Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berjarak sekitar satu meter, dua lelaki berperawakan tinggi besar itu berdiri berhadapan. Tubuh mereka dibalut kostum serupa kimono dengan jubah sepanjang hampir dua meter. Jubah itu terlihat berkibar karena di empat sudutnya terpasang rantai yang tersambung ke pipa besi yang panjangnya sekitar satu meter. Empat orang yang berbaris dua-dua di belakang para lelaki itu masing-masing menggenggam pipa. Selintas, mereka seperti dua kelompok geng anak muda yang siap bertikai.
Tapi hingga satu jam lewat mereka tetap diam di tempatnya. Tak peduli dengan kehadiran puluhan warga Desa Jatisura, Jatiwangi, Majalengka, yang berseliweran di sekitar mereka. Warga pun senang-senang saja dengan keberadaan anak-anak muda berpenampilan khas komunitas punk itu—berpakaian serba hitam, beranting, dan bertato. Inilah kejutan yang diberikan Mella Jaarsma, setelah tiga pekan menetap di Desa Jatisura, mengikuti program Jatiwangi Artist in Residence.
Perempuan asal Belanda itu menggandeng kelompok band beraliran punk asal Majalengka, Kameradz, untuk membuat aksi performance art. Kameradz yang digawangi Gondile, Ujang, Kumbang, dan Ringgo itu juga menghibur warga desa dengan raungan musik bergenre hardcore punk.
Mella memberi judul pameran yang berlangsung hingga 29 Juni 2013 itu Tenaga Laki-laki. Judul itu didasarkan hasil penjelajahannya keluar-masuk kampung. "Selama observasi, saya menemukan aktivitas di tempat umum kebanyakan dilakukan kaum lelaki daripada perempuan," katanya. Dia lalu mencoba memetakan aktivitas laki-laki di sana. Salah satu yang menjadi perhatiannya adalah keberadaan puluhan band metal dan punk di kabupaten yang tak seberapa luas itu. "Itu sangat menarik, bukan hanya soal band metal itu, melainkan juga bagaimana lingkungan memberikan ruang untuk mereka," ujarnya.
Ketertarikannya mengamati band metal, termasuk punk, semakin menjadi ketika ia berjumpa dengan band metal asal Sumedang, Kimono Killer, yang menurut dia memiliki nama amat absurd. Mella kemudian rajin mengumpulkan nama dan logo yang menjadi identitas setiap band. Ia sampai bisa mengumpulkan logo 34 band metal dan punk di Majalengka.
Hasil penelitian serta nama dan logo yang menjadi identitas 34 band itu kemudian diresponsnya dengan menjahit potongan-potongan kain segi empat berwarna merah, putih, dan hijau muda, menjadi kostum seperti kimono tadi. Di setiap potongan kain persegi tercetak nama dan logo band, seperti Kameradz, Vampire, Punkshit Chaos, Formosa, dan Brutalles Massacre, hasil cetakan sablon.
Bersama seniman video asal Yogyakarta, Bambang Kuntara Murti, Mella juga membuat satu video performance yang ditampilkan di ruang pameran. Melibatkan personel Kameradz, video performance itu bentuk lain dari versi performance art. Di situ kostum kimono juga dikenakan. Video yang diiringi lagu Hello Kameradz yang diambil dari album pertama grup Kameradz itu juga berisi rekaman wawancara Mella dengan para personel Kimono Killer.
Telah lama Mella memang menggarap soal pakaian sebagai kulit kedua. Ia melihat pakaian sebagai petunjuk identitas atau diri pemakainya. Terkadang dia juga mengaitkannya dengan kondisi sosial-politik Tanah Air. Ia, misalnya, pernah membuat kerudung dari kulit katak dan kanguru untuk merespons kerusuhan Mei 1998. Kali ini persoalan identitas itu diwakili oleh keberadaan logo tersebut. Unik.
Dalam pameran yang dibuat tanpa kurator itu, Mella juga merespons logo-logo band tersebut dengan membuat sepuluh karya drawing di atas kertas berukuran 20 x 30 sentimeter. Tapi Mella tidak menciptakan logo tandingan. Ia malah membuat gambar-gambar abstrak. Andaikata Mella membuat logo punk atau metal pesaing, tentu lebih menarik.
Nunuy Nurhayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo