Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PANGGUNG berlatar layar lebar multimedia itu minim pernak-pernik. Hanya sebuah grand piano Steinway & Sons beserta kursinya disinari cahaya setengah redup. Tak lama berselang, selajur cahaya yang lebih kuat jatuh mengiringi kemunculan soprano Aning Katamsi, yang didampingi pianis muda berbakat dan berpengalaman internasional, Levi Gunardi.
Aning, 41 tahun, berkebaya panjang dan berjilbab merah hati. Ia melantunkan tembang Setitik Embun karya Mochtar Embut sebagai pembuka. Sungguh liris. Sungguh menggetarkan.
Rabu malam dua pekan lalu itu, bertajuk Benang Merah Cinta: 25 Tahun Aning Katamsi Berkarya di Usmar Ismail Hall, Kuningan, Jakarta, Aning kemudian membawakan sepuluh tembang puitik (art song) dan empat aria opera karya sejumlah komponis dunia seperti Bizet, Gluck, Mozart, Puccini, Schubert, dan Strauss. Plus, satu komposisi karya Ismail Marzuki, Indonesia Pusaka, sebagai lagu penutup.
Aning melantunkan semua komposisi itu dengan kematangan vokal yang prima. Boleh dibilang, ia tengah berada dalam kondisi suara terbaiknya. Penguasaan teknik pernapasannya dan kontrol perimbangan antara register suara tinggi, tengah, dan rendah sangat bagus. Ia juga tak sekadar menyanyi, tapi begitu meresapi jiwa lagu yang dilantunkannya. Itu terbaca dari suara, artikulasi, ekspresi wajah, hingga penghayatan syairnya.
Coba simak ketika Aning melantunkan tembang puitik karya Gluck, O Del Mio Dolce Ardor (Oh, Pujaanku Manis). Lagu ini berkisah tentang percintaan antara Paris dan Helen di tengah berkecamuknya Perang Troya. Alunan sopran liris Aning terasa begitu pas mewakili jeritan hati Paris yang mendambakan kehadiran Helen, yang telah melukis kanvas hatinya dengan cinta. Vokal Aning yang bening juga terdengar begitu merdu ketika membawakan tembang Gadis Bernyanyi di Cerah Hari.
Ya, pentas ini seolah menjadi puncak ekspresi Aning dalam meniti kariernya di jalur seni vokal. Perempuan bernama asli Ratna Kusumaningrum ini mulai belajar vokal kepada ibunya, Pranawengrum Katamsi (almarhumah), salah satu penyanyi seriosa terbaik yang dimiliki Indonesia.
Pada 1985, saat usianya menginjak 16 tahun, Aning mulai mengisi acara Irama Seriosa di TVRI Jakarta. Sejak itu, hampir setiap tahun juara pertama Lomba Bintang Radio dan Televisi 1987 itu tak pernah absen dari pentas musik klasik, baik di dalam maupun luar negeri.
Pengamat musik Suka Hardjana sangat menghargai kesetiaan Aning di jalur musik seriosa. Tapi, menurut Suka, dalam pergulatan seni kreatif tak cukup hanya kesetiaan. Ada persoalan lain yang harus ditembus, yakni perkembangan seni kontemporer yang begitu dahsyat belakangan ini. Apalagi perkembangan musik klasik, termasuk seriosa, di Indonesia boleh dibilang kian tenggelam. "Pasar genre musik ini bisa dikatakan sudah mati," ujarnya.
Kondisi itu, menurut Suka, sangat berbeda dengan tahun 1950-an, tatkala genre musik ini tengah mengalami masa gilang-gemilang. Kala itu, pernah ada kompetisi vokal yang sangat bergengsi, terbesar, dan brilian: Bintang Radio. "Acara ini melambungkan penyanyi legendaris seperti Titik Puspa, Bing Slamet, dan ibunda Aning, Pranawengrum Katamsi."
Menurut Suka, munculnya musik industri membuat ajang kompetisi vokal itu menjadi mati. Pada 1970-an, media radio digantikan dengan tayangan televisi. Di TV, progam Irama Seriosa kemudian cukup populer. Tapi kini televisi lebih memilih tayangan yang bersifat aktual, seperti musik pop. Memang, belakangan ini masih ada pertunjukan musik klasik dan seriosa. Namun hanya bertahan dengan napas-napas terakhir. "Bukannya saya pesimistis. Saya lihat butuh upaya luar biasa untuk menumbuhkan kembali seriosa," kata Suka.
Namun pemimpin Twilite Orchestra, Addie M.S., melihat Aning bisa memperpanjang napas seriosa. "Aning tidak mengandalkan popularitas. Kecintaannya yang jujur bisa mengembangkan jalur seriosa," katanya. Addie melihat masa depan seriosa masih bisa diharapkan pada Aning.
Nurdin Kalim, Ismi Wahid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo