Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JEMARI Gabriella Prisca Handoko lincah menari di atas tuts piano. Sesekali keluwesan gerak jemari itu dia imbangi dengan lenggokkan tubuhnya. Di pelataran Candi Gapura Bajangratu, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, pada Sabtu sore, 3 Oktober lalu, Gabriella memainkan Rapsodia Nusantara No. 20 (Padang Wulan), komposisi lagu tradisional dari Jawa Tengah yang musiknya diaransemen ulang oleh pianis Ananda Sukarlan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gabriella adalah salah satu musikus yang dilibatkan Ananda dalam tur konser Rapsodia Nusantara bertajuk “Majapahit: The Birth of Nusantara” di situs Majapahit pada Jumat-Ahad, 2-4 Oktober lalu, di Candi Gapura Bajangratu, Candi Brahu, Candi Wringin Lawang, dan Candi Tikus. Ananda juga mengajak pianis Ayunia Indri Saputro, pemain violin Finna Kurniawati, penyanyi sopran Mariska Setiawan, dan penyanyi bariton Rangga Suryanata. Sebagian besar musikus yang diajak Ananda itu berasal dari Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah Gabriella mengawali konser hari kedua di situs Majapahit, Trowulan, musikus lain tampil. Ayunia Saputro memainkan Rapsodia Nusantara No. 19 (Manuk Dadali), lagu tradisional Sunda (Jawa Barat) beritme cepat dan riang yang komposisi musiknya digubah Ananda untuk piano solo. Lalu Ananda dan Rangga Suryanata tampil membawakan lagu Cinta Telah Tiba dan Nostalgia. Setelah itu, duet pianis Ayunia dan Gabriella menyuguhkan komposisi instrumentalia.
Konser Rapsodia Nusantara merupakan program yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lewat Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru. Ananda melakukan perjalanan dari candi ke candi. Perjalanan tur konser itu dimulai dari Candi Prambanan, Yogyakarta, pada September lalu. Karena merebak pandemi Covid-19, konser perdana itu berlangsung tanpa kehadiran penonton langsung. Konser digelar secara daring (online) dan disiarkan lewat kanal YouTube Budaya Saya.
Pentas serupa berlangsung dalam konser di Trowulan. Pentas Ananda digelar secara virtual, tanpa menghadirkan penonton secara langsung. Rencananya, rekaman konser virtual tur Rapsodia Nusantara di situs peninggalan Kerajaan Majapahit itu ditayangkan di kanal Budaya Saya pada 21 Oktober mendatang. Ananda menilai konser daring yang ditayangkan lewat YouTube tak kalah menarik dibanding konser langsung. Setelah konser virtual perdana di Candi Prambanan terwujud, Ananda melihat respons para penonton bagus. Mereka antusias. Ketika rekaman konser itu diunggah ke YouTube, dalam waktu singkat jumlah kunjungan menembus 8.000. Menurut Ananda, kebanyakan penonton berasal dari luar negeri, khususnya Eropa Barat, Amerika Serikat, dan Amerika Latin. “Lebih dari separuh pengakses berasal dari luar negeri,” katanya.
Antusiasme penonton itu juga ikut memompa semangat penampilan Ananda di Trowulan. Selain membawakan sejumlah komposisi lagu, Ananda menyuguhkan musikalisasi puisi dari beberapa penyair terkemuka. Sebagai penghormatan kepada Sapardi Djoko Damono, ia membawakan musikalisasi puisi karya Sapardi, “Dalam Doaku”. Ananda juga menyajikan musikalisasi puisi karya penyair Peru, Jose Luis Mejia.
Ananda mengungkapkan, lewat musikalisasi puisi karya Luis Mejia itu, ia ingin menghubungkan Situs Trowulan peninggalan Majapahit dengan Machu Picchu di Peru karena keduanya dibangun pada zaman peradaban yang sama. “Dengan memainkan karya-karya penyair Peru, semoga kita dapat menjalin hubungan dengan Peru, dan mereka mau datang ke Indonesia nantinya,” tuturnya.
Dalam konser, Ananda tak hanya memainkan komposisi lagu dan musikalisasi puisi. Ia juga menjelaskan kisah di balik situs bersejarah tempat konsernya digelar. Dalam penampilan di Situs Trowulan, ia berfokus menarasikan bagaimana Majapahit melahirkan istilah “Nusantara”. “Nusantara sudah dikonsepkan oleh Hayam Wuruk, yang eksekusinya dijalankan oleh Gajah Mada,” ujarnya. “Majapahit menjadi kerajaan pertama yang menyatukan Nusantara, bahkan pengaruhnya hingga ke Thailand dan Filipina.”
Pianis yang menetap di Spanyol itu menjelaskan, perjalanan konser Rapsodia Nusantara telah memberinya pelajaran berharga tentang sejarah Nusantara yang sebelumya tidak banyak dia ketahui. Rapsodia Nusantara merupakan komposisi musik karya Ananda yang cukup terkenal. Dalam komposisi itu, dia memadukan musik klasik dan daerah berdasarkan lagu tradisional Nusantara.
Ananda mulai menciptakan Rapsodia Nusantara pada 2006. Awalnya, dia membuatnya tanpa nomor. Saat itu, dia diminta memainkan lagu daerah Betawi atau Yogyakarta oleh Kedutaan Besar Singapura di Jakarta yang sedang mengadakan gala konser untuk inaugurasi gubernur terpilih, Fauzi Bowo. “Akhirnya saya membuat rapsodi Jali-jali dan Kicir-kicir,” kata Ananda.
Pianis dan komponis Ananda Sukarlan memainkan piano Sjuman+Renanda di Candi Gapura Bajang Ratu, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (3/10/2020). ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Lantaran banyak pianis dan penonton menyukai rapsodi itu, Ananda termotivasi untuk membuat komposisi nomor dua. Upayanya sempat terhenti. Lima tahun kemudian, ia bertemu dengan mantan presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, yang memintanya membuat rapsodi untuk semua provinsi Indonesia. “Saat itu saya sedang membuat dua rapsodi dari Ambon, tapi saya pikir ide Pak Habibie oke juga,” ucapnya.
Ananda menyatakan, jika ia dapat membuat rapsodi dari semua provinsi, hal itu akan berdampak baik bagi pianis-pianis Indonesia yang menggelar konser di luar negeri. Sebelum membuat Rapsodia Nusantara, Ananda menerangkan, dalam sebuah konser di Eropa, ia memainkan karya-karya Beethoven. Setelah tahu Ananda berasal dari Indonesia, penonton nyeletuk, meminta dia memainkan musik asli Indonesia. “Saya ditanyai penonton, Indonesia-nya mana?” tuturnya.
Dari situ Ananda makin terlecut untuk membuat rapsodi dari berbagai provinsi. Saat ini, Ananda melanjutkan, dia sudah memiliki 33 nomor. Padahal, sebelum ada pandemi, Ananda baru memiliki 27 nomor. Selama pandemi, yang bermula pada Maret lalu, ia banyak berdiam di rumahnya di Jakarta dan membuat lagu-lagu rapsodi. Karena tidak ada kegiatan, dalam waktu lima bulan, ia mampu menghasilkan enam komposisi. Padahal, biasanya, dalam setahun ia hanya bisa membuat satu atau dua nomor. Menurut rencana, setelah penampilan di Situs Trowulan, pada akhir tahun ini tur dilanjutkan ke lokasi bekas tempat pengasingan Sukarno di Ende, Flores, Nusantara Tenggara Timur; dan Situs Muaro Jambi. “Tahun depan fokus kami ke situs-situs Mataram Kuno di sekitar Dieng dan situs Sriwijaya di Palembang,” ujar Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Ahmad Mahendra.
KUKUH S. WIBOWO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo