak realis ekspresif. Sebagian besar adalah wajah dirinya dari berbagai sisi. Pada karya berjudul Temu, dia melukis wajahnya dari samping yang diposisikan saling berhadapan pada dua panel kanvas. Masing-masing berukuran 200 x 150 sentimeter yang diberi jarak 10 sentimeter.
Pelukis Ayurika berpameran tunggal di Bandung dengan judul Kaca Benggala. (Dok.Galeri).
Kedua wajahnya dari sisi samping juga bertemu kembali dengan beda sudut pada sebuah cermin dengan judul Hitamku. Sedangkan pada seri karya berjudul Intimate Collision, Ayurika menempelkan wajahnya pada dua kanvas berukuran masing-masing 250 x 200 sentimeter secara berdempetan. Sementara karya lukisan berjudul Kedok menggambarkan empat wajah yang dibaluri lapisan putih.
Menurut lulusan Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu, peristiwa seringkali mengantar manusia pada titik pertemuan diri yang intim. Seperti bercermin, dalam falsafah Jawa dikenal Kaca Benggala yang memantulkan keutuhan dari sebuah realita. Bercermin pada sebuah Kaca Benggala merupakan sebuah keberanian untuk menelanjangi diri secara batin. “Atau menyaksikan keadaan sebenarnya tanpa tujuan untuk mengubah,” kata Ayurika.
Melalui Kaca Benggala, kata Raisha Adistya dari Ruang Dini, Ayurika beralih dari pembahasan simbolisme yang berkaitan dengan pengalaman ketubuhan yang ia telanjangi menuju persoalan mengenai pergulatan atau gejolak batin. Kaca Benggala menjadi semacam eksplorasinya soal konflik batin yang berlangsung, merepresentasikan proses pertemuan diri yang berkelanjutan. Berbeda dari pameran Ayurika sebelumnya yang berani menelanjangi tubuh dengan menantang batasan konvensional sekaligus sosial, kali ini seniman memberanikan diri untuk menantang batasan dalam dirinya sendiri.