Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kisah putri dan khayalan sutradara

Film ini dilarang oleh pemerintah saudi arabia, dianggap telah mencemoohkan hukum islam & tradisi keluarga kerajaan saudi.(fl)

17 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH truk tampak menuangkan pasir muatannya di tepi suatu lapangan parkir mobil. Seorang wanita bercadar dan bergaun hitam bersimpuh dekat tumpukan pasir tadi. Lalu terdengar suara letusan bedil. Dan wanita tersebut terhuyung rebah. Itulah awal film The Death of a Princess (Kematian Seorang Putri) yang menghebohkan. Produksi jaringan televisi swasta Inggris --Associated Television (ATV) -- itu telah membangkitkan amarah pemerintah Arab Saudi. Bahkan karena peredarannya yang tak bisa dicegah, Dutabesar Inggris untuk Saudi, James Craig, sudah dimintanya supaya keluar saja, sementara Arab Saudi menunda pengangkatan dubesnya untuk Inggris. Dan ditinjaunya kembali hubungan ekonomi kedua negara. The Death of a Princess dianggap telah mencemoohkan hukum Islam, dan tradisi keluarga Kerajaan Saudi. Putri Misha'al, cucu Pangeran Muhammad bin Abdul Aziz, saudara tertua Raja Khaled ditampilkan hidup terkekang dikelilingi dayang-dayang. Putri Misha'al diperankan bintang film Mesir, Suzane Abou Taleb Sebagian besar shooting film ini dilakukan di Mesir pula. Tidak Benar Sekalipun sudah menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya, Putri Misha'al dilukiskan sebagai wanita pemburu cinta. Ia diam-diam sering pergi berfoya-foya ke padang pasir dengan mengendarai mobil mewah. Untuk menambah dramatisnya film, terdapat segi kasak-kusuk masyarakat Arab yang mempergunjingkan keluarga kerajaan. Sedang perempuan yang ditembak seperti tampak pada awal kisah, menurut film tersebut, bukanlah sang putri, melainkan seorang budak. Pangeran Muhammad telah menukarnya pada malam hari sebelum penembakan dilakukan. Banyak pengungkapan dalam film itu dianggap tidak benar. Keluarga Kerajaan Saudi amat tersinggung ketika kehidupan putri-putri mereka dilukiskan sebagai manusia pemalas. Seolah mereka menghabiskan waktu sepanjang hari di depan layar pesawat video tape, dan mendengarkan musik pop. Menurut versi Kerajaan Saudi film ini terlalu berkhayal. Putri Misha'al memang dituduh berzina (tiga kali) dengan lelaki bukan suaminya, Musleh al Sha'er, kemanakan Dubes Saudi di Lebanon. Karena skandalnya terbongkar ia mencoba melarikan diri dari Saudi dengan menyamar sebagai lelaki. Tapi ia tertangkap di bandar udara Jeddah. Ia kemudian ditembak, dan kekasihnya Musleh al Sha'er dipancung bulan Juli 1977. The Deatb of a Princess, menurut Antony Thomas, 39 tahun, sutradaranya, memang dibuat dengan mendramatiskan skandal kehidupan Putri Misha'al. Thomas tergoda memfilmkannya ketika didengarnya Putri Misha'al menyabung nyawa tidak semata-mata karena tuntutan cinta dan nafsu, tapi juga dilandasi sikap untuk melunakkan tradisi kolot kerajaan. Thomas terbang ke Saudi mewawancarai beberapa sumber, termasuk bekas dayang Putri Misha'al, seorang wanita berkebangsaan Jerman. Ia juga pergi ke Mesir, dan Lebanon melakukan riset. Sekalipun filmnya diangkat dari peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi, Thomas mengakui beberapa adegannya adalah khayalan belaka. Sengaja ia melakukannya dalam usaha mengungkapkan kembali tindakan Putri Misha'al yang tampaknya akan mempengaruhi pandangan keluarga kerajaan. "Fakta dalam soal ini adalah hal kedua," kata Thomas. Thomas, sutradara penganut aliran Faction, mencoba mengungkapkan kembali ide dan latar belakang lahirnya fakta semula. Cara membuat film seperti ini -- mengaburkan batas antara fakta dan khayalan -- memang banyak dikecam. "Tapi kalau saya tahu film putri ini akan menimbulkan banyak kesulitan saya sudah melemparkannya ke batu bata panas," kata Thomas menyesalinya. Tapi beberapa kelurga orang Palestina yang tinggal di kemah pengungsi di Beirut merasa senasib dengan penggambaran film tersebut. Hidup Putri Misha'al yang terkungkung di istana, menurut mereka, adalah ibarat hidup mereka yang terpaut di kamp. Bahwa sang putri meninggalkan suaminya, itu mereka anggap suatu keberanian. Dan suatu caranya untuk menyatakan apa gunanya kehidupan terkungkung. Bukan sekali ini Thomas menemui kesulitan. Di tahun 1969 Thomas pernah diinterogasi kepolisian Afrika Selatan. The Gold Run, filmnya, dituduh memutar-balikkan fakta kehidupan buruh asing yang berupah tinggi di negara itu. Setelah peristiwa tersebut, Thomas yang kelahiran Wales, Inggris, tapi dibesarkan di Afrika Selatan, bersumpah tak mau menginjak Afrika Selatan. Tapi beberapa tahun kemudian ia kembali ke sana membuat film The African Experience. Di situ ia kembali melukiskan perbedaan menyolok kehidupan buruh kulit putih yang mendapat upah tinggi, dengan buruh kulit hitam bergaji rendah. Tentu saja penguasa setempat gusar. The Death of a Princess, menurut Thomas, dibuat tidak dengan pamrih menceritakan seluruh aspek kehidupan dunia Arab. "la hanya sebuah kepingan dari kehidupan dunia Arab yang dikerjakan dengan suatu ketrampilan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus