Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi

Satu Masa Para Kandidat

22 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA hari tiga malam, sejak Selasa pekan lalu, Wahyu Dhyatmika tidak pulang. Istri wartawan di Kompartemen Nasional itu memprotes ketika Jumat malam sang suami masih juga ”asyik” di kantor: ”Enggak pulang lagi?”

Demi mengejar Prabowo Subianto, Komang—begitu Wahyu dipanggil—rela meninggalkan istri dan putra semata wayangnya. Surat permintaan wawancara kepada calon wakil presiden itu sudah dikirim awal bulan ini. Pendekatan melalui orang-orang di sekitarnya juga telah dilakukan. Tapi jawaban tak kunjung tiba.

Redaktur Eksekutif Wahyu Muryadi sampai perlu menemui Prabowo seusai debat calon wakil presiden di studio SCTV, Selasa malam pekan lalu. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu mengaku enggan diwawancarai majalah ini. ”Berita tentang saya tidak pernah bagus,” ia beralasan.

Tak putus asa, Komang mengejar Prabowo, yang berkampanye di Jawa Timur, esok harinya. Ditemui seusai bertatap muka dengan ratusan anggota masyarakat Tionghoa di Hotel V3, Surabaya, Rabu malam, ia menyatakan tak keberatan diwawancarai. ”Soal waktu, jangan tanya saya, ada tim yang mengurus,” katanya.

Komang bersiap ketika tim Prabowo memberi waktu Kamis pukul 14.00 di Hotel Majapahit, setelah sang calon tiba dari Jombang. Tapi rencana ini gagal pula. Dari Jombang, Prabowo terbang ke Malang dan berencana langsung pulang ke Jakarta. Ditemani reporter Tempo di Jawa Timur, Rohman Taufik, dan fotografer Fully Sya’fi, Komang memutuskan menunggu di ruang VIP Bandara Juanda. Di sanalah Prabowo memberi kepastian: batal ke Jakarta, dan kami diberi waktu wawancara khusus malam harinya.

Sesuai dengan waktu yang dijanjikan, Komang dan Fully menunggu di kamar ajudan Prabowo di hotel yang sama. Sang bos menginap di kamar sebelahnya. Dua jam menunggu, Prabowo tak keluar kamar. Rupanya, ia sedang diurut, dan meminta dua wartawan Tempo pergi. Kami akhirnya memutuskan edisi ini, apa boleh buat, tanpa wawancara dengan pensiunan jenderal bintang tiga itu.

Pembaca yang budiman, meski bukan pertama kali, pemilihan presiden secara langsung kami anggap sebagai momen yang sangat penting. Untuk itu, dalam rapat kerja di Puncak, akhir tahun lalu, kami memasukkan agenda ini dalam rencana edisi khusus 2009. Arif Zulkifli, Redaktur Pelaksana Kompartemen Nasional, bertanggung jawab mewujudkan rencana ini.

Ide penulisan diasah dalam rapat berulang kali. Kami lalu memutuskan untuk memotret bagian-bagian terpenting dalam perjalanan hidup para kandidat—dari masa kanak, ketika remaja, hingga beranjak dewasa, atau ketika menempuh pendidikan tinggi. Kami menganggap bagian itu besar kemungkinan mempengaruhi gaya kepemimpinan mereka.

Semua sumber daya dikerahkan. Kami mengirim koresponden Jawa Timur untuk melacak masa kecil Susilo Bambang Yudhoyono di Pacitan. Koresponden di Makassar menelisik perjalanan Jusuf Kalla. Kami juga menugasi kontributor di London mereportase sekolah menengah atas tempat Prabowo pernah jadi siswa.

Setelah bahan terkumpul, semua kandidat dikejar. Wiranto memberi kesempatan pertama, lalu Megawati Soekarnoputri, Boediono, dan Jusuf Kalla. Calon presiden dari Partai Golkar ini relatif mudah ”ditembus”. Reporter Budi Riza mewawancarainya di pesawat carteran ketika JK berkampanye di Bali dan Papua. Bulan lalu, Kalla datang sambil makan siang di kantor kami.

Pucuk dicinta, ulam tiba. Presiden Yudhoyono juga berkunjung ke kantor majalah ini, Rabu pekan lalu. Di ruang rapat, dalam suasana cair, kami lalu ramai-ramai mewawancarai orang nomor satu di Republik ini. Berbeda dengan penampilannya selama ini, SBY beberapa kali tergelak dan melempar lelucon segar.

Tinggallah Prabowo seorang, sampai tenggat terlewati. Walau tanpa wawancara dengan pasangan Megawati itu, kami berharap edisi yang kami kerjakan dengan penuh semangat ini bisa menjadi koleksi Anda, pembaca. Kami pun lega telah merekam dan menerbitkan edisi khusus momen bersejarah ini. Lebih-lebih istri Komang. Ia merasa plong karena sang suami akhirnya pulang, akhir pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus