Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TRENDY PROGRESSIVE BRAIN | ||
Karya | : | Ade Darmawan |
Tempat | : | Galeri Cemeti, Yogyakarta |
Waktu | : | 26 Januari-21 Februari 1999 |
ADE DARMAWAN bukan seorang dok-ter medis. Namun urusan hidupnya sebagai seorang seniman hampir sama dengan seorang internis: "mengaduk-aduk" isi perut manusia.
Perupa yang kini meneruskan pendidikan seni rupa di Rijks Akademie, Belanda, ini menelusuri lekuk-lekuk belulang dan organ dalam tubuh manusia dan menjadikannya bahasa rupa yang sangat pribadi. Karya Ade berupa kolase gambar struktur kerangka tubuh manusia dan organ dalam tubuh manusia.
Dengan teknik silk-screen, Ade memindahkan penggalan gambar-gambar yang hanya bisa ditemui dalam buku teks biologi manusia itu ke atas kanvas bewarna merah. Misalnya, jalinan belulang rusuk manusia yang dikolasekan dengan struktur tulang punggung yang menjulur dari atas ke bawah, sementara pada bagian atas muncul kerangka tangan manusia, seolah ia adalah abstraksi sebuah kepala. Ia juga menyajikan gambar jantung, usus, dan ginjal dalam bentuk kolase. Pada karyanya, dengan teknik yang sama, ia menampilkan tubuh manusia dalam posisi yang memberi citra sebuah gerakan. Tubuh manusia ini tampak transparan sehingga menampakkan seluruh struktur tulang, tapi dengan tulang leher yang dibuat dengan ukuran yang berlebihan dan berujung pada bentuk janin manusia. Kerangka tubuh manusia dan organ dalam tubuh manusia serta merta memiliki nilai estetis yang selama ini kurang disadari. Kebetulan memang tak banyak perupa yang mengeksplorasi elemen estetis pada bagian dalam tubuh manusia. Padahal bagian dalam tubuh manusia menyediakan bentuk-bentuk yang secara estetis sangat menarik. Tubuh kita memiliki pola-pola geometris yang membangun bentuk-bentuk imajinatif dari struktur tulang, bentuk-bentuk ornamental bergaya dekoratif, atau garis-garis ekspresif pada organ dalam tubuh manusia.
Jerman memiliki sejumlah perupa yang mengeksploitasi organ dalam tubuh manusia habis-habisan dengan menghadirkan jasad manusia di ruang pamer. Ade Darmawan menyatakan bahwa kesadaran estetisnya terhadap organ dalam tubuh manusia muncul dari tayangan televisi di Belanda, yang khusus menyiarkan aktivitas di ruang bedah di sebuah rumah sakit. Hasilnya adalah sebuah penyusunan kembali potensi estetis ke dalam bentuk yang lebih hidup, dan memberikan keleluasaan interpretasi estetis maupun non-estetis.
Untuk menikmati karya yang sudah dipreteli ini, perupa yang berasal dari Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, tersebut memberikan keleluasaan kepada penonton untuk melihatnya dengan mata telanjang. Tapi, untuk karyanya yang mengambil model anatomi tubuh manusia sebagaimana yang termuat dalam buku teks biologi, Darmawan menambahkan sejumlah kaca pembesar yang menjuntai di dinding. Kaca pembesar itu seolah diperlukan sebagai alat untuk membongkar rahasia di balik gambar organ dalam tubuh manusia yang dibuat berdasar realitas visual anatomi tubuh manusia. Boleh jadi, ini sebuah metafora tentang perlunya ketelitian kita untuk melihat sebuah benda yang alamiah, lebih daripada meneliti sebuah representasi visual yang sudah mendapat interpretasi baru.
Karya Ade Darmawan bisa dianggap semata-mata sebagai sebuah ekspresi yang sangat pribadi tentang bentuk estetis, tapi penonton terbuka untuk memberi arti lain. Apalagi kemudian Ade memberi teks pada karyanya berupa tulisan di dinding: Handle with great care. Sebuah teks yang mungkin akan mendorong khalayak seni rupa Indonesia pada sebuah pengertian bahwa karya ini sebuah metafora tentang rentannya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat Indonesia belakangan ini. Yang jelas, karya Ade masih membuka eksplorasi estetis yang lebih luas tentang salah satu bagian (dalam) dari alam ini.
R. Fadjri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo