ATAS nama Yesus Kristus, saya harap Adi selalu baik-baik saja.
Adi harus ke Medan lagi, kapan-kapan . . .,"demikian antara
lain bunyi surat dari Medan, dari penggemar penyanyi cilik Adi
Bing Slamet -- sesudah musibah minggu siang pertengahan
September (TEMPO 22 September).
Menurut pengakuan penyanyi cilik yang kini sedang top itu,
seharinya surat yang haru dibalas sekitar 1.000 buah. Yang
jelas, Ny. Furry, ibu Adi, sehari harus mencetakkan foto anaknya
rata-rata 300 lembar ukuran kartu pos, berwarna, untuk dikirim
ke seluruh pelosok. Ini memang konsekwensi seorang yang populer:
pengeluaran ekstra. Toh beban ini mungkin dianggap ringan.
Pernah seorang penggemar mengirim pos wesel RP 2.500 untuk sebuah
foto Adi yang besar."Wesel itu tetap kita simpan. Tapi tak kita
ambil uangnya," kata ibu Adi, meski foto tetap dikirimkan.
Kesibukan yang sarna -- membalas surat dan mencetak foto--memang
dialami semua penyanyi cilik walau dengan kapasitas berbeda.
Dina Mariana mengaku menerima surat sekitar 700 buah sehari, dan
tak akan membalas surat itu kalau tak disertai perangko
pengembalian.
Surat-surat tentu saja tak akan selalu datang--terutama bila
kepopuleran mereka nanti mereda. Tapi sementara ini sebandingkah
honorarium yang diterima para penyanyi cilik itu--baik dari
rekaman kaset ataupun pertunjukan dengan segala kerepotan
mereka?
Adi sampai hari ini telah menyelesaikan 25 rekaman. Dan sejak
tiga tahun lalu rata-rata mengadakan pertunjukan 3 kali sebulan.
Baik dari Adi maupun dari Eddy Sud --managernya--tak diperoleh
keterangan berapa honorarium setiap rekaman. Enteng Tanamal yang
kini sibuk dengan studio rekamannya, menyebut "Rp 10 juta untuk
satu volume rekaman Adi." Hanya cepat ditambahkannya, itu kalau
rekaman berhasil laku 100 ribu kaset.
Enteng, yang kini juga mencoba memproduksi rekaman kaset,
memberi contoh cara produsen berhitung ongkos produksi per kaset
Rp 250. Penjudian kepada dealer Rp 600. Jadi produsen untung
Rp 350, belum termasuk publikasi dan pajak. Kasarnya dengan
produksi 100 ribu kaset, produsen bisa mengantongi Rp 30 juta.
Tapi menurut Eddy Sud, rekaman kaset Adi belum mencapai 100
ribu kaset. Lewat telepon, kepada Abdul Muthalib dari TEMPO dia
mengatakan "baru sekitar 50 ribu."
Adapun Dina Mariana (14 tahun) yang telah menyelesaikan 11
rekaman, tak begitu jelas berapa honorariumnya. Kecuali Chicha,
para penyanyi cilik yang lain, termasuk Ira Maya Sopha,
misalnya, agaknya berhonor di bawah Adi. Yang santai-santai saja
adalah Yoan Tanamal. Menyanyi sejak 1974, ketika masih berusia 4
tahun, sampai sekarang baru punya 5 volume rekaman.. "Yoan
menyanyi kalau ia sendiri kepingin. Klta tidak memaksanya," kata
Santy, ibunya.
Berbeda dengan rekaman yang bisa diatur waktunya, pertunjukan
langsung di panggung memang bisa mengganggu waktu sekolah
mereka. Tapi menurut Adi maupun Dina, pertunjukan biasanya
diadakan di hari libur. Dina bahkan menolak pertunjukan di
Manado akhir September yang lalu, karena "sibuk sekolah " Dina
adalah anak kelas II SMP Strada Mardi Utama I.
Menurut Eddy Sud, kalau dia bersama Adi dan Iyut diminta
mengisi pertunjukan musik, mereka terima sekitar Rp 2,5 juta.
"Tapi itu tergantung pertunjukan itu untuk apa. Kalau memang
untuk cari uang, yah sekian itu," tambahnya. Kalau untuk mencari
dana seperti di Medan bulan lalu (yang gagal) bisa
dirundingkan. Dan untuk menghindari petualang bisnis, Eddy
selalu minta honorarium dilunasi dulu sebelum mereka berangkat
menuju tempat pertunjukan. Kalau untuk dana, diminta menunjukkan
surat-surat lengkap. Dan orang dari Medan itu dulu menunjukkan
surat-surat lengkap.
Kalau Sudah Gelap
Melirik suasana yang melingkungi dan gaya hidup para penyanyi
cilik itu, harga kepopuleran mereka agaknya bisa ditebak. Di
rumah Adi Bing Slamet kini ada Honda Civic terbaru dan sebuah
mini-bus Daihatsu. Meski mengaku uang jajan sekolah hanya Rp 200
sehari (dan itu tidak sargat istimewa untuk Jakara), Adi kalau
libur suka ke Puncak atau Bali. Rumahnya memang masih yang dulu,
di sebuah gang di kawasan Tanah Tinggi--yang menjadi kebanggaan
Bing Slamet almarhum, karena dekat dengan rakyat. Sementara
rumah Dina Mariana di Gunung Sahari biasa-biasa saja. Bahkan
Dina tahu, "di sini sesak sekali penduduknya." Dan menurut
pengakuan ibu Yoan, "honorariumnya ditabanaskan. Biar dia
belajar dulu sampai dewasa."
Gambaran di luar bahwa para penyanyi cilik itu kaya dan senang,
mungkin tidak seluruhnya klop. Popularitas menyebabkan sejumlah
penggemar selalu ingin "mengganggu". Ke toko misalnya, Adi tak
bebas--juga kalau mau nonton atau berenang. "Nonton bioskop
masuknya kalau sudah gelap. Biar nggak dikenalin," kata Adi yang
suka nonton di Twin Cinema. Yoan, kini 9 tahun, masih suka
terganggu oleh penggemarnya. "Mama, kenapa orang-orang itu
melihatin Yoan aja, sih," begitu menurut mamanya.
Toh, menolak tawaran rekaman atau tawaran pertunjukan langsung,
praktis jarang sekali dilakukan oleh manager mereka (biasanya
orangtua sendiri). Memang sayang bukan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini