KETIKA pertama kali terjadi heboh mengenai film The Message pada
penghujung tahun 1976, Moh. Natsir, 70 tahun, Ketua Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII) yang juga wakil ketua Rabithah Alam
Islami yang berpusat di Mekah, menjelaskan kepada TEMPO: "Film
ini sama sekali tidak menggambarkan jiwa dan semangat perjuangan
Islam." (TEMPO, 11 September 1976). Hal tersebut, kata Natsir
pula, disebabkan oleh karena "yang membikin film itu tidak
menghayati inti perjuangan Islam."
Hampir 2 tahun setelah memberikan komentar tersebut, film The
Message kemudian memasuki pasaran Indonesia. Sekali lagi TEMPO
mencoba menghubungi Moh. Natsir. Lepas sembahyang Jumat pekan
silam, Natsir menerima reporter TEMPO Said Muchsin. Berikut ini
adalah petikan dari wawancara tersebut.
Apakah bapak sudah menonton film The Message?
Belum.
Film itu kini telah lolos sensor. Kalau bapak diberi kesempatan
nonton, apa bersedia?
Itu hanya akan menguntungkan importirnya. Apa lagi kalau
karcisnya dijual mahal.
Apa bapak setuju film tersebut dipertunjukkan di Indonesia?
Tidak setuju.
Apa alasannya?
Setahun yang lalu, ketika saya di Mekah, dalam salah satu sidang
Rabithah, kita sudah putuskan untuk tidak setuju film itu
dipertunjukkan.
Alasannya?
Lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Dan ada yang
bertentangan dengan sejarah.
Bagian-bagian mana saja yang bertentangan itu?
Tidak perlu saya sebutkan satu persatu. Pokoknya banyak.
Karakteristik Nabi, kendati bukan ujud fisiknya, terlalu banyak
ditampilkan. Ini tidak baik. Karena kita tidak mengkultuskan
Nabi.
Yang lainnya?
Tidak usah saya sebutkan yang lain. Nanti bisa menimbulkan
polemik jika terlalu terperinci. Kalau polemik, manfaatnya pun
tidak ada.
Bapak menolak film itu apa melulu karena keputusan Rabithah itu?
Antara lain. Tapi saya sendiri sudah membaca skenarionya. Lebih
banyak mudharatnya dari pada manfaatnya.
Bagaimana kalau ada perubahan pada skenario? Apa kemudian bapak
bisa menerima film itu?
Tidak. Itu sudah keputusan kita bersama.
Bagaimana kalau bapak diberi kesempatan menonton setelah
perubahan itu?
Tidak ada gunanya. Dari skenarionya saja kita sudah tahu. Lagi
pula ini sudah keputusan bersama. Jangan mencoba
mempertentangkan saya dengan Rabithah.
Bagaimana komentar bapak terhadap pemutaran film itu di Jakarta?
Saya menyayangkan jika film itu ditonton oleh ummat Islam.
Mereka akan memetik pelajaran yang salah. Bapak melarang ummat
Islam menontonnya?
Saya bukan polisi, bukan pula Kopkamtib. Tidak ada hak saya
untuk melarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini