Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nun di Amerika Serikat, saat musim semi perlahan-lahan hadir pada 1980, Boston Pops Orchestra memainkan beberapa repertoarnya. Mulai dari musik klasik, musik film, sampai musik populer yang diaransemen buat orkestra. Pergelaran yang dipimpin konduktor John Williams itu mendapat sambutan antusias para penonton. Dan setiap kali musik berakhir, tepuk tangan ratusan pengunjung di dalam gedung konser, Symphony Hall, terdengar menggemuruh. Itulah pergelaran rutin dari Boston Pops setiap musim semi.
Sekitar sepuluh tahun berselang, saat matahari senja perlahan-lahan luruh di Pantai Anyer, Banten, Twilite Orchestra menggelar konser perdananya. Twilite memainkan beberapa nomor "klasik ringan" dan lagu-lagu pop. Sang konduktor Addie Muljadi Sumaatmadja begitu bersemangat mengayunkan tongkat dirigennya. Para anggota dari barisan alat gesek kadang bersahutan, kadang nada mereka berpilin, kadang berkejaran. Orkes bermain, para penyanyi, Ruth Sahanaya, Harvey Malaihollo, dan Regine Velasquez, melantunkan lagu-lagu yang sepenuhnya pop. Antara lain Can't Smile without You, You'll Never Walk Alone, The Long and Winding Road.
Ada kemiripan antara Boston Pops dan Twilite. Keduanya sama-sama mengusung panji pop orchestra. Ini merupakan jenis orkes yang bebas memilih repertoarnya. Jujur Addie menyatakan bahwa sejak awal Twilite Orchestra memang ingin dikembangkan menjadi semacam Boston Pops Orchestra, bukan Berliner Philharmoniker atau New York Philharmonicyang selalu memainkan karya simfoni atau konserto secara lengkap. Orkes-orkes simfoni, baik Berliner maupun New York, hanya memainkan overtur, konserto, dan simfoni.
Adapun Twilite, seperti halnya Boston Pops, membawakan repertoar lebih beragam. Seraya menampilkan cuplikan opera, musik film, lagu pop, tradisional yang diaransemen secara orkestral, plus komposisi-komposisi klasik yang populer. Toh, menurut Addie, saat membawakan musik klasik, Twilite tak memainkannya secara "pop". Artinya, ia tetap mematuhi partitur asli yang ditulis sang komponis, sonder improvisasi di sana-sini. Jadi, Twilite tetap membawakan dengan apa adanya. "Istilah pop di sini adalah seleksi atau pilihannya pada karya-karya klasik yang populer," penggemar cerutu ini menjelaskan.
Dengan pilihan itu, Addie merasa lebih luwes melangkah. Ia menilai, repertoar pop memberikan keluwesan untuk menyuguhkan konser yang mudah diterima audiens kita, masyarakat penikmat musik yang tradisi aslinya sama sekali tak berakar pada musik simfonik. Harapannya hanya satu: mengikis anggapan bahwa orkestra adalah musik kelas berat, rumit, kurang merakyat, dan hanya untuk kalangan atas. Addie kemudian mengusung Twilite ke tempat umum: mal, sekolah, kampusdi samping tampil di gedung per- tunjukan dan hotel mewah.
Dalam upaya mempopulerkan orkestra itu, Addie tak sendirian. Sejumlah musisi juga membawakan musik orkestrameski dengan jalur masing-masing. Ada yang memainkan khusus musik klasik, pop orchestra seperti Twilite, dan sepenuhnya pop. Satu contoh yang gencar mengusung klasik adalah Orkes Kamar Capella Amadeus. Orkes Kamar yang dipimpin Grace Sudargo itu secara berkala menggelar konser untuk umum dua kali setahun. Dengan pemain rata-rata masih remaja, orkes itu menyajikan repertoar karya Antonio Vivaldi, Johann Sebastian Bach, Joseph Haydn, dan Wolfgang Amadeus Mozart.
Sedangkan yang sepenuhnya beraliran pop (musik pop dengan sentuhan orkestra) adalah Magenta Orchestra. Menurut Andi Rianto, Music Director Magenta, orkes yang lahir pada pertengahan Maret lalu itu konsepnya berbeda dengan Twilite. Dalam Twilite Orchestra, penyanyi mengiringi repertoarnya, sedangkan Magenta mengiringi lagu hits penyanyi. Misalnya, mengiringi lagu Bahasa Kalbu yang dilantunkan Titi D.J. "Jadi, kita mengiringi penyanyi dengan aransemen Magenta," ujar Andi.
Nurdin Kalim, Arif Firmansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo