Mengapa India seperti dikuasai oleh dinasti Nehru-Gandhi? Adakah itu sebuah kebetulan sejarah? Atau itu mencerminkan fakta bahwa dunia politik dan budaya India merupakan sesuatu yang khas, yang tak ada duanya di dunia? Sebuah buku lama (yang terbit pada 1985) berjudul The Nehrus and The Gandhis, An Indian Dynasty mencoba mengungkapkannya. Tariq Ali, penulisnya, seorang kelahiran Lahore pada 1943. Ia penulis sejumlah buku tentang sejarah dan politik, dan editor New Left Review. Sehubungan dengan terbunuhnya Rajiv Gandhi pekan lalu, kami nukilkan dua bab dari buku itu. RAJIV lahir di Allahabad pada 1944. Adiknya, Sanjay, lahir di Delhi, 1946. Masa kecil ibu mereka, Indira Gandhi, menurut sang ibu sendiri, adalah masa kecil "yang tidak normal: dirundung kesepian dan rasa tak aman". Itu sebabnya Indira berusaha agar anak-anaknya tak kekurangan cinta, teman-teman seusia mereka, dan persahabatan. Rajiv memperoleh perhatian luar biasa sampai usia tiga tahun. Ketika itu, mereka masih tinggal di Anand Bhavan. Indira dan suaminya, Feroze Gandhi, terpaksa mengurus diri mereka sendiri karena Jawaharlal Nehru, ayah Indira, masuk penjara. Rajiv kecil sungguh bahagia, penuh kegembiraan dan tawa. Pada usia dua tahun, dua hal yang mengganggu kegembiraannya terjadi bersamaan: keluarga Gandhi harus pindah dari Allahabad ke Lucknow, dan lahirnya Sanjay. Tulis Indira: "Saya sungguh tak tenteram, dan ulah Rajiv sangat mengganggu. Gerutuan hanya memperburuk suasana. Maka, saya mencoba membuatnya memahami situasi. Saya katakan kepadanya, karena saya sangat menyayanginya, keributannya sangat mengganggu." Inilah percakapan antara Rajiv, yang berusia tiga tahun, dan ibunya. Rajiv: "Apa yang harus kulakukan? Saya tak ingin menangis, tapi tiba-tiba saya menangis." Indira: "Di kebun, ada air mancur yang bagus. Bila kamu ingin berteriak atau menangis, pergilah ke air mancur ini dan menangis atau berteriaklah di sana." Indira menceritakan, setelah percakapan itu, "bila tampak Rajiv hendak menangis, saya lalu membisikkan 'air mancur', dan ia akan segera berlari ke luar. Di kebun, banyak hal yang menarik perhatiannya, dan ia pun lupa pada kejengkelannya." Feroze adalah bapak yang penuh rasa sayang dan suka bermain. Tak sedikit pun ia ingin membuat Rajiv patuh padanya. Ia bukanlah seorang kepala keluarga menurut wataknya. Juga bukan seorang yang hipokrit. Singkat kata, ia bukan bapak yang menakutkan. Ia suka membuatkan mainan kayu untuk anak-anaknya, dan sering kali ikut bermain-main dengan mereka. Hampir bukan rahasia lagi bahwa ia tak senang ketika Indira membawa dua anaknya untuk tinggal bersama kakeknya di kediaman resmi perdana menteri di Delhi. Bagaimana dengan anak-anak? Sanjay ketika itu masih bayi. Rajiv sudah berusia lebih dari empat tahun. Dan pernah atau tidak ia mengatakan tentang pindah rumah itu, pengalaman pindah dari tempat tinggal yang sudah dirasakannya sebagai rumahnya mestinya merupakan hal yang mengganggu. Salah satu pengalaman yang tak enak yang dikenang Rajiv tentulah kerusuhan sosial di Delhi pada 1947, ketika pengungsi Sikh dan Hindu dari Pakistan membantai kaum muslim di Delhi. Ketika itu, Indira dan anak-anaknya sedang berada di Mussoorie, di kawasan pegunungan. Feroze mengirim kawat, apa pun yang terjadi, sebaiknya mereka tak balik ke Delhi dulu. Indira bingung dan, "Sebagaimana semua istri yang masih muda, saya jadi curiga dan inilah menjadi alasan mengapa saya mesti balik secepatnya." Lewat telepon, Feroze menceritakan kerusuhan yang menakutkan yang terjadi tiap hari di Delhi, dan ia menyiratkan bahwa tempat seperti itu tak cocok untuk wanita dan anak-anak. Tanggapan Indira sungguh berbeda. Ia langsung mengepak pakaian mereka, dan hari itu juga, ia balik dengan kereta api ke Delhi. Rajiv dan Sanjay kecil mestinya merasakan ketegangan suasana kala itu. Ketika kereta menjelang sampai di Delhi, kedua anak ini harus menyaksikan suatu pemandangan yang sungguh mengerikan. Di Shahdara, di pinggir Delhi, satu kelompok massa menyiapkan hukuman mati bagi seorang muslim. Indira sungguh berang. Warisan watak dari bapaknya tak terkontrol lagi. Ia meloncat dari gerbong, meninggalkan kedua anaknya yang tampak ketakutan itu. Dengan pidato yang sangat mengesankan, ia berhasil menenangkan massa. Sang calon korban terselamatkan dan kereta pun bergerak kembali. Apakah pengaruh peristiwa tersebut pada diri Rajiv dan Sanjay? Anak-anak pada usia itu sangat peka. Peristiwa itu tentulah tetap tinggal beberapa lama di kepala mereka. Mereka tentunya juga mendengar, bagaimana sang ibu menceritakan kejadian di Shahdara itu kepada orang-orang yang bertanya. Di Gedung Teen Murti, kediaman perdana menteri, bagaimanapun dunia luar terasa jauh. Gedung itu dikelilingi pagar, dengan halaman berumput yang sangat luas, dengan kamar-kamar yang sungguh besar, dan banyak orang pergi datang. Jawaharlal mencintai hewan, dan Teen Murti memiliki kebun binatang mini, berisi hewan-hewan hadiah untuk perdana menteri ketika ia mengadakan perjalanan ke seluruh India. Ada banyak jenis anjing, burung, tupai, kelinci, dan masih banyak yang lain yang sungguh memberikan hiburan bagi kakek dan kedua cucunya. Ketika meninjau Assam, Nehru mendapat hadiah anak panda merah Himalaya. Rajiv memberi nama panda itu Bhimsa, dan binatang kecil berbulu ini ditempatkan di sudut kamar mandinya. Sebenarnya, Indira sangat sabar, tapi ia keberatan pada panda itu. "Saya tak bisa menertibkannya, dan binatang itu selalu memanjat rak handuk, atau berlari-lari ke seluruh rumah." Akhirnya, Bhimsa ditempatkan di kebun, dan ketika musim panas, Bhimsa dibawa ke Nainital yang sejuk. Masyarakat Assam mengirimkan satu panda lagi untuk pasangan Bhimsa. Namanya Poma, yang artinya bunga teratai. Tampaknya, Bhimsa dan Poma langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, dan lahirlah seekor bayi panda -satu hal yang sangat jarang terjadi pada panda piaraan. Rajiv dan Sanjay sangat menyayangi keluarga panda itu. Demikian juga kakeknya. Ada sedikit persaingan di antara mereka dalam memberikan perhatian pada panda-panda itu. Jawaharlal menengok panda-panda itu di pagi dan malam hari. Menurut Indira, "Panda-panda itu tampak kehilangan dia bila perdana menteri tak berada di tempat." Bila Nehru tak enak badan, cucunya akan membawa Bhimsa ke kamar tidurnya, dan ini sangat menggembirakannya. Pada tahun sebelum Rajiv dan Sanjay masuk sekolah, kebun binatang di Teen Murti diperbesar. Tiga anak macan jadi anggota baru. Rajiv dan Sanjay senang sekali bermain-main dengan anak macan itu tanpa takut. Mereka memperlakukan anak macan itu seperti hewan jinak. Sedangkan orang-orang lain takut mendekat. Ini membuat Rajiv dan Sanjay sungguh senang. Mereka bisa bermain-main tanpa gangguan. Setelah anak macan itu tumbuh besar, dua di antaranya dihadiahkan ke kebun binatang di Lucknow, yang ketiga dihadiahkan kepada Presiden Tito dari Yugoslavia. Jawaharlal dan Indira tumbuh ketika India sedang berjuang. India dikuasai negeri asing. Masa kecil Indira diwarnai dengan acara mengunjungi penjara untuk menengok ayah dan kakeknya, juga kemudian ibunya, dan akhirnya ia sendiri jadi penghuni penjara. Itulah yang mempengaruhi pembentukan intelek dan minat politik antara ayah dan anak. Di masa mudanya dan masa mahasiswa, Indira membaca karya-karya ekonom dan politikus sosialis Inggris Beatrice Webb, Harold Laski, Aneurin Bevan, dan sastrawan Inggris Bernard Shaw, dan sejumlah otobiografi. Kemudian ia membaca karya sastrawan Prancis dalam bahasa aslinya: Sartre, Camus, dan Simon de Beauvoir. Lama tinggal di Eropa membuatnya kecanduan musik klasik karya Bach, dan Beethoven terutama. Ia juga kecanduan film Barat. Kota favoritnya adalah Florence. Namun, di masa kemudiannya, ia membaca buku-buku yang tak menimbulkan kerut di kening. Salah satu kegemarannya adalah novel pop karya Barbara Cartland. Akan halnya Rajiv dan Sanjay, tumbuh di bawah bayang-bayang kekuasaan politik. Nehru adalah seorang pemimpin politik yang populer, tapi zaman pemerintahannya bukanlah masa keemasan. Bagi Rajiv dan Sanjay, politik India di tahun 1950-an adalah foto bersama dengan ibu dan kakeknya, menyertai mereka dalam kunjungan kenegaraan, bersikap sopan terhadap tamu dari negeri lain, dan menyaksikan sisi buruk politik ketika para pemimpin Partai Kongres mengunjungi Teen Murti sebagai tanda respek pada Nehru. Singkat kata, dua bersaudara Gandhi itu menjadi cucu bangsa. Apa pun arti kata itu, tentunya itu tak membantu mereka memandang secara kritis pada India atau pada dunia. Upacara-upacara kenegaraan yang mengingatkan pada kekuasaan mestinya punya pengaruh pada diri dua anak muda itu. Hidup dan persepsi mereka mungkin akan jauh berbeda seandainya mereka hidup bersama ayahnya di bungalo anggota parlemen yang sederhana. Gaya hidup Feroze Gandhi sangat berbeda dalam semua hal dengan patokan gaya hidup di rumah perdana menteri. Feroze, di lingkungan yang ia pilih sendiri, hidup dengan santai. Ia benci sifat protokoler, jamuan kenegaraan, formalitas dalam segala bentuknya. Ia sangat cocok dalam acara piknik keluarga. Di situ, ia bisa tertawa, bergurau, dan bersenang-senang sepuasnya. Sama pentingnya bagi Feroze adalah penolakan-nya untuk ikut ambil bagian menutup-nutupi segala hal yang bisa mengganggu hierarki dalam Partai Kongres. Ia seorang yang membenci kekuasaan, dan sangat kritis terhadap kebijaksanaan pemerintahan Partai Kongres yang dikemudikan oleh mertuanya. Rajiv dan Sanjay, di bawah asuhannya, tentulah tak akan begitu disilaukan oleh dekatnya mereka pada kekuasaan. Ketika Indira dari hari ke hari makin terbenam dalam politik, satu keputusan harus diambil untuk anak-anak: Rajiv, dua belas tahun, dan Sanjay sembilan tahun. Pendidikan mereka sangat jadi perhatian ayah, ibu, dan kakek mereka. Diputuskan untuk mengirimkan mereka ke sebuah sekolah negeri terkenal di luar kota, di Dehra Dun, di bawah kaki Himalaya. Di situ, udara begitu segar, dan diharapkan mereka bisa menemukan teman-teman dengan latar belakang yang sama dan memperoleh pendidikan yang baik. Rajiv dan Sanjay masuk di Sekolah Doon di Dehra Dun pada 1955. Tiap orang tahu siapa mereka, tapi tak seorang pun peduli. Sekolah ini penuh dengan anak-anak muda dari keluarga terhormat, dan bahwa cucu Nehru bergabung dengan mereka bukanlah suatu kejutan besar. Teman-teman Sanjay di sini nantinya akan tetap menjadi sahabat sepanjang hidup mereka. Nama julukan Rajiv dan Sanjay di sekolah, Dumpy dan Roly-Poly, dicetak di surat kabar dan majalah India. Waktu itu, kepala sekolah adalah J.A.K. Martin, seorang yang berwatak khas. Ia diangkat sebagai kepala sekolah di Doon pada 1948, dan tetap di kursinya sampai 18 tahun. Ia dikenal sebagai seorang yang rendah hati dan bersahabat, dan dengan mudah mengintegrasikan diri ke dalam masyarakat India merdeka. Ia pecinta gunung, dan memperkenalkan kepada banyak anak muda India nikmatnya mendaki gunung. Menurut teman-teman seangkatan mereka, Rajiv dan Sanjay senang bersekolah di Doon. Sanjay dikenal sangat ekstrover. Namun, baik dia maupun kakaknya tak pernah menyombongkan atau memanfaatkan jabatan kakeknya. Teman seangkatan mereka antara lain aktor Rosan Seth -yang kemudian memerankan Nehru dalam film Gandhi karya Richard Attenborough. Lalu pelukis Vivan Sunderam, anggota Sekolah Baroda, kelompok pelukis yang sangat inovatif dan penting dalam sejarah seni rupa India. Di luar itu, mayoritas Doscos (sebutan bagi alumni Sekolah Doon) menjadi pegawai pemerintah, wartawan, eksekutif bisnis, dan industrialis. Ada juga beberapa yang jadi perwira tentara. Majalah Imprint yang terbit di Bombay menulis tentang sekolah ini. Antara lain diceritakan, menurut sumber berita yang disebut dengan nama Taggy (kependekan Tagore), seorang alumni Doo, tentang insiden dalam perang Indo-Pakistan di Bengali. "Dalam perang tahun 1971 di perbatasan Pakistan, seorang komandan terkenal dari sebuah resimen India tiba-tiba berteriak lewat corong suara ke arah musuh berada: 'Apakah ada siswa Doo di situ?' Setelah terdengar jawaban 'tidak', sang komandan langsung memberi komando, 'Oke, sekarang tembak!" Perlu juga diingat bahwa Dehra Dun tak hanya punya akademi militer dan Sekolah Doon. Di wilayah itu ada juga sebuah penjara. Di Penjara Dehra Dun itulah kakek Rajiv dan Sanjay beberapa tahun ditahan. Adakah selama mereka bersekolah di Doon pernah mengunjungi penjara tersebut? Seandainya ya, tentulah ini dirahasiakan, sebab sejauh ini tak ada yang menulis atau mengatakan perihal kunjungan itu. Kemungkinan besar memang kedua anak itu tak pernah besuk ke Penjara Dehra Dun -dan sebenarnya ini tak mengherankan. Waktu itu zaman kolonial baru delapan atau sembilan tahun lewat, tapi sudah terasa jadi masa lampau yang jauh. Pemerintah India merdeka sudah mengubur masa itu jauh ke dalam tanah, dan lagi pula penjara tak lagi dianggap jadi simbol perjuangan dalam Partai Kongres. Pada 1960 Feroze meninggal. Kedua anaknya sungguh terguncang. Rajiv lebih bisa menahan emosinya. Toh ia pun tak bisa menyembunyikan kepedihan hatinya. Sanjay benar-benar terguncang. Indira menulis pada sahabat lama keluarga, Mohammad Yunus: "Saya tak tahu bagaimana harus menulis. Saya merasa sangat terpencil dan pedih. Anda tahu lebih banyak daripada siapa pun, bagaimana seringnya saya dan Feroze berbeda pendapat dan bertengkar. Tapi akhir-akhir ini kami begitu dekat lebih daripada sebelumnya. Kami berlibur bersama, tinggal di sebuah kapal di Srinagar selama hampir sebulan, dan kami membuat banyak rencana masa depan. Anak-anak tiba pada usia ketika mereka membutuhkan ayahnya lebih daripada ibunya. Saya merasa kehilangan dan hampa dan buntu, dan hidup toh harus jalan terus." Indira tahu bagaimana dekatnya Feroze dan anak-anaknya. Sejumlah rencana dibuat oleh orangtua mereka untuk hidup bersama-sama, dan yang jadi pokok diskusi adalah, apakah itu membuat kedua anak-anak senang atau tidak. Kematian itu merupakan tragedi yang lebih besar daripada sekadar masalah keluarga. Sungguh tak terbayangkan bahwa Feroze Gandhi akan mendorong anak-anaknya meneruskan dinasti Nehru. Pun sulit bagi Feroze memaafkan Sanjay yang mendukung ambisi ibunya. Sebanyak yang bisa diketahui tentang diri Feroze, ia akan menolak dengan sarkastis, bahkan kasar, bila para penjilat membicarakan hak-hak kodrati yang dimiliki oleh keluarga Nehru. Ia sendiri dengan keras menolak keuntungan yang bisa didapat karena Nehru adalah mertuanya. Para penjilat di Lok Sabha ( DPR-nya India) selalu menghindari Feroze, yang humor-humornya begitu menyindir. Karena itu, sungguh disangsikan bagaimana nasib Indira setelah Lal Bahadur Shastri (perdana menteri setelah Nehru) meninggal. Kita tak perlu berspekulasi terlalu jauh, tapi banyak orang setuju bahwa seandainya Feroze tak meninggal pada 1960, sejarah politik India -bukan esensinya, tapi dalam sejumlah aspek tertentu -akan berjalan lain. Setelah Feroze meninggal, Indira menghadapi sebuah dilema. Sekolah anak-anaknya hampir selesai. Apa yang mesti dilakukan? Baik Rajiv maupun Sanjay tak menunjukkan minatnya untuk berkarier di dunia akademis. Mereka pun tak terlalu memikirkan hari depan mereka sendiri. Indira membicarakan soal ini dengan Jawaharlal. Nehru begitu ingin salah seorang di antara mereka mengikuti jejaknya belajar di Cambridge. Tapi masa itu pemerintah India sedang menyurutkan semangat mahasiswa untuk belajar ke luar negeri, yang dianggap sebagai pemborosan. Keputusan untuk mengirim Rajiv ke Cambridge dan mengirim Sanjay belajar teknik permobilan dikritik oleh partai oposisi dan pers. Jika orang India yang mau belajar di Inggris dan Amerika dibatasi, begitu alasan para pengritik, cucu perdana menteri harus jadi contoh. Reaksi Indira sungguh kasar. "Saya tak peduli apa kata orang. Penting bagi anak-anak saya untuk belajar di Inggris," katanya. Dan akhirnya Rajiv dan Sanjay memang pergi ke Inggris. Sampai waktu itu keduanya tak sedikit pun menaruh minat pada politik. Ketika beberapa tahun kemudian seorang wartawan menyinggung hal itu, jawab Indira, "Saya berusaha sekuat tenaga menjauhkan mereka dari politik." Itulah pernyataan Indira pada 1973. Di Trinity College, Rajiv menikmati hidupnya. Ia seorang pendiam, rendah hati, dan disukai banyak orang. Sering mahasiswa Inggris bertanya, "Anda punya hubungan dengan keluarga Gandhi. Apakah Anda anaknya atau apanya?" Rajiv biasanya tertawa dan menjelaskan bahwa hubungannya dengan Gandhi hanyalah soal nama. Ia tak pernah menjelaskan bahwa dirinya sebenarnya keluarga Nehru, dan kakeknya itu adalah perdana menteri India. Ia masih belajar di Cambridge ketika Nehru meninggal pada 1964. Menurut beberapa temannya, ketika itu Rajiv jadi sangat pendiam dan guncang. Tapi ia tak membicarakan hal ini pada banyak orang. Cambridge tak membentuk Rajiv menaruh perhatian pada politik ataupun karier akademis. Ia meninggalkan universitas ini tanpa gelar. Yang terpenting ia temukan di universitas kuno Inggris ini adalah seorang gadis Italia bernama Sonia. Rajiv jatuh cinta padanya pada 1965. Dia kembali ke India dekat setelah itu, dan ia menyatakan akan belajar jadi pilot. Indira sungguh tak senang, tapi waktu itu ia tak punya tawaran lain. Juga, soal Sonia begitu jadi keprihatinan Indira. Ia mengusulkan agar pernikahan mereka ditunda. Ia tak merahasiakan bahwa sebenarnya ia lebih suka bila Rajiv memperistri seorang gadis India. Tapi setelah menyadari betapa seriusnya mereka, ia mengizinkan mereka menikah. Pernikahan berlangsung pada 1968, di Delhi, dan Sonia diterima dengan hangat dalam keluarga Nehru-Gandhi. Ketika Rahul -anak pertama Rajiv-Sonia -lahir, bayi itu segera jadi favorit. Sonia dan Indira membanggakannya. Hubungan itu jadi lebih mendalam di kemudian hari. Rajiv diterima sebagai pilot di perusahaan penerbangan nasional (Indian Airlines), dan baik Sonia maupun Indira puas dan bahagia. Suaranya selalu terdengar pada penerbangan domestik, tapi hanya begini, "Di sini Kapten Rajiv ...." Ia tak pernah menyebutkan nama belakangnya. Hidup di Delhi bagi pasangan baru itu adalah pesta demi pesta -baik pesta diplomatik maupun bisnis. Juga pertemuan dengan kelas menengah atas yang tanpa tujuan. Rajiv bertemu kembali dengan teman-temannya dari Sekolah Doon dan Cambridge. Tapi hanya itu. Mereka tak pernah mempererat hubungan dengan politikus atau para pedagang yang biasanya menguntit di belakang mereka. PENERUS DINASTI DARI KOKPIT KETIKA Sanjay tewas, abangnya Rajiv tengah sibuk mengontrol pesawat terbangnya selama 14 tahun. Menurut kawan-kawannya, itu adalah saat-saat yang bahagia untuknya dan ia tak menunjukkan gejala bahwa ia menginginkan perubahan. Namun, saat-saat darurat di negerinya membuat ia tak bahagia. Masalahnya, ia tak pernah punya waktu untuk memusingkan politik Sanjay, tapi kini ia tak berdaya. Apa pun yang dikatakan teman-temannya, ia lebih suka menyerahkan segalanya kepada para penghuni di 1 Safdarjung Road. Tapi, rasanya tak benar untuk mengatakan bahwa ia tak tertarik kepada politik. Ia tetap memiliki visi-visi politik yang sudah menjadi tradisi lingkaran kawan-kawannya. Di dalam Partai Kongres, Rajiv adalah seorang pendukung demokrasi-liberal. Bagaimanapun, baik Rajiv maupun Sonia selama itu menolak untuk melangkah ke dalam arena politik India. Pernah suatu kali Sonia mengatakan lebih baik melihat anaknya mengemis di tengah jalan daripada melihat Rajiv ikut-ikutan berpolitik. Sonia melihat politik lebih sebagai dunia yang kotor, korup, dan dipenuhi oleh para penjilat yang ia benci. Sonia sendiri belum mengganti paspor Italia miliknya dengan paspor India. Setelah tahun 1977, Rajiv memberi tahu ibunya bahwa keluarga Rajiv ingin meninggalkan India untuk beberapa lama dan tinggal di Italia. Pengumuman ini sempat menimbulkan krisis di rumah tangga mereka. Indira memohon dengan amat sangat kepada anak-mantunya untuk tidak meninggalkan India. Alasannya adalah karena ia tak dapat membayangkan hidup tanpa cucu-cucunya. Permohonan inilah yang mengubah keinginan Rajiv. Menurut para sahabat dekat Sanjay, Rajiv dan Sonia sangat meragukan kemungkinan bangkitnya kembali kekuatan politik keluarganya. Rajiv tak ambil bagian dalam kampanye yang dilakukan Sanjay pada tahun 1980 -kampanye yang berakhir dengan kecelakaan kapal terbang yang menewaskan Sanjay. Mayat Sanjay belum lagi dikremasi ketika perdebatan keras tentang siapa yang akan menggantikannya berlangsung. Indira Gandhi dan penasihatnya memilih Rajiv. Dan begitu keputusan ini diambil, perdebatan berakhir. Pada Agustus 1980, nyaris 3 bulan setelah kecelakaan naas Sanjay, 300 anggota Partai Kongres memintanya menggantikan posisi Sanjay, untuk ikut dalam pemilihan umum di Amethi. Rajiv ragu. Bahkan kartu keanggotaan Partai Kongres pun ia tak punya. Istrinya menentang keras usulan itu. Beberapa bulan kemudian, seorang wartawan terpandang, Sunanda Datta Ray menulis: "Pemimpin tidak seharusnya melemparkan pemikiran dari balik baju ibunya .... Pemimpin harus bekerja di dalam kerangka konstitusi, dan dapat mempertanggungjawabkan sikapnya. Karenanya, Rajiv Gandhi seharusnya menjalankan kepemimpinannya, atau meletakkan jabatan .... Mohon Rajiv Gandhi yang sesungguhnya bangkit dan menyatakan dirinya." Rajiv menjawab tantangan itu. Diletakkannya jabatan sebagai pilot Indian Airlines, dan ia putuskan untuk ikut kontes pemilu di Amethi. Kursi yang akan diperebutkannya sudah tak terisi selama satu tahun -keadaan yang tak dapat dibenarkan secara konstitusional, karena seharusnya kekosongan tidak boleh melebihi 6 bulan. Sebelumnya Nehru pernah mendudukinya, dan dengan kematiannya, kedudukan itu digantikan oleh saudaranya Vijayalakshmi. Sanjay juga pernah duduk di sana -dan kini menyusul Rajiv. Sonia akhirnya mengalah. Dilepaskannya kewarganegaraan Italia. Putri Italia itu kini menjadi warga negara India. Juni 1981, Rajiv terpilih untuk duduk di parlemen, dengan kemenangan yang luar biasa. Ia timbulkan kesan samar-samar setiap berbicara masalah politik, sambil menekankan bahwa ia menjunjung tinggi manifesto Partai Kongres. Perbedaannya dengan Sanjay tidak bersifat fundamental, tapi semata-mata di sekitar gaya keduanya. Rajiv menyokong perusahaan bebas, mengalirnya modal asing dan mondernisasi. Ia mencerca korupsi, dan membenci penjilat serta perusuh. Masalahnya, mereka yang dicerca dan dibenci ini tak selamanya bukan mereka yang mempunyai hubungan keluarga. Sanjay sadar betul akan kenyataan ini -dan digunakannya untuk memperkuat rencana politik dan ekonominya. Mata Rajiv, sebaliknya, baru terbuka setelah beberapa tahun kemudian. Kawan dekat Sanjay sangat berang dengan sebutan pers "Mr. Clean" untuk menggambarkan Rajiv. Tuduhannya memang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, tapi ia mengatakan bahwa ada kepentingan bisnis keluarga Sonia di Italia dengan sebuah perusahaan di India "... bagaimana mungkin mereka mengaku tidak berminat dalam kehidupan politik di India?" tuduhnya. Tahun 1983, satu langkah lagi diambilnya untuk lebih dekat dengan posisi tertinggi di India. Sang Ibu menunjuknya untuk duduk di posisi Sekretaris Jenderal Partai. Inilah kedudukan resmi yang pertama bagi Rajiv. Dan ini adalah peristiwa yang tidak biasa, karena Rajiv sendiri baru 3 tahun menjadi anggota partai. Rajiv mulai merasakan nikmatnya kemenangan politik setelah ia memenangkan kursi di Amethi. Kepada wartawan Ian Jack dari Sunday Times ia mengungkapkan keinginannya untuk "menarik orang-orang baru ke dalam politik -orang-orang yang cerdas, berpikir secara Barat tanpa feodalisme, anti kekerasan, dan bertekad membuat India menjadi negara yang kaya, bukan menjadi kaya sendiri." Politik Rajiv boleh jadi tidak terlalu berbeda dengan Sanjay, tapi kian hari semakin dipertegasnya bahwa pengikut Sanjay tak akan mendapat tempat dalam pembaruan yang dicanangkannya. Rajiv lebih yakin pada rekan-rekan dekatnya, yang sama pandangannya. Ditariknya beberapa rekan yang selama ini sibuk di dunia bisnis untuk terjun ke politik. Salah satunya, Arun Singh, masih keturunan keluarga kerajaan. Arun adalah rekan dekat Rajiv selama di Cambridge, di mana ia rasakan liberalisme. "Ya, kami sama-sama generasi the Beatles," katanya pada wartawan majalah Imprint. Ia akui bahwa hidup sebagai eksekutif bisnis sangat membosankan, dan karena Rajiv beralih ke politik, ia pun mengganti profesinya. Arun kemudian menjadi penasihat sang calon perdana menteri. Di bulan Desember 1983, Rajiv diperkenalkan sebagai calon pemimpin negara, di Calcutta. Dan kota Calcutta pun dipenuhi dengan poster ibu dan anak itu -- berebut tempat dengan poster film Hindi. Satu-satunya hal yang mengganggu adalah kampanye yang dilakukan oleh janda Sanjay, yang menyerang Rajiv. Untuk publikasi, ia keluar dari kediaman keluarga di Jalan Safdarjung No. 1. Diteriakkannya pada dunia bahwa ia dan anaknya telah diusir oleh Indira. Kenyataannya tidaklah demikian. Sejak Rajiv berkeputusan untuk memasuki kancah politik, Maneka terus-menerus melancarkan aksi balas dendamnya. Sonia menemui pimpinan kelompok oposisi, dan memutuskan untuk mencoba menarik pengikut Sanjay dari Partai Kongresnya Indira-Rajiv. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ia memang bukan kesayangan Indira, tapi Nyonya Gandhi tidak pernah mengusirnya. Begitu keluar dari rumah itu, ia mendirikan "Forum Sanjay" yang, katanya, akan memperjuangkan "sosialisme, sekularisme, dan demokrasi" -ketiganya tidak pernah menjadi kekuatan almarhum suaminya. Setahun kemudian dibentuknya partai politik bernama Organisasi Rashtriya Sanjay Manch (Organisasi Sanjay Nasional). Oposisi pun menggunakannya untuk menghancurkan kekuatan Indira-Rajiv. Tentu saja Rajiv dan Sonia mulai mengunjungi Amethi secara rutin setelah ditantang Maneka. Sejumlah uang dikucurkan ke dalam program-program kesejahteraan untuk para pemilih. Sementara Maneka melakukan manuver politik untuk memperlihatkan pada petani India bahwa ia adalah seorang janda yang diperlakukan tak baik, di-"lempar"-kan ke tengah jalan oleh mertua yang tiran dan oleh abang ipar yang dingin dan istrinya yang orang asing itu. Cerita yang begitu simplistis ini adalah sebuah fiksi, tapi pada awalnya mendapatkan pengaruh besar. Dan inilah yang justru digunakan Maneka di dalam kampanye-kampanye publiknya. Suatu hari, Rajiv sedang sibuk mengurus kampanye pra-pemilu ketika sebuah kabar penting datang dari New Delhi. Ia sedang berada di sebuah pertemuan di Contai. Ia mengatakan bahwa ibunya baru saja dibawa ke rumah sakit. Rajiv mengatakan berita itu dengan wajah yang tak mencerminkan emosi apa pun. Ia hanya menutup pertemuan itu dan mencari helikopter. "Ia sangat kuat," kata Rajiv kepada para wartawan. Ia sangat mengharapkan jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk pada ibunya. Pukul 12.30 siang, ia mendengarkan radio BBC. Ia menggumam pada diri sendiri: "Di dalam rumah kita dan ... oleh petugas sekuritinya?" Ia kemudian mengatakan kepada para wartawan. "Setiap pagi, saya biasa memperhatikan seorang Sikh muda di pos di Jalan Safdarjung No.1 dan Jalan Akbar ... dan ia kelihatan mencurigakan." Rajiv mengatakan kepada ibunya bahwa ia mencurigai orang tersebut. Ia adalah Beant Singh. Dan ibunya menertawakan anaknya hingga keluar air mata. Para reporter memberi laporan bahwa Rajiv kelihatan tenang. Ia terbang dengan helikopternya ke bandara Calcutta Dum-dum. Sebuah kapal terbang sudah menantinya untuk membawanya ke New Delhi. Begitu tiba di bandara Delhi, Rajiv melesat ke rumah sakit. Sementara itu, di Jalan Safdarjung No.1, pembicaraan tentang suksesi sudah bergulir. Prosedur yang biasa adalah presiden menunjuk seorang pengemban perdana menteri, biasanya seorang menteri senior di kabinet, hingga Congress Parliamentary Party memilih seorang pemimpin baru. R.K. Dhavan, penasihat politik Indira Gandhi dan asisten pribadi terdekat mengusulkan Pranab Mukherji, menteri keuangan, untuk menjadi pengemban itu. Sementara Arun Nehru -seorang keluarga dari anggota parlemen Rae Bareilly -dan V.S. Tripathi -seorang penasihat politik -langsung menjagoi Rajiv. Dhawan dan Kamal Nath dan salah seorang teman Sanjay dan tambah lagi seorang wakil tak resmi dari Sanjay di-"kurung" di dalam satu kamar dengan Arun Nehru hingga keputusan terakhir dibuat. Presiden Zail Singh, saat itu, sedang mengadakan kunjungan kenegaraan. Pranab Mukherjee terbang bersama Rajiv dari Calcutta. Sementara Mendagri Narasimha Rao -salah satu pemimpin yang dianggap mampu -sedang mengunjungi kampung halamannya di Andhra Pradesh. Menteri Pertahanan Shankar Chavan sedang berada di Moskow. Dan pengumuman tentang kematian Gandhi kepada publik pun ditunda selama empat jam karena menunggu keputusan siapa yang akan menjabat perdana menteri. Insting Rajiv untuk bertindak adalah dengan menyatakan bahwa harus ada seorang menteri senior yang bisa menunda pertemuan CPP tadi. Yang lain-lain mendiskusikan menteri senior yang mana yang harus menjabat sebagai perdana menteri. Mukherjee, menteri keuangan itu, adalah orang kedua setelah Indira. Ia anggota Rajya Sabha (MPR), dan ini dianggap oleh para pendukung Narasimha Rao sebagai preseden yang buruk meskipun jabatan perdana menteri hanya akan dipegangnya dalam waktu singkat. Akan halnya Rao, menteri dalam negeri, dipertanyakan apakah ia akan mengundurkan diri karena telah gagal menjaga keamanan rumah perdana menteri. Perdebatan itu diselesaikan oleh Vasant Sathe, menteri perminyakan. Ia berkata dengan blak-blakan bahwa Indira Gandhi menghendaki Rajiv meneruskan tugas-tugasnya, dan ini semua orang tahu. Untuk menjaga stabilitas, mereka harus melaksanakan amanat itu. Ketika Presiden Zail Singh kembali di Delhi, massa yang marah melempari mobilnya dengan batu. Ia menemui Rajiv di rumah sakit, dan mendesaknya agar menemaninya pulang ke rumah kepresidenan. Dewan Parlemen Kongres mengirim surat resmi pada Presiden, meminta Rajiv ditunjuk sebagai pengganti ibunya. Dewan ini beranggotakan lima orang. Satu meninggal, dua orang absen. Yang dua lagi, Pranab Mukherjee dan Narasimha Rao, setuju menunjuk Rajiv sebagai pengganti Indira. Presiden Zail Singh mengambil sumpah Rajiv sebagai perdana menteri baru pada malam hari itu juga. Waktu itu Delhi dilanda huru-hara. Perdana menteri baru mengumumkan lewat radio, meminta rakyat tenang. "Indira Gandhi meninggal," katanya dalam nada rendah dan tanpa emosi. "Tapi India masih hidup, ruh India masih hidup." Selama dua hari penuh kaum Sikh di Delhi sungguh ketakutan. Waktu itu polisi tak bisa berbuat apa-apa, lalu dikirimlah tentara untuk melindungi mereka. Rajiv mengunjungi mereka dan menjanjikan dukungan dan bantuan. Begitu pemakaman selesai, perdana menteri baru memutuskan menyelenggarakan pemilihan umum secepatnya. Ia membutuhkan wajah-wajah baru di parlemen yang bisa membantunya menghentikan pertengkaran yang membuat lumpuh lembaga itu. Lebih penting daripada itu, Rajiv tampaknya ingin memperoleh legitimasi. Dan itu mesti dilakukan secepatnya. Penundaan bisa merugikan karena setelah kematian tragis Indira, semua faksi yang bertengkar kini bersatu. Kampanye dilakukan selama minggu pertama Desember 1984. Tema sentral kampanye Rajiv adalah tema lama yang jadi favorit ibunya. Yakni bahwa kesatuan bangsa berada dalam ancaman. Hanya Partai Kongres yang bisa mempertahankan federasi India. Ia mengakui bahwa kesalahan telah terjadi, dan ia berjanji akan memperbaikinya. "Tapi," katanya, "apa yang dipertaruhkan? Itu bukan hanya kekalahan atau kemenangan Partai Kongres. Yang dipertaruhkan adalah integritas dan kesatuan India. Kita semua harus berjuang untuk itu." Tapi hanya itu, pesan itu tak akan sampai. Generasi The Beatles membutuhkan layanan dari mereka yang lebih tua (bukan dalam arti usia) dan lebih berpengalaman: para aktor Bombay. Partai Kongres membutuhkan aktor yang dikenal di seluruh negeri. Tersebutlah Amitabh Bachan, aktor paling populer di India, campuran antara Errol Flynn dan Robert Redford. Ia pun teman masa kanak Rajiv. Ia setuju terjun ke politik untuk membantu Rajiv. Tapi ada yang mengatakan ia mencari posisi dalam kabinet. Di Negara Bagian Uttar Pradesh, Partai Kongres menurunkan dua bintang Amitabh Bachan dan Rajiv Gandhi. Salah satu film Bachan menceritakan seorang tokoh (diperankan oleh Bachan) yang melompat ke langit. Bachan memanfaatkan film ini. Katanya, "Apa yang diperlukan oleh India adalah satu lompatan raksasa menuju abad ke-21." Di Bombay, Hollywoodnya India, Partai Kongres pun diwakili oleh seorang bintang Sunil Dutt. Kampanye pemilu di India ini sungguh ajaib, sesuatu yang tak relevan dengan masalah sebenarnya di India, juga tak ada kaitannya dengan musibah yang menimpa Bhopal -sebuah kota di Negara Bagian Madhya Pradesh -di pagi 3 Desember 1984. Pabrik pestisida Union Carbide, sebuah perusahaan multinasional, bocor. Gas beracun membunuh sekitar 3.000 orang dan membuat buta lebih dari 10.000 orang. Inilah musibah lingkungan terburuk di dunia. Rajiv tiba di Bhopal segera setelah musibah terjadi. Ia tak buta. Ia dapat melihat apa yang terjadi. Ia janjikan santunan yang jumlahnya tak besar bagi para korban. Union Carbide sampai di Bhopal karena di kota ini buruh berlimpah dan murah. Biaya hidup di kota ini pun rendah. Lagi pula, tak ada kontrol. Peraturan keamanan tak ada artinya karena sebagian besar buruh buta huruf. Jika perdana menteri India merasakan kemarahan di kota Negeri Ketiga ini, ia telah meredakannya dengan sempurna dengan janji pemberian santunan itu. Sesudah itu ia akan cuci tangan dan kembali terbang, melanjutkan kampanyenya, menyerahkan pada anggota Partai Kongres setempat untuk mengawasi pengremasian masal korban Union Carbide. Akhirnya Partai Kongres memang menang. Rajiv adalah perdana menteri terpilih. Dinasti Nehru-Gandhi kini memegang mandat. Namun, sejumlah pertanyaan tetap tinggal. Mengapa Indira Gandhi menyiapkan putranya untuk menggantikannya? Mengapa Partai Kongres menyetujui terlaksananya feodalisme ini? Dua Nehru sebagai perdana menteri berturut-turut di Blok Selatan mungkin hanyalah suatu kebetulan dalam sejarah. Lalu mengapa Indira mendesakkan Nehru yang ketiga? Proyek dinasti itu sebenarnya telah gagal dengan kematian Sanjay yang tak diharapkan. Sanjay masih terlalu muda, istrinya tak bisa diterima. Rajiv setuju menjadi penyelamat proyek. Ia setuju mengenakan pakaian bernoda, yakin bahwa ia bisa dengan segera membersihkan noda-noda itu. Ia mengambil kesempatan itu dengan cepat, di luar dugaan siapa pun. Suksesi ini mengandung elemen yang aneh. Suksesi itu bukanlah sebuah kebetulan belaka. Sejumlah kenyataan saling mengait. Mayoritas penduduk India tinggal di pedesaan yang tingkat melek hurufnya begitu rendah (kecuali di Kerala). Lalu muncullah alasan ini: di sebuah negara raksasa, yang dihuni hampir semilyar orang dengan berbagai kepercayaan, kasta, dan bahasa, tidaklah mudah menemukan pemimpin yang bisa "menyatukan bangsa". Keluarga Nehru-Gandhi, demikianlah dikatakan, adalah penting karena mereka menyatukan bangsa. Tapi argumen ini melupakan satu hal, yakpi Lal Bahadur Shastri, pengganti Nehru. Kematian Shastri, yang hanya sempat memimpin pemerintahan sebentar saja itu, menjadi titik tolak lahirnya dinasti Nehru-Gandhi. Kenyataan yang menyedihkan adalah bahwa Partai Kongres punya keterbatasan sebagai partai politik. Partai ini tak memiliki program yang nyata. Ia menjadi sebuah koalisi dari mereka yang bersaing mendapatkan keuntungan ekonomis, dan karena itu membutuhkan pemimpin yang populis yang bisa menjaga hubungan dengan rakyat. Dari segi ini bakat Indira sungguh merupakan bantuan besar bagi Partai Kongres, tetapi sayangnya ia berasal dari generasi yang berbeda. Kapten Rajiv jadi perdana menteri pada 1984, tapi tetap ada pergolakan besar di negeri ini. Berapa lama rakyatnya harus tetap mengencangkan sabuk pengaman? Di tangan merekalah sebenarnya kekuasaan tertinggi terletak. Rakyat India sendirilah yang bisa melahirkan sebuah dinasti. Sebagian besar rakyat itu mungkin masih buta huruf, tapi mereka tidak dungu. Kata akhir ada pada mereka. Merekalah India yang modern itu. Merekalah yang menderita karena retorik tengik dari para politikus yang korup. Suatu hari mereka akan mengambil pembalasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini