Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kegagalan mengubah sejarah

Pemain : al pacino, talia shire, andy garcia, eli waliach skenario : mario puzo, francis copolla sutradara : francis ford copolla produksi : pa- ramount resensi oleh : putu wijaya.

17 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejarah yang penuh darah selalu berakhir sepi. Kejahatan mengantarkan kepada sukses tetapi bukan kebahagiaan. THE GODFATHER PART III Pemain: Al Pacino, Talia Shire, Andy Garcia, Eli Wallach Skenario: Mario Puzo, Francis Copolla Sutradara: Francis Ford Copolla Produksi: Paramount KEJAHATAN dan kekerasan lewat Godfather I (1972) dan Godfather II (1974) sudah telanjur mengundang simpati. Penonton tak mampu menolak untuk memihak dewa mafia Don Vito Corleone. Mario Puzo dan Francis Ford Copolla telah menghasilkan skenario yang bagus, hingga menghunjam ke titik-titik kemanusiaan. Kita terseret untuk menatap raja-raja mafia yang begelimang darah itu sebagai manusia. Kita seperti diajak membenarkan setiap keputusan pembunuhan yang terjadi sambung-menyambung itu. Vito sebatang kara akibat tradisi vedetta di Sicilia. Ia menyelundup ke New York dan melahirkan dirinya menjadi bangsat besar. Lalu mengangkat keluarga Corleone ke puncak kerajaan hitam. Namun, dalam kedudukannya sebagai godfather, ia diberondong peluru oleh lawan-lawannya. Toh masih mampu hidup, terutama karena diselamatkan oleh si Bontot: Michael Corleone (Al Pacino). Tapi maut tak pergi dari keluarga yang sukses itu. Sonny (James Caan), anaknya yang paling tua, terbunuh secara keji. Adik perempuannya, Connie (Talia Shire), kawin dua kali dan selalu berakhir berantakan. Fredo, anak yang paling lemah, diperalat orang dan akhirnya mati di tangan Michael sendiri. Di dalam Godfather III, Michael, dalam usia 60-an, berusaha untuk mengubah sejarah keluarga. Ia menukar bisnis kotor di arena kasino dengan real estate, bank, dan pertarungan di Wall Street. Ia melebarkan sayapnya ke Eropa, masuk ke dalam Bank Vatikan. Seluruh film adalah perjuangan Michael untuk membalikkan sejarah keluarga. Ia anti-kekerasan. Anti-kejahatan. Tidak memerlukan lagi darah, tetapi ahli hukum. Vincet Mancini (Andy Garcia), putra Sonny, yang begitu brutal dan pemarah, tak sependapat dengan Michael. Direstui oleh Connie, ia ingin mengembalikan kegagahan keluarga Corleone. Berkuasa dan ditakuti. Michael berusaha menuntun keponakannya itu. Mengajaknya melihat dunia sudah berubah. Mengajarinya untuk hidup sebagai manusia yang terhormat. Namun, kemauan baik itu kandas akibat kelompok-kelompok mafia seperti tak menghendaki kepergian keluarga Corleone. Joe Zasa (Joe Montegna), yang meneruskan bisnis kotor sepeninggal Corleone, menjadi musuh. Ia menyilang langkah-langkah Michael dengan kekerasan. Michael akhirnya sadar bahwa ia sudah terlalu tua untuk menghadapi semua itu. Ia memegang tangan Vincent dan menobatkannya sebagai penerus. Tetapi dengan syarat: Vincent tidak boleh meneruskan percintaan dengan Mary (Sofia Copolla), saudara sepupunya, puteri Michael. Bagian ketiga dari trilogi keluarga Corleone ini menjadi kisah panjang yang rawan. Dituturkan oleh Copolla dengan gambar-gambar yang cermat, intens, dan dramatik. Copolla dibantu Puzo kembali menampilkan diri sebagai tukang cerita yang lihai dan sangat menguasai medianya. Godfather III adalah balada kegagalan untuk mencabut diri dari masa lalu. Genangan dosa-dosa itu, yang diakui secara terus-terang oleh Michael, seperti mengutuknya. Kalau kita sempat kepincut menganggap kejahatan adalah kepahlawanan kita akhirnya diingatkan kembali. Di atas segala perasaan-perasaan kemanusiaannya itu, Michael Corleone harus menebus dosanya: "membunuh orang, memerintahkan orang untuk membunuh, membunuh saudara sendiri ...." Copolla memberikan simpatinya secara penuh kepada Michael. Ia berulang kali memanggil gambar-gambar masa lalu Michael dengan rasa rindu. Kematian Michael, pada akhir cerita, seperti kematian bapaknya. Ia duduk sendirian memakai topi di halaman, bagaikan orang yang sudah bego. Lalu jatuh. Copolla seperti menunjukkan bahwa sejarah yang penuh darah selalu berakhir sepi. Kejahatan mengantarkan kepada sukses tetapi bukan kebahagiaan. Eli Wallach sebagai Don Altobello bermain bagus. Pacino -- aktor terbaik Festival Cannes 1973 (Scarecrow) yang muncul spektakuler dalam Dick Tracy -- tetap memikat. Tapi kalah oleh penampilan Andy Garcia. Aktor kelahiran Havana, yang telah mencuri hati lewat film The Untouchables, Black Rain, dan Internal Affair, itu begitu mempesona. Vincet yang ganteng dan brutal menjadi nyata, hidup, hadir. Darahnya yang dingin, karismanya terhadap wanita, dan kejantanannya yang menggelegak begitu pas. Teknik permainan Garcia mengingatkan kita pada Robert De Niro. Tak pelak lagi, Garcia adalah calon superstar. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus