Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bagaimana pula para priayi dengan tradisi ketika "trah" (darah priayi) yang menurun dihayati oleh generasi-generasi berikutnya? Tetap dirawat mati-matian secara tafsir penghayatan fisik? Secara semangat lentur, tapi tetap berprinsip mengacu ke kebijaksanaan yang disesuaikan dengan perubahan zaman? Ataukah ibarat seorang pemain ski air: ia memainkan ombak laut sekaligus dipermainkan? Apakah "wisdom" itu tidak mengatur manusia Jawa seperti etika Barat mengatur orang barat?
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo