Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - - Sangkuriang merupakan cerita rakyat yang sangat populer di Jawa Barat. Kisahnya dengan Dayang Sumbi, konon menjadi legenda terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu yang berkembang di masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian orang mungkin belum mengetahui bagaimana Sangkuriang bisa lahir dari perkawinan seorang manusia dengan seekor anjing. Maka dari itu, simak uraian tentang cerita Sangkuriang dan Dayang Sumbi dalam Legenda Gunung Tangkuban Perahu berikut.
Kisah Sangkuriang
Kisah Sangkuriang berawal dari dewa dan dewi yang diusir dari langit. Sepasang dewa dan dewi tersebut mendapat kutukan dari Sang Hyang karena berbuat kesalahan. Sang Dewa, Tumang, dikutuk menjadi seekor anjing dan tinggal di lingkungan kerajaan. Sedangkan Sang Dewi, Wayungyang, dikutuk menjadi seekor babi hutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka diturunkan ke bumi untuk menjalani hukuman, bertapa, dan memohon ampun atas kesalahan yang mereka perbuat. Semua mereka lakukan agar dapat kembali ke wujud asli dewa dan dewi.
Dayang Sumbi Lahir dari Wayungyang yang Meminum Air Kencing Raja
Suatu saat, Wayungyang tengah berjalan di tengah hutan. Ia merasa haus dan meminum genangan air. Ternyata, air itu adalah kencing Raja Sungging Perbangkara. Wayungyang pun hamil dan melahirkan seorang anak perempuan.
Raja Sungging Perbangkara mengetahui soal babi yang melahirkan anak setelah meminum air kencingnya. Ia lantas segera pergi ke hutan untuk mencari bayi tersebut. Setelah ditemukan, bayi itu diberi nama Dayang Sumbi dan dibawa ke Istana Kerajaan.
Dayang Sumbi tumbuh sebagai primadona yang menjadi rebutan para bangsawan. Kecantikannya bahkan kerap berujung pada tumpah darah peperangan. Mengetahui hal itu, Dayang Sumbi memilih untuk mengasingkan diri ke sebuah bukit. Raja Sungging Perbangkara pun mengizinkan dan memberinya seekor anjing jantan pengawal, yakni Tumang.
Dayang Sumbi Mengasingkan Diri ke Sebuah Bukit
Dayang Sumbi menyibukkan dirinya dengan menenun sebuah kain di bukit perasingannya. Namun tak disangka, alat tenun Dayang Sumbi terjatuh dan hilang. Dayang Sumbi berkata dalam batinnya, “Bagi siapa yang menemukan alat tenunku, akan kujadikan seorang suami jika ia laki-laki atau saudara jika ia perempuan.”
Tak disangka, Tumanglah yang membawa alat tenun Dayang Sumbi kembali ke bukit. Dayang Sumbi pun harus menepati janji untuk menjadikan Tumang sebagai suaminya. Hasil perkawinan Dayang Sumbi dan Tumang melahirkan seorang anak laki-laki bernama Sangkuriang.
Sangkuriang Membunuh Tumang
Sangkuriang tumbuh dewasa bersama Dayang Sumbi dan Tumang di bukit. Suatu hari, Sangkuriang hendak memburu seekor rusa untuk diambil hatinya. Di tengah perburuan, ia melihat seekor babi hutan yang kemudian menjadi target barunya.
Sangkuriang memerintahkan Tumang untuk menerkam babi tersebut. Namun, Tumang tentu tidak menurut karena ternyata itu adalah Wayungyang. Kesal sebab Tumang membangkang, Sangkuriang memilih untuk membunuh anjing itu.
Dayang Sumbi menyambut kembalinya Sangkuriang yang membawa hati Tumang untuk dimasak. Mulanya, Sangkuriang tak mengaku kalau itu bukanlah hati rusa. Akan tetapi, Dayang Sumbi merasa janggal karena Tumang tak kembali bersama Sangkuriang.
Sangkuriang pun mengaku kalau hati yang tengah dimasak Dayang Sumbing itu adalah hati Tumang. Dayang Sumbi marah besar atas perbuatan Sangkuriang dan memukul kepala anaknya itu dengan centong kayu hingga meninggalkan bekas luka.
Sangkuriang merasa sakit hati karena sang ibu seakan lebih memilih seekor anjing dibanding anak sendiri. Ia kemudian kabur mengembara entah ke mana hingga tahun demi tahun berlalu. Sangkuriang banyak berguru hingga tumbuh menjadi pria dewasa yang kuat dan sakti.
Pertemuan Kembali Sangkuriang dan Dayang Sumbi
Tanpa disadari, Sangkuriang berjalan kembali ke arah bukit Dayang Sumbi. Mereka kembali bertemu, tetapi tak saling mengenali karena Sangkuriang telah tumbuh dewasa dan Dayang Sumbi tetap awet muda.
Sangkuriang dan Dayang Sumbi saling jatuh cinta dan berencana untuk menikah. Namun di satu momen, Dayang Sumbi melihat ada bekas luka di kepala Sangkuriang dan segera menyadari kalau itu adalah anaknya.
Dayang Sumbi hendak membatalkan rencana pernikahannya dengan Sangkuriang, tetapi sang anak membantah. Sangkuriang dibutakan oleh nafsu dan kukuh untuk menikahi ibunya sendiri.
Tantangan untuk Sangkuriang
Sebagai upaya mengandaskan nafsu sang anak, Dayang Sumbi memberi tantangan bagi Sangkuriang yang harus dipenuhi sebelum menikahi dirinya. Tantangan tersebut tidak lain adalah membendung Sungai Citarum dengan perahu dan telaga besar dalam waktu satu malam.
Sangkuriang tak ragu untuk memenuhi tantangan itu dengan bantuan makhluk halus. Pohon demi pohon, cabang demi cabang, hingga ranting demi ranting mulai membentuk Gunung Burangrang dan Bukit Tunggul. Perahu pun sudah jadi dan air Sungai Citarum siap dialirkan agar terbentuk sebuah danau.
Melihat kesuksesan Sangkuriang, Dayang Sumbi memutar akalnya agar anaknya gagal memenuhi tantangan. Dayang Sumbi membentangkan boeh rarang (kain putih) yang bercahaya, memukulkan alu ke lesung, hingga memaksa ayam jantan berkokok. Para makhluk halus yang membantu Sangkuriang pun pergi ketakutan lantaran mengira fajar telah tiba.
Sangkuriang murka atas kegagalannya. Ia melempar sumbatan Sungai Citarum sehingga menjadi Gunung Manglayang dan menelungkupkan perahu besar yang dibuatnya menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Curiga dicurangi oleh Dayang Sumbi, kemarahan Sangkuriang semakin besar dan mencari sosok ibunya itu ke mana-mana. Namun, Sang Hyang membantu Dayang Sumbi menjelma menjadi Bunga Jaksi di bukit perasingannya yang kini menjadi Gunung Putri. Sangkuriang yang tak kunjung menemukan Dayang Sumbi pun menghilang ke alam gaib.
Kisah Sangkuriang dan Dayang Sumbi memberi pelajaran agar tidak selalu menuruti ego sendiri, terlebih yang merugikan orang lain. Bersikap jujur juga menjadi hal penting agar tidak timbul malapetaka di kemudian hari.
SYAHDI MUHARRAM