Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Jika Boleh Mengulang Masa Muda

Sebuah kisah yang sudah berulang diceritakan: perjalanan menuju masa lalu, dan mengubah sejarah.

22 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

17 Again
Sutradara: Burr Steers
Skenario: Jason Filardi
Pemain: ac Efron, Matthew Perry, Leslie Mann

INI memang plot yang sudah usang. Tapi, dengan sebuah resep sederhana, film ini bisa menyegarkan segala elemen yang sudah usang itu.

Ringkas ceritanya: Mike O’Donnell (versi dewasa: Matthew Perry) merasa sudah mencapai jalan buntu dalam hidupnya. Dia merasa kariernya tak akan pernah melejit. Istrinya, Scarlett (Leslie Mann), menuntut cerai. Kedua anaknya, Maggie (Michelle Trachtenberg) dan Alex (Sterling Knight), sama sekali tak peduli dengan otoritasnya sebagai ayah. Mike, entah sadar entah tidak, mengisi hidupnya dengan mengeluh berkepanjangan tentang keputusan hidup yang dibuatnya 20 tahun silam: memilih untuk bertanggung jawab dan menikah dengan Scarlett, yang sudah hamil, atau meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Dua puluh tahun silam, Mike memang seorang pemain basket terkemuka di SMA. Dengan memilih kawin, semua mimpi Mike berantakan. Di saat buntu itulah dia terlontar kembali ke usia 17 tahun. Jiwanya tetap berusia 37 tahun; tapi tubuhnya adalah Mike O’Donnell muda (diperankan dengan baik oleh Zac Efron) yang tegap, segar, berwajah seperti patung Yunani, dan tubuhnya lentur bergulat dengan bola basket.

Plot yang usang? Ingat film Big (Penny Marshall) dan 13 Going on 30 (Gary Winick) kan? Tapi kedua film itu memilih terbalik. Baik tokoh Josh Baskin dalam Big maupun Jenna dalam 13 Going on 30 merasa capek dengan kehidupan remaja puber yang selalu ditekan di sekolah, dan mereka ingin menjadi dewasa. Tokoh Josh dewasa diperankan Tom Hanks, dan tokoh Jenna diperankan Jennifer Garner.

Film 17 Again seperti ingin menulis ulang sejarah Mike yang merasa sial atas keputusannya sendiri. Berhasilkah? Harus diakui, plot seusang apa pun tidak jadi persoalan. Resep pertama yang digunakan adalah resep Hollywood yang manjur: gunakan pemain yang pas. Tepat. Zac Efron tidak saja cakep dan membuat remaja putri jejingkrakan. Dia simpatik dan yang penting ”tidak merasa diri ganteng” (bandingkan dengan Robert Pattinson, aktor film Twilight, yang bahasa tubuhnya sangat memperlihatkan betapa dia paham kegantengannya).

Zac Efron, ikon dari Disney itu, sudah telanjur melejit gara-gara film High School Musical dan sekuelnya, di mana dia menyanyi, berdansa, dan bermain basket. Meski film 17 Again memanfaatkan semua keahlian dansa dan basket itu (hanya nyanyi yang absen), untung saja sutradara Burr Steers mengangkat kemampuan Efron yang memang sudah layak diperhatikan: akting.

Dengan skenario yang segar film ini bergulir lancar. Kawan akrab Mike, Ned Gold (Thomas Lennon)—si penggila komik dan kisah superhero—membantu Mike masuk lagi ke sekolah anak-anaknya. Dia ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi dengan kehidupan kedua anaknya. Ternyata: horor! Alex, anak bungsunya, ternyata sehari-hari disiksa oleh tim basket. Maggie, anak sulungnya, yang cantik, ternyata malah berpacaran dengan Stan, si begundal tim basket yang sering menggocoh Alex. Sepanjang hari di sekolah, Mike menyaksikan anaknya berciuman, bergelendotan, hingga Mike tak tahan untuk tidak menonjok anak sial itu. Subplot film ini, hubungan antara Ned dan sang kepala sekolah yang sama-sama penggila komik, adalah resep berikutnya. Berikan subplot yang mendukung cerita utama; tapi bisa hidup sendiri.

Resep berikutnya: manfaatkan cerita utama dengan komedi yang pas. Mike satu kelas dengan Maggie, anaknya sendiri. Apa yang terjadi jika Maggie tertarik kepada Mike; tanpa mengetahui dia adalah ayahnya? Bagaimana pula Mike (muda) mengatasi kecemburuannya setiap kali melihat Scarlett, sang ibu, berkencan lagi?

Sutradara Burr Steers (sebelumnya dikenal menulis skenario How to Lose a Guy in 10 Days dan beberapa episode serial Weeds dan L Word) memberikan panggung dan sejumlah dialog untuk Zac, dan Zac menelannya hingga ia bertransformasi menjadi seorang aktor. Tidak hanya pada adegan-adegan yang merupakan ”tribut ringan” pada The Graduate, di mana Scarlett merasakan magnet dalam diri Mike muda, tapi juga pada adegan-adegan menyentuh ketika di pengadilan perceraian Mike mencoba merebut istrinya kembali.

Untuk sebuah film komedi yang menghibur, film ini sudah memenuhi syarat. Sutradara Burr Steers dan para aktornya telah berhasil membuktikan, penggarapan dan presentasi yang cerdas bisa menyegarkan sebuah plot usang.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus