Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Natsir tetap tidak setuju

Moh natsir ketua dewan dakwah islamiyah indonesia (ddii) menjelaskan film the message sama sekali tidak menggambarkan jiwa dan semangat perjuangan islam. ia tidak setuju film itu dipertunjukkan. (fl)

15 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA pertama kali terjadi heboh mengenai film The Message pada penghujung tahun 1976, Moh. Natsir, 70 tahun, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang juga wakil ketua Rabithah Alam Islami yang berpusat di Mekah, menjelaskan kepada TEMPO: "Film ini sama sekali tidak menggambarkan jiwa dan semangat perjuangan Islam." (TEMPO, 11 September 1976). Hal tersebut, kata Natsir pula, disebabkan oleh karena "yang membikin film itu tidak menghayati inti perjuangan Islam." Hampir 2 tahun setelah memberikan komentar tersebut, film The Message kemudian memasuki pasaran Indonesia. Sekali lagi TEMPO mencoba menghubungi Moh. Natsir. Lepas sembahyang Jumat pekan silam, Natsir menerima reporter TEMPO Said Muchsin. Berikut ini adalah petikan dari wawancara tersebut. Apakah bapak sudah menonton film The Message? Belum. Film itu kini telah lolos sensor. Kalau bapak diberi kesempatan nonton, apa bersedia? Itu hanya akan menguntungkan importirnya. Apa lagi kalau karcisnya dijual mahal. Apa bapak setuju film tersebut dipertunjukkan di Indonesia? Tidak setuju. Apa alasannya? Setahun yang lalu, ketika saya di Mekah, dalam salah satu sidang Rabithah, kita sudah putuskan untuk tidak setuju film itu dipertunjukkan. Alasannya? Lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Dan ada yang bertentangan dengan sejarah. Bagian-bagian mana saja yang bertentangan itu? Tidak perlu saya sebutkan satu persatu. Pokoknya banyak. Karakteristik Nabi, kendati bukan ujud fisiknya, terlalu banyak ditampilkan. Ini tidak baik. Karena kita tidak mengkultuskan Nabi. Yang lainnya? Tidak usah saya sebutkan yang lain. Nanti bisa menimbulkan polemik jika terlalu terperinci. Kalau polemik, manfaatnya pun tidak ada. Bapak menolak film itu apa melulu karena keputusan Rabithah itu? Antara lain. Tapi saya sendiri sudah membaca skenarionya. Lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Bagaimana kalau ada perubahan pada skenario? Apa kemudian bapak bisa menerima film itu? Tidak. Itu sudah keputusan kita bersama. Bagaimana kalau bapak diberi kesempatan menonton setelah perubahan itu? Tidak ada gunanya. Dari skenarionya saja kita sudah tahu. Lagi pula ini sudah keputusan bersama. Jangan mencoba mempertentangkan saya dengan Rabithah. Bagaimana komentar bapak terhadap pemutaran film itu di Jakarta? Saya menyayangkan jika film itu ditonton oleh ummat Islam. Mereka akan memetik pelajaran yang salah. Bapak melarang ummat Islam menontonnya? Saya bukan polisi, bukan pula Kopkamtib. Tidak ada hak saya untuk melarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus