Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INGATAN Amanda Simandjuntak melayang pada bilik warung Internet yang berdiri di atas muara sebuah perkampungan di kawasan di Cilincing pesisir Jakarta Utara pada 2017. Warnet itu menjadi tempat bagi anak-anak di perkampungan tersebut untuk berselancar di Facebook, menonton video YouTube, atau bermain game.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di sana tingkat kemiskinan masih tinggi, kumuh, tapi akses ke teknologi Internet ada. Bisa aku bilang anak-anak itu digital savvy,” kata Amanda ketika berbincang dengan Tempo di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa, 19 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amanda adalah pendiri Mari Kita Koding atau Markoding, organisasi nirlaba yang berupaya membekali generasi muda kurang mampu dengan keterampilan di bidang sains, teknologi, dan matematika, termasuk bahasa pemrograman komputer alias coding.
Kedekatan Amanda dengan anak-anak di perkampungan di kawasan Cilincing itu bermula sekitar enam tahun lalu. Saat itu perempuan 36 tahun ini mendapat tawaran dari seorang temannya untuk menjadi relawan di rumah belajar House of Mercy di Cilincing. Di rumah belajar tersebut, ia mengajarkan bahasa Inggris dan matematika.
Selama beberapa bulan menjadi relawan, Amanda menyaksikan ternyata warnet begitu menjamur di kawasan itu. Warnet menjadi tempat hiburan anak-anak selepas sekolah atau belajar di House of Mercy. “Anak-anak di sana jago banget, misalnya memakai shortcut, mencari di Google, atau mempelajari software baru,” tutur lulusan ilmu komputer Curtin University, Australia, ini.
Amanda Simandjuntak saat membekali keterampilan inovasi dan teknologi pada anak-anak di sebuah warnet di Cilincing, tahun 2017. Dok. Markoding
Amanda melihat begitu tingginya minat anak-anak itu terhadap komputer hingga sebuah ide melintas di benaknya. Ia kemudian mengajak beberapa anak mempelajari coding. Untuk mempermudah mereka mengenal pemrograman komputer, ia menggunakan cara yang dekat dengan keseharian anak-anak itu. Ia antara lain menunjukkan kemampuannya membongkar jeroan situs Facebook. “Mereka senang banget dan langsung tertarik. Mereka merasa keren,” ujar Amanda.
Seiring dengan berjalannya waktu, antusiasme anak-anak Cilincing untuk mempelajari coding kian bertambah. Beberapa teman Amanda sesama programmer membantu sebagai mentor. Dari warnet, Amanda meluaskan program belajar coding ke rumah susun sederhana sewa di kawasan itu hingga sekolah-sekolah.
Sebagai permulaan, ada empat sekolah menengah kejuruan yang mendapat pelatihan coding hingga desain antarmuka pengguna alias UI/UX design secara gratis. “Akhirnya kami resmikan sebagai yayasan, Markoding, Mari Kita Koding,” kata Amanda.
Perjalanan awal Markoding dalam mengajarkan coding secara cuma-cuma bukan tanpa hambatan. Dengan statusnya sebagai organisasi nonprofit, pembiayaan program belajar itu murni berasal dari kantong pribadi Amanda. “Terkadang aku kehabisan uang. Itu berat banget,” ucapnya.
Meski begitu, Amanda terus melangkah. Ia pun putar otak agar program belajar coding itu bisa terus berjalan. Ia lalu mengajak temannya, William Hendradjadja, yang sudah berpengalaman memberikan pelatihan intensif coding secara komersial. William tertarik bergabung dengan Markoding karena mempunyai kesamaan visi dan misi.
“Akhirnya kami gabung jadi social enterprise yang ada profitnya untuk orang yang bisa bayar, tapi ada juga program Markoding yang nonprofit melalui yayasan bagi orang-orang underprivileged,” ujar Amanda.
Hingga kini sudah ada 5.256 siswa yang menjalani pelatihan sains, teknologi, dan matematika lewat Markoding. Lalu sebanyak 156 sekolah berpartisipasi dalam program ini bersama Markoding dan telah menciptakan 1.182 inovasi digital. Atas dedikasinya, Amanda mendapat Power of Radiance Awards 2022 dari Clé de Peau Beauté, jenama produk kecantikan kenamaan asal Jepang.
•••
LAHIR di Bandung, Jawa Barat, 16 April 1987, sejak kecil Amanda Simandjuntak sudah lekat dengan teknologi. Mainan alarm pendeteksi hujan hingga alarm pengusir nyamuk adalah teman Amanda kecil. Ditambah latar belakang ibunya yang merupakan peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Amanda kian akrab dengan bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika alias science, technology, engineering, and mathematics (STEM).
“Aku bersyukur karena tidak semua orang punya ibu di bidang STEM, apalagi di generasi mamaku itu sesuatu yang masih langka,” tutur Amanda.
Co-Founder Markoding Amanda Simandjuntak, di Senayan, Jakarta, 19 September 2023. Tempo/Febri Angga Palguna
Selain meminati teknologi, Amanda tertarik pada dunia penulisan. Semasa belajar di Sekolah Menengah Atas Santa Ursula, Jakarta, ia rutin menulis blog. Untuk mempercantik tampilan laman blognya, ia mempelajari perangkat lunak dan coding.
Hingga suatu hari, Amanda mendapat tawaran dari gurunya untuk membuat situs sekolahnya. “Itu proyek pertama aku sama teman-teman. Seru banget,” kata Amanda. Dari situlah, setamat SMA, ia mantap meneruskan studi di bidang ilmu komputer.
Lulus kuliah ilmu komputer di Curtin University pada 2008, Amanda sempat bekerja sebagai programmer di perusahaan konsultan teknologi informasi yang berbasis di Australia selama sekitar dua tahun. Pulang ke Indonesia, ia ikut mendirikan Kolibri Commerce, sebuah perusahaan konsultan lokapasar di Jakarta.
Pada 2017, perusahaan konsultan yang ia rintis itu tutup. Saat itulah Amanda mendapat tawaran menjadi relawan di rumah belajar House of Mercy di Cilincing hingga akhirnya mendirikan Markoding.
Pengalaman mengajarkan bahasa pemrograman komputer kepada anak-anak di Cilincing kian memacu Amanda untuk mengabdi di dunia pendidikan. Ia menginginkan program belajar coding gratis itu bisa diakses lebih banyak anak-anak. Ia kemudian mendaftarkan program nonprofit Markoding itu ke kompetisi MIT Solve dari Massachusetts Institute of Technology di Amerika Serikat.
Kompetisi itu menaungi program yang mempunyai dampak dalam berbagai macam kategori, dari lingkungan hingga pendidikan. Saat itu dewan juri menilai program Markoding inspiratif. “Kami masuk menjadi finalis,” ujar Amanda. “Meski tidak menang, kami mendapatkan banyak jejaring di sana.”
Pulang dari Negeri Abang Sam, Amanda dan rekan-rekannya di Markoding memulai sebuah program digital bertajuk Innovation Challenge: Generasi Terampil pada 2019. Bersama Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), Markoding masuk ke sekolah-sekolah untuk menggelar lokakarya yang mencakup keterampilan teknis dan nonteknis.
Amanda menjelaskan, lewat program itu Markoding hendak melatih kepekaan anak-anak terhadap masalah sosial di sekitar mereka. Dari situ, keterampilan teknis berupa coding hingga desain UI/UX diformulasikan sebagai inovasi digital. “Setelah itu mereka belajar membuat aplikasi dan inovasinya. Lalu para siswa akan mempresentasikan inovasi yang mereka kembangkan,” ucapnya.
•••
MELALUI Markoding, Amanda Simandjuntak juga ingin menepis anggapan bahwa perempuan tidak bisa berbicara lebih banyak di bidang teknologi. Hal ini tak lepas dari pengalamannya mengajarkan dan membuat lokakarya coding gratis di sejumlah sekolah. Ada guru yang beranggapan bahwa dunia coding dan inovasi teknologi itu hanya milik kaum laki-laki. Padahal guru itu perempuan.
Amanda juga merasa terusik ketika ada orang tua yang menganggap anak perempuan tak perlu mempelajari coding lantaran, toh, setelah lulus kelak, anak itu akan menjadi ibu rumah tangga. “Imbasnya, anaknya jadi tidak percaya diri,” kata Amanda.
Bertolak dari keprihatinan itu, Amanda membuat program belajar coding buat perempuan. Pada 2022, ketika pandemi Covid-19 masih berlangsung, Markoding menggelar webinar tentang coding dengan tema kesetaraan gender. Saat itu Markoding berkolaborasi dengan Yayasan Dian Sastrowardoyo dan Magnifique Indonesia.
Kolaborasi itu berangkat dari satu keresahan bersama atas minimnya tingkat partisipasi perempuan di dunia teknologi. Boston Consulting Group (2020) melaporkan hanya sekitar 22 persen perempuan bekerja di bidang teknologi. Adapun data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) di kawasan Asia-Pasifik menyebutkan sebanyak 45 persen perempuan percaya pekerjaan STEM tidak sesuai dengan kaumnya. Lalu 50 persen perempuan kurang tertarik berkarier di bidang STEM karena sentimen dominasi laki-laki.
Perjumpaan tiga organisasi itu kemudian melahirkan sebuah program bernama Perempuan Inovasi. Amanda percaya, melalui program ini, perempuan tak cuma akan piawai menjalankan coding. Lewat partisipasi perempuan di bidang inovasi teknologi, cara pandang yang selama ini mengemuka pun akan berubah.
Mula-mula program Perempuan Inovasi memprioritaskan edukasi tentang kesetaraan gender. Tak hanya ditujukan kepada anak-anak, program itu juga menyasar guru dan orang tua agar ekosistem ini bisa saling mendukung. “Mereka akan dilatih mencari solusi, memformulasikan ide, bikin prototipe. Dari situ baru masuk ke coding,” ujar Amanda. Ujungnya, para peserta akan didorong menciptakan produk inovasi seperti aplikasi, situs, sampai game.
Hingga kini, program Perempuan Inovasi telah memberikan pelatihan kepada 11.409 remaja perempuan dan laki-laki serta mencatatkan 70 persen partisipasi aktif kaum perempuan. Program ini juga menyasar 765 sekolah yang terdiri atas sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, SMA, sekolah menengah kejuruan, hingga pusat kegiatan belajar masyarakat. Selain itu, program ini telah melahirkan 2.291 inovasi teknologi dalam bentuk aplikasi, situs, game, hingga perangkat keras.
Pada Agustus lalu, Markoding, Yayasan Dian Sastrowardoyo, dan Magnifique Indonesia meluncurkan program Perempuan Inovasi 2023. Amanda mengatakan ada peningkatan jumlah pendaftar yang cukup drastis. Tahun lalu ada 4.000 pendaftar dari seluruh Indonesia. “Sedangkan tahun ini jumlahnya mencapai 16 ribu,” katanya.
Amanda Simandjuntak (tengah) dan Dian Sastrowardoyo (kiri) saat peluncuran program Perempuan Inovasi 2023, 23 Agustus 2023. Tempo/Ecka Pramita
Di tahap awal, para peserta akan mendapat pelatihan digital secara daring ataupun luring. Saat ini program itu sudah memasuki tahap seleksi. Mereka yang lolos akan menempuh program pelatihan intensif pada Oktober 2023-Januari 2024. “Pelatihan yang tujuannya untuk siap kerja,” ucap Amanda.
Amanda berharap program Perempuan Inovasi mampu melahirkan banyak perempuan Indonesia yang mempunyai peran di bidang teknologi. Dari situ, nantinya terus tumbuh ekosistem sesama perempuan yang saling mendukung. Bagi Amanda, perempuan harus berani tampil dan mengambil peran yang setara dengan laki-laki di sektor teknologi.
Dia percaya perempuan mempunyai potensi yang sama dalam penciptaan inovasi di bidang sains dan teknologi informasi. “Yang pasti, lewat program itu akan terjadi peningkatan partisipasi perempuan dan tingkat kerja buat perempuan di bidang teknologi,” tutur Amanda.
Aktris Dian Sastrowardoyo selaku pendiri Yayasan Dian Sastrowardoyo mengungkapkan, program ini diharapkan mampu mencetak lebih banyak tenaga kerja perempuan di bidang digital yang tentunya akan memberikan dampak positif bagi industri. Dari pengalaman selama ini, program Perempuan Inovasi bisa membuat ruang diskursus dan pelibatan perempuan.
“Kami sendiri menargetkan sebanyak 250 beasiswa bagi yang tertarik mendaftar dan tidak terbatas umurnya. Kami juga ingin sekali mengundang ibu-ibu rumah tangga yang punya passion ke dunia digital,” ujar Dian kepada Tempo, Rabu, 23 Agustus lalu.
Dian berharap makin banyak perempuan yang lebih sukses berkarya di dunia digital. Selain itu, persepsi masyarakat pun akan berubah ketika banyak perempuan yang berpartisipasi di industri digital.
“Aku mau kasih semangat buat ibu-ibu yang mungkin di rumah, nyobain hal baru itu fun banget dan bikin kita tidak bosen, punya hiburan baru,” kata Dian.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ecka Pramita berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ibu Coding Anak Cilincing"