Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Jaring Narasi Richard Oh

Novel terbaru Richard Oh menantang pembaca menelusuri jejaring narasi yang kompleks.

14 Maret 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THE RAINMAKER'S DAUGHTER Penulis : Richard Oh Penerbit : Metafor, 2004

The start of each day means for you another day to remember. For me, it's another day to forget" (hlm. 97), demikian ucap perempuan misterius berinisial K kepada Hadrian, tokoh sentral dalam novel Richard Oh terbaru, The Rainmaker's Daughter (Metafor 2004). Waktu memang menjadi titik pusat cerita. Para tokoh dalam novel semuanya mencoba menyiasati waktu dengan cara mereka.

Bagi K, waktu adalah masa lalu yang harus dilupakan karena dari masa lalu inilah ia melarikan diri. Pada akhirnya ia tak mampu melawan tarikan masa lampau yang membawanya kembali ke pulau tempat tragedi hidupnya dimulai dan diakhiri. Menjelang klimaks cerita, K harus mengakui bahwa masa lalu adalah bagian dari takdirnya yang tak dapat dilawan, "I'm tired of running. There's no corner of this world where I can hide from your memory. I'm back... I'm coxming home to you" (hlm. 196).

Sementara itu, Hadrian berlomba dengan waktu untuk menguak tabir misteri K dan, bila mungkin, menyelamatkannya dari takdirnya sendiri. Ia adalah seorang pengacara mapan yang kehidupan sehari-harinya identik dengan banalitas: dari pesta ke pesta, dari bar ke bar, dari klien ke klien, dan semuanya monoton serta membosankan. Kehadiran K mengacaukan irama hidupnya dan membawanya keluar dari kepompong rutinitas menuju ke rimba misteri bernama manusia yang dalamnya tak terduga. Ada bahaya, teka-teki, masa lampau yang keruh, dan hubungan antarmanusia yang intens, yang pada mulanya absen dalam kehidupan Hadrian.

Berbeda dengan dua novel Richard sebelumnya, olahan atas struktur narasi sangat menonjol dalam novel ini. Keunikan sekaligus keruwetan novel terletak pada jaringan struktur yang berlapis yang mampu mengalihkan kita dari misteri di seputar tokoh K ke pembacaan yang saksama untuk merekonstruksi hubungan-hubungan antarwaktu dan antarnarasi.

Secara topografis, novel ini terdiri atas dua wilayah narasi. Wilayah pertama adalah dunia tempat Hadrian berada, yang berasosiasi dengan masa kini, walaupun tak lengkap tanpa masa lalu K yang gelap. Wilayah narasi kedua berpusat di seputar masa lalu K di desa asalnya di Kalimantan Barat dan kisah Matalius, pembuat kapal yang dikirim oleh warga desa untuk memburu K tetapi diam-diam jauh cinta padanya.

Narasi pertama diceritakan oleh seorang narator mahatahu terbatas dari sudut pandang orang ketiga, yang mampu menyelami pikiran Hadrian tetapi tak mampu menerobos ke balik psike K. Narasi kedua dituturkan oleh seorang narator mahatahu di luar cerita, yang tak hanya punya akses ke tokoh Matalius tetapi juga ke masa lalu K. Narator kedua ini adalah juga penutur kisah tentang K dan, melalui mulut tokoh ini, legenda putri pawang hujan dituturkan. Pada awal novel, kita belum melihat sosok narator itu, sehingga seolah-olah K adalah penutur langsung legenda putri pawang hujan. Sosok narator baru muncul di tengah cerita dalam wujud deskripsi yang menyertai dialog antara K dan putranya.

Pada akhirnya, hanya Hadrian yang selamat dari pertarungan dengan waktu, meskipun hidup tak lagi sama baginya. Ia tak lagi melawan, karena masa lalu dan masa kini telah menyatu, bahkan menggandeng masa depannya. Pertemuan dengan K telah membuka kesadarannya: "She was much a part of his life in the past as she was in the present, and as she would invariably be in the future..." (hlm. 203). Ia telah lahir kembali, lepas dari dunia yang skizofrenik dan impoten, yang sebelumnya ia jalani dengan puas diri. Hidup tak lagi sekadar anggur, cerutu, pesta, dan uang ("predictable and humdrum to the core"). Kini ada kesakitan, dan memori tentang rasa sakit itulah yang menyempurnakannya. Sayang, K tak hadir untuk menyaksikannya. Peranan K sebagai tokoh selesai ketika "misinya" untuk membidani kelahiran kembali Hadrian tergenapi.

Pembaca yang mencari alternatif bagi cara bercerita yang linear dan konvensional akan mendapati novel ini sangat menantang untuk digeluti, meski tak ada jaminan mereka akan "selamat" dari jejaring narasi yang kompleks. Namun, siapa tahu?

Manneke Budiman

  • Dosen Fakultas Ilmu Budaya UI
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus