Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Manusia bukan binatang tunggal

Karya nikolais yang menghubungkan tarian dengan lukisan dan pahatan banyak di kritik. tapi akhirnya dia diterima juga. wawancara tempo dengan alwin nikolais pimpinan nikolais dance theater. (tr)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAMBUTNYA putih, sudah agak jarang. Di lehernya menggantung kalung. Beberapa jarinya berhias cincin, salah satunya berbentuk kepala babi hutan. "Ini saya beli di Meksiko. Saya pengumpul cincin berbentuk binatang," katanya. Alwin Nikolais, 67 tahun, pimpinan Nikolais Dance Theatre, Kamis siang pekan lalu mendarat di Halim. Beserta 10 penari dan 5 pekerja panggungnya. Ia membawa peralatan seberat 2.100 kg. Di bawah ini wawancara Bachrun Suwatdi dengan orang tua yang masih kelihatan energetik dan bersuara bariton itu. Anda bisa bercerita sedikit tentang tari anda Periode saya mulai 1952. Waktu itu banyak orang melahirkan ide tentang bercerita dengan ekspresi abstrak. Karena itu saya menghubungkan tarian dengan lukisan dan pahatan. Abstraksi adalah bahasa universal. Abstraksi lebih menyentuh emosi. Seperti musik yang abstrak itu, tapi tetap memberi pengertian. Saya kira itu salah satu sebab teater saya bisa diterima berbagai pihak di banyak tempat di dunia--karena mereka tidak perlu mengerti. Cukup dengan melihat dan menangkap sesuatu--jadi reaksi anda yang terpenting. Saya dapat mengerti seekor burung, kalau hati saya merasakan burung tersebut. Atau, ketika saya berimajinasi sebagai seekor burung. Anda banyak.dikritik karena konsep yang menghilangkan cerita dan hanya mementingkan perwujudan visual. Anda "terperangkap dalam dehumanisasi".... (Nik tertawa). Tahun 1952, kita semua sangat memperhatikan manusia dan lingkungannya. Waktu itu kita tak bicara tentang nnanusia yang merusak alam. Kini kita merasakan, ternyata manusia bukan bintang tunggal di alam ini: ia bersangkut erat dengan alam. Nah, ini merupakan gangguan bagi orang yang tetap menginginkan manusia sebagai bintang bukan merupakan bagian dari sesuatu yang besar. Teater tari anda agaknya tak bisa dilepaskan dari teknologi modern. Misalkan tak ada listrik--apa yang akan anda lakukan? Wah, saya bisa menari di jalanjalan, di bawah sinar matahari. Tari modern Amerika dipelopori oleh Isadora Duncan, Ruth St. Denis dan Louie Fuller, menjelang akhir abad XIX. Mereka melepaskan diri dari tradisi balet. Kemudian muncul Martha Graham dan beberapa pembaharu lagi tahun 30-an. "Seorang penari tak harus meniru gerak burung. Yang penting gerak dirinya sendiri," tulis Martha Graham. Toh, dia masih melukiskan sedih, gembira dan sebagainya. Kemudian muncul Alwin Nikolais Merce Cunningham dan Paul Taylor yang merombak konsep para pendahulunya. Nik melangkah lebih jauh "Semua penari saya adalah peran penting, tapi sama pentingnya dengan semua elemen di panggung." Itulah mengapa dia banyak dikritik terperangkap dalam dehumanisasi: ia menganggap lampu misalnya sama pentingnya dengan penari. Generasi yang lebih muda lagi, muncul menjelang akhir 60-an, lebih jauh lagi. Konon, salah satu contoh pementasan orang-orang muda itu: layar dibuka, seseorang duduk diam selama lima menit di sebuah tong, layar ditutup selesai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus