Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALANA, gadis perkasa, seorang perempuan petarung profesional. Dengan kekuatan sang dewi, kekuatan Alana menjadi berlipat-lipat. Selendang merahnya menjadi senjata sakti untuk meringkus lawan-lawannya. Wujud Sri Asih dalam sinema Upi dan Joko Anwar tentu sangat berbeda dengan visual jadul dalam lembar-lembar komik Raden Ahmad alias RA Kosasih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Asih dalam jagat Upi dan Joko Anwar adalah perempuan perkasa berkostum hitam ketat dengan ornamen emas di bagian dada layaknya ornamen kemben, bersepatu bot, memakai gelang lengan, serta mengenakan hiasan mahkota ikat dan sumping pada kepala dan telinganya. Di pinggangnya tergantung selendang merah, senjata maut untuk meringkus para musuhnya. Ia bukan lagi Sri Asih yang mengenakan kain dan kemben, gelang lengan, mahkota ikat dan sumping, serta sandal selop dan selendang seperti dalam lembaran komik R.A. Kosasih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raden Ahmad Kosasih saat peluncuran buku Wayang Purwa di City Walk Sudirman, Jakarta, Maret 2010. Dok. TEMPO/Jacky Rachmansyah
Kosasih dalam wawancara dengan Tempo edisi 21 Desember 1991 menjelaskan, ia menciptakan Sri Asih karena kagum kepada perempuan gagah. Dia menganggap, dalam banyak hal, perempuan lebih mampu menyelesaikan persoalan dibanding laki-laki. Demikian pula dari segi visual. “Saya terpengaruh kisah Wonder Woman, komik lama yang ditelevisikan, ternyata banyak yang suka,” ujarnya kala itu.
Panel komik Sri Asih vs Seribu Mata karya RA Kosasih.
Komik pertamanya itu dicetak 3.000 eksemplar dan langsung tandas. Harganya saat itu seringgit. Tapi, begitu diketahui laris, harganya naik menjadi Rp 3,50. “Jadi sebulan saya bisa mengantongi Rp 4.000. Gaji saya sebagai pegawai waktu itu cuma Rp 150,” katanya.
Sri Asih Vs Gerombolan
Ia membuat serial Sri Asih sesuai dengan cerita lokal yang populer saat itu. Contohnya edisi Sri Asih Vs Gerombolan yang diilhami teror Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang ramai diberitakan. Kesuksesan Sri Asih makin membuat Kosasih bergairah. Ia membuat serial baru dengan tokoh Sri Gahara. Keduanya sama-sama penolong, bedanya pada kostum saja. Sri Asih menggunakan kostum wayang Sunda, sementara Sri Gahara mengenakan celana ala Aladin dari kisah Seribu Satu Malam. Tokoh lain adalah Sri Dewi, yang terpengaruh Flash Gordon. Ia berperang melawan Dewi Sputnik.
Sejak 2018, komik-komik kisah klasik versi baru kembali menyapa para pencinta komik. Andy Wijaya adalah salah satu yang punya andil menghidupkan kisah para superhero, termasuk Sri Asih. Salah satu kolektor komik dengan puluhan ribu koleksi ini mengatakan komik Sri Asih versi asli (1954) sudah tak ada di pasar. Komik ini pernah dicetak ulang oleh Penerbit Maranatha pada 1979.
Salah satu sampul komik Sri ASih karya RA Kosasih.
Komik Sri Asih itu adalah komik kedua. Judul pertamanya adalah Nina Gadis Rimba. Dalam satu komik di Majalah Komik, terdapat dua cerita. Tokoh pertamanya adalah Nina, sementara yang kedua Sri Asih. Cerita kedua tokohnya juga terpisah. Saat itu komik Sri Asih hanya berisi 20 halaman, diperkirakan dicetak hingga 2.000 eksemplar dan langsung laris manis. Pada 1954, komik adalah satu-satunya hiburan karena belum ada media hiburan lain.
Sampul Majalah Komik itu adalah Nina Gadis Rimba yang berambut dan bergaun biru dengan latar peta Indonesia. Di bagian bawahnya terdapat tulisan “Sri Asih”. “Itu gambar pertama dari Komik Melodi,” ucap Commercial General Manager Bumilangit tersebut.
Sampul buku Nina Gadis Rimba dari Majalah Komik No.1, Edisi 1 Januari 1954. Koleksi Andi Wijaya
Nina Gadis Rimba adalah superhero perempuan ciptaan John Lo, sementara Sri Asih karya R.A. Kosasih. Setelah itu, Majalah Komik edisi kedua terbit dengan tokoh baru, Putri Bintang, yang juga karya John Lo. Sri Asih dikisahkan bertualang ke berbagai tempat, menjelajah kota-kota besar dunia. Dari New York, Makau, dan Singapura, ia bisa tiba-tiba muncul di Surabaya berkat kemampuan terbangnya. Hal ini terlihat dari sederet kisahnya melawan banyak penjahat. Contohnya saat dia melawan Serigala Hitam, Kawa-Kawa, Bajak Laut, dan Seribu Mata.
Dalam cerita lama ciptaan Kosasih, Sri Asih bernama asli Nani Wijaya, titisan Dewi Asih. Dalam Sri Asih Vs Seribu Mata, tiba-tiba Sri Asih muncul menjebol dinding dan mengamuk anak buah Mata Seribu. Ia pula yang menolong Putri Bintang yang nyaris celaka oleh robot dan impitan dinding. Sedangkan dalam komik-komik di webtoon atau komik terbitan Bumilangit, Alana-lah yang menjadi titisan Dewi Asih, menjelma menjadi Sri Asih.
Halaman pertan Sri Asih dari Majalah Komik No.1, Edisi 1 Januari 1954. Koleksi Andi Wijaya
Sosoknya pun sangat berbeda dengan gambaran yang diciptakan Kosasih yang memakai kemben, kain berwiru, ikat mahkota dan sumping, gelang lengan, serta sandal selop. Sri Asih tampil lebih ringkes, seperti gambaran tokoh kartun ala Jepang, Sailor Moon, yang bermata besar dan berdagu lancip. Misalnya dalam komik Sri Asih: Celestial Goddess karya Archie The Redcat dan Devita Krisanti. Sosok Alana digambarkan sebagai anak sekolah menengah atas yang terkenal pemberani di sekolahnya.
Andy Wijaya juga menghimpun para komikus untuk menafsirkan kembali komik Sri Asih dalam divisi Komik Bumilangit. Perusahaan ini sudah menyiapkan jagatnya tak hanya untuk Sri Asih alias Alana. Ada sederet nama lain, seperti Virgo, Tira, Marni Dewiyanti, Siti Gahara, Merpati, Selendang Biru, Bidadari Mata Elang, Selendang Mayang, Vidya Astari, dan Camar. Komik-komik lama dengan beberapa tokoh tersebut rencananya juga dibuat ulang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sampul Madjalah Komik No. 4 dengan gambar Sri Asih, terbit pada 15 Februari 1954. Koleksi Andy Wijaya
Bumilangit pun telah bekerja sama dengan lebih dari 40 komikus yang mengerjakan berbagai elemen produksi komik, antara lain writer, line artist, dan colorist. Is Yuniarto, General Manager Bumilangit Comics, menyebutkan komik klasik yang akan ditafsirkan ulang, seperti Si Buta dari Gua Hantu, Gundala, Virgo, Godam, dan Aquanus. “Untuk superhero perempuan yang sudah ada judul versi baru ada Sri Asih dan Virgo. Ada karakter lain, yakni Merpati, Tira, dan Cempaka, yang muncul sebagai tim di komik Patriot,” tutur Is.
Untuk menghadirkan komik klasik versi baru, mereka menggunakan panduan standar visual dan cerita yang disesuaikan dengan target audiens dan pasar setiap produk. Maka tak aneh jika muncul Sri Asih versi Alana si pelajar SMA atau yang lebih dewasa dalam komik yang dicetak. Is juga menjelaskan bahwa rata-rata mereka mencetak 3.000 eksemplar dan beberapa sudah dicetak ulang, seperti Gundala, Si Buta, Patriot.
Panel komik Sri Asih di Madjalah Komik No. 4 yang terbit pada 15 Februari 1954. Koleksi Andy Wijaya
Iwan Gunawan, pengajar desain komunikasi visual Institut Kesenian Jakarta, ingat tokoh-tokoh pahlawan super perempuan Indonesia yang diperhitungkan dan punya seri komik sendiri, seperti Sri Asih, Putri Bintang, Tira, dan Sri Dewi. Ada pula tokoh seperti Virgo, Labah-labah Mirah, dan Merpati, tapi hanya muncul dalam komik superhero laki-laki sebagai pendamping atau bintang tamu.
Sampul komik Sri Asih; Tribute to RA Kosasih produksi Bumilangit.
Iwan melihat konsep perkembangan komik superhero sejak era R.A. Kosasih hingga kini berubah. Konsep itu berusaha membuat cerita lebih realistis, memasukkan sifat manusiawi (tidak sempurna) pada superhero, dengan cerita yang lebih dark realistic, bahkan sadistis (misalnya dalam seri The Boys). Dari segi kostum, para pahlawan super itu pun berusaha “tampak normal”. “Tidak tampak janggal ketika seorang superhero berkostum di lingkungan kehidupan sehari-hari,” kata Iwan.
Komik Sri Asih produksi Bumilangit yang dibuat berdasarkan cerita di film.
Kemajuan teknologi computer-generated imagery atau CGI dalam sinema saat ini, dia melanjutkan, membuat adegan-adegan dalam film superhero lebih meyakinkan penonton dalam hal fantasi yang diciptakan. Film superhero memang sangat mengandalkan aksi-aksi fantastis. Komiknya pun sudah makin maju dalam mengedepankan fantasi yang dibarengi dengan semacam logika, membuat suatu peristiwa fantasi menjadi masuk akal ketika diterapkan dalam konteks kehidupan sekarang, semua dibuat dengan alasan-alasan kuat.
Panel komik Sri Asih produksi Bumilangit yang dibuat berdasarkan cerita di film.
Iwan juga melihat, di masa R.A. Kosasih, permasalahan yang dihadapi superhero sederhana, sekadar menangkap komplotan penjahat, misalnya. Di Amerika Serikat, tema cerita seperti ini pun sebagai sumber rujukan utama narasi komik superhero masih sederhana. Tapi perlahan permasalahan makin kompleks dengan dimunculkannya musuh yang makin super dan cerdas, meluas ke masalah bagaimana penjahat menguasai dunia, bagaimana ada antagonis yang bekerja melahap satu planet, dan lain-lain.
Sri Asih, Celestial Goddess
Superhero pun, walau masih tertinggal dalam hal cerita, Iwan menambahkan, berusaha mengikuti tren tersebut. Belakangan, masalahnya banyak mengintegrasikan aspek sosial dan imajinasi tentang apa yang mungkin terjadi di dunia nyata bila ada makhluk-makhluk super di jagat ini. “Apakah superhero menjadi tiran karena kekuasaannya (misalnya), dan seterusnya.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo